Semua suku yang terdapat di setiap negara di dunia pastinya memiliki keunikan masing-masing. Entah itu terkait makanan sehari-hari, cara berpakaian, bahkan berumah tangga. Bicara mengenai keunikan suku dalam berumah tangga, sepertinya hal ini masih terdengar aneh bagi sebagian dari kalian ya. Tapi faktanya di kala kita masih mendebatkan tentang poligami dan poliandri, sebuah suku yang hidup di ketinggian Himalaya malah dengan bebas menerapkannya.
Masyarakat yang tinggal di wilayah Upper Dolpa, Nepal ini ternyata memiliki budaya di mana para wanita masih melakukan poliandri. Anehnya poliandri di sini dilakukan antar kakak-beradik, jadi bisa dibilang kakak beradik laki-laki akan berbagi istri.
Budaya ini berlangsung selama ratusan tahun
Karena tempatnya yang terpencil, yaitu di ketinggian pegunungan Himalaya, maka memang wilayah itu masih belum sepenuhnya tersentuh teknologi modern. Jadi wajar saja budaya ini telah berlangsung selama ratusan tahun. Sejak zaman dahulu, salah satunya di kawasan Upper Dolpa, anak laki-laki dari satu keluarga harus menikahi satu perempuan.
Praktik pernikahan ini cenderung dilakukan melalui adanya perjodohan. Keluarga laki-laki punya kebebasan memilih perempuan untuk anak laki-laki tertua keluarga dan nantinya memberi kesempatan untuk adik laki-laki lain menikah dengan kakak iparnya bila sudah siap. Dalam beberapa kasus bahkan istri ini akan ikut membantu membesarkan adik iparnya yang masih muda hingga nanti memasuki hubungan seksual saat dewasa.
Budaya ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi
Upper Dolpa memang bisa dibilang merupakan kawasan yang cukup terpencil, bayangkan saja untuk mencapai kota terdekat mereka harus berjalan kaki selama 5 hari. Lokasinya yang memang terletak di ketinggian membuat wilayah ini hanya memiliki sedikit tanah subur dan luas peternakan yang kecil. Berbagi istri antar keluarga ini dilakukan agar mereka bisa dengan mudah berbagi persediaan makanan dan pendapatan karena tidak melibatkan banyak anggota keluarga lain.
Menurut salah seorang wanita, budaya ini sangat memudahkan kehidupan sehari-hari mereka karena masih dalam satu keluarga yang nantinya semua penghasilan dari para suami dikumpulkan di satu istri saja. Istri inilah yang kemudian akan memegang kendali atas untuk apakah kemudian uang tersebut digunakan.
Masyarakat di sana tidak mengenal kata cemburu
Kalau untuk kita mungkin yang ada malah tidak rela bila harus berbagi pasangan dengan saudara sendiri. Namun orang-orang di Upper Dolpa benar-benar memiliki hati yang besar. Bayangkan saja, cerita yang berasal dari salah satu keluarga menyebutkan bahwa setiap harinya sang istri akan ‘digilir’ untuk tidur dengan suami. Bila ada suami yang bekerja di luar daerah, saat dia pulang ke rumah maka suami lain harus rela wanitanya bersama dengan saudaranya terus. Salah satu pria berkata, bila merasa cemburu maka menikahlah dengan orang lain.
Para suami biasanya juga melakukan pembagian tugas dalam membantu istri. Misalnya untuk memasak, mengurus anak, menemani istri bekerja di ladang, dan lainnya. Oleh karena itu para wanita di daerah ini biasanya malah merasa bahagia karena sang suami selalu mendampingi mereka. Ada yang berperan menyelesaikan pekerjaan rumah, mencari penghasilan di kota, dan ada pula yang menjaga mereka. Ada juga yang mengatakan bahwa wanita lah yang diuntungkan dalam praktik pernikahan ini, karena bila suaminya meninggal mereka masih memiliki suami lain yang menemaninya sampai tua.
Tidak bisa membedakan ayah untuk anak-anaknya
Karena memang sehari-hari tinggal bersama, jadi wajar jika banyak dari mereka yang bingung membedakan siapa ayah biologis dari anak-anak mereka. Jadi biasanya sang anak serempak memanggil para suami itu dengan sebutan ayah, meskipun faktanya bapak mereka hanya satu dan yang lain statusnya adalah sebagai paman.
Namun untuk saat ini sendiri, banyak warganya yang mulai mengenal cerita cinta di luar sana yang sangat kontras dengan budaya ‘berbagi’ mereka. Itulah mengapa penganut budaya berbagi istri ini menurun dari 80% menjadi 20% saat ini. Padahal masyarakat sebelumnya percaya bahwa poliandri bermanfaat untuk tetap menyatukan keluarga di saat hidup semakin keras. Dan bila sebuah rumah tangga memiliki banyak lelaki, maka keluarga itu akan lebih kuat dan anak-anaknya semakin punya kesempatan lebih baik di masa depan.
Bagi orang-orang modern seperti kita mungkin budaya berbagi istri dengan saudara itu adalah hal yang sangat menakutkan. Namun ternyata suku di ketinggian Himalaya ini memiliki filosofi tersendiri yang buktinya selama ini budaya tersebut bisa berjalan dengan baik. Kalau misal kalian ada di posisi mereka, rela nggak untuk berbagi?