in

Syair Lampung Karam, Dokumentasi Tentang Dahsyatnya Letusan Gunung Krakatau Pada 1883

Di tengah kondisi Indonesia yang sedang lumpuh karena wabah virus corona yang terus menyebar dan memakan semakin banyak korban, Gunung Anak Krakatau kembali batuk. Erupsi dan letusan yang terjadi beberapa waktu lalu (10/4) juga membuat gunung api aktif di Indonesia ikut beraksi, seperti Kerinci, Merapi, dan juga Semeru.

Sebelumnya, letusan paling dahsyat Krakatau pernah menjadi mimpi buruk pada tahun Agustus 1883. Letusan ini meluncurkan awan panas setinggi 70 km dan tsunami 40 meter yang menewaskan sekitar 36 ribu orang. Bahkan, karena mencekamnya kondisi saat itu, dokumentasi tentang letusan ini sempat ditulis oleh Muhammad Saleh, tiga bulan setelah letusan terjadi.

Dokumentasi dalam bahasa Arab-Melayu

Syair lampung karam [sumber gambar]
Letusan pada Agustus 1883 ini adalah Gunung Krakatau. Muhammad Saleh sendiri mencatat letusan ini dalam bahasa Arab-Melayu saat ia tengah berada di pengungsian di Singapura. Pada tahun 2009 lalu, Suryadi yang merupakan seorang filolog dan peneliti University of Leiden, Leiden, Belanda, jurusan Asia Tenggara dan Oseania menerbitkannya kembali. Tulisan ini sudah dalam bentuk terjemahan dengan judul “Syair Lampung Karam, Sebuah Dokumen Pribumi tentang Dahsyatnya Letusan Krakatau 1883“.

Dahsyatnya letusan Gunung Krakatau yang tercatat dalam sejarah

Ilustrasi Krakatau [sumber gambar]
Letusan dahsyat Krakatau ini terjadi selama 3 hari berturut, dari tanggal 26-28 Agustus 1883. Melansir dari liputan6.com, kala itu Gunung ini menyemburkan lebih dari 10 kilometer (km) kubik material piroklastika, baik dalam bentuk aliran awan panas maupun abu letusan, dan materialnya menutupi wilayah seluas 827 ribu km persegi. Pada hari ke-2, letusan tersebut disertai dengan tsunami setinggi 40 meter yang membawa material panas vulkanik dan menghantam pesisir Lampung dan Banten. Konon, tsunami ini juga sampai ke Afrika dan meliputi seperempat dari bumi. Suara letusan gunung terdengar sampai Sri Lanka juga beberapa daerah bagian di Australia.

Isi dari catatan dokumentasi Syair Lampung Karam

Abu Vulkanik anak krakatau [sumber gambar]
Syair ini menceritakan tentang suasana ketika letusan gunung menggemparkan negeri, terutama Lampung yang memang sangat dekat dengan Krakatau. Dalam hal ini dilukiskan bagaimana gelombang besar datang, orang-orang kehilangan keluarga, mayat bergelimpangan di segala penjuru, suasana sangat mencekam dan menakutkan. Begini potongan syairnya yang sudah diterjemahkan.

Orang yang mati ketika itu, Terlalu banyak bukan suatu, Ada terselit di pohon kayu,

Ada yang pipih dihimpit perahu. Datanglah gelombang yang besar sekali, Bertaburlah umat di sana sini,

Ada yang hilang anak dan bini, Mana yang sampai ajal pun mati. Hamba mendengar demikian peri,

Rahmat juga di dalamnya negeri, Tiada seperti Pulau Sebesi, Orangnya tidak kelihatan lagi.

Pulau Sebuku dikata orang, Ada seribu lebih dan kurang, Orangnya habis nyatalah terang,

Tiadalah hidup barang seorang.

Penuturan seorang saksi mata bernama RA van Sandick

Letusan Krakatau [sumber gambar]
Melansir Brilio.net, ada seorang saksi mata yang merasakan langsung peristiwa itu. Ia adalah RA van Sandick, mantan Kepala Insinyur. Saat peristiwa meletusnya Gunung Krakatau, ia berada di atas kapal Loudon hendak menuju Teluk Betung di Lampung dari Batavia. “Ada sebuah pemandangan mengerikan, di mana pesisir pantai Jawa dan Sumatra benar-benar hancur. Semua yang ada berwarna kelabu dan suram, desa-desa dan pepohonan menghilang. Bahkan, runtuhannya pun tidak bisa kita lihat,” tulisnya dalam buku yang berjudul In het Rijk van Vulcaan: de Uitbarsting van Krakatau en Hare Gevolgen. Ia memperkirakan ada sekitar 70 ribu orang meninggal dalam tragedi ini.

BACA JUGA: 5 Fakta Letusan Gunung Krakatau yang Nyaris Bikin Dunia Mengalami Kiamat Kubra

Letusan Gunung Krakatau kalau itu disamakan seperti suasana kiamat kecil, saat bumi dihancurkan. Dahsyatnya letusan dan semburan Gunung Krakatau ini benar-benar membuat takut dan merinding. Setelah Krakatau meletus, GAK (Anak Krakatau) muncul dan menjadi gunung api aktif yang sering terbatuk-batuk belakangan ini.

Written by Ayu

Ayu Lestari, bergabung di Boombastis.com sejak 2017. Seorang ambivert yang jatuh cinta pada tulisan, karena menurutnya dalam menulis tak akan ada puisi yang sumbang dan akan membuat seseorang abadi dalam ingatan. Selain menulis, perempuan kelahiran Palembang ini juga gemar menyanyi, walaupun suaranya tak bisa disetarakan dengan Siti Nurhalizah. Bermimpi bisa melihat setiap pelosok indah Indonesia. Penyuka hujan, senja, puisi dan ungu.

Leave a Reply

Punya Sistem Pencegahan Terbaik, Israel Dianggap jadi Negara Teraman dari COVID-19

Cerita Wanita Asal Salatiga yang Pernah Diangkat Sebagai Anak Asuh oleh Andy Lau