Selama ini, di Indonesia, kedudukan lelaki dan perempuan sangat jelas. Lelaki yang mencari nafkah dan berstatus sebagai kepala keluarga, sedangkan perempuan menjadi yang dipimpin. Perempuan lebih banyak melakukan pekerjaan dalam rumah, seperti memasak, mencuci, ngemong anak, andaipun mau bekerja, pekerjaan berat yang harus sampai membanting tulang.
Sekarang, mari kita jalan-jalan ke China dan melihat satu-satunya suku di mana para perempuan cantik menjadi rajanya. Memang, kamu tak salah baca Sahabat Boombastis, suku Mosuo namanya. Ia adalah suku di dunia yang menganut sistem matriarki (perempuan berkuasa) dan punya derajat lebih tinggi dibanding lelaki. Mari kita lihat bagaimana kehidupan dalam suku ini.
Suku yang tak mengenal konsep keluarga inti dan ayah
Kebudayaan di sini mungkin sangat bertolak belakang sekali dengan apa yang kita kenal selama ini. Suku Mosuo atau ‘kerajaan wanita’ di sini tidak mengenal konsep keluarga inti yang biasanya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Karena tidak ada ayah, maka tak ada pernikahan dalam tradisi Mosuo. Perempuan yang memerintah, mencari nafkah, pergi ke ladang, serta memutuskan pasangan hidup mereka. Perempuan di sini bisa bergonta-ganti pasangan sesuka hati, tak ada yang bisa melarang. Jika kelak mereka mempunyai anak, maka anak perempuan adalah pewaris semua properti ibunya. Ibu juga berhak mengatur hidup anak mereka 100% tanpa ada campur tangan dari para lelaki.
Bukan poliandri, mereka menyebutnya sebagai axis atau walking marriage (pernikahan berjalan)
Nah, memilih pasangan sesuka hati bukan berarti mereka poliandri, tidak. Mereka lebih suka menyebutkan sebagai ‘pernikahan berjalan’ atau axis. Axis ini dimulai saat usia si perempuan sudah 13 tahun. Ia akan menunggu lelaki mendatangi kamar mereka, si lelaki harus menggantung topi mereka di luar agar lelaki lain tidak bisa masuk. Sang lelaki ini harus pulang ke rumah orangtua mereka sebelum matahari terbit. Ketika si anak lahir, mau siapapun ayahnya sang ibu tak pernah ambil pusing karena begitulah adat yang berlaku.
Sejarah Suku Mosuo yang memutuskan ‘pernikahan berjalan’
Ternyata, bukan tanpa sebab Suku yang dirajai perempuan ini membuat lelaki tak ada harganya. Sejarah mencatat bahwa mereka pernah hidup normal layaknya kebanyakan orang. Hanya saja, dahulu kala para perempuan sering ditinggal suami mereka untuk berdagang di jalur sutra dari China ke India. Karena kesepian dan sakit hati, mereka memutuskan untuk hidup dan kawin tanpa ada ikatan. Mereka pulalah yang menentukan segala sesuatunya tanpa melibatkan lelaki. Walaupun hal ini tidak wajar di negara kita, namun bagi mereka hal tersebut merupakan tradisi yang harus dijaga karena sudah berumur ratusan tahun.
Lantas apa pekerjaan para prianya? Mereka ikut orangtua, ongkang-ongkang kaki dan melayani para perempuan. Namun, di era yang sudah semakin modern, ada saja anak perempuan yang mendobrak tradisi dengan memilih menikah dengan suku lain dan hidup sebagai orangtua utuh bagi anak-anaknya. Suku Mosuo ini juga kadang dikunjungi oleh para wisatawan yang penasaran dengan kehidupan mereka, sehingga dijadikan sebagai bahan penelitian.