Perang adalah sesuatu yang tak bisa dihindarkan dari setiap dinasti kerajaan di dunia. Tak terkecuali kerajaan di Jawa yang konon telah ada dan eksis sejak abad ke-7 hingga sekarang. Perang-perang akibat perluasan kekuasaan, balas dendam, hingga perebutan tahta yang berlangsung sangat sengit.
Perang-perang ini tentu tak dilakukan secara grusa-grusu tanpa adanya perencanaan yang matang. Setiap perang yang terjadi pasti didahului dengan strategi tempur yang akan memuluskan aksi perang dan kemenangan bisa di dapat. Di Jawa sebuah strategi tempur disebut dengan wyuha. Dan inilah fakta kedigdayaan strategi tempur itu.
1. Strategi Perang yang Tercantum dalam Karya Sastra
Strategi perang yang dimiliki oleh raja-raja kebanyakan ditulis dalam karya sastra masa lalu. Seperti kakawin Bharatayudha yang digubah oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Dalam kakawin ini, strategi tempur mulai dikenalkan seperti yang terjadi antara Pandawa dan Kurawa. Selanjutnya, strategi ini diterapkan dalam peperangan nyata dalam menghadapi banyak musuh.
Strategi perang yang akhirnya dinamai byuha atau wyuha ini mirip sekali dengan miliki Tsun Tzu. Segala hal terkait persiapan matang dan hal-hal berbau politik dibahas hingga mendetail. Saat peperangan telah terjadi, strategi itu akhirnya diwujudkan dalam taktik tempur. Apa yang terjadi di dalam kertas kadang berbeda dengan yang terjadi di dalam pertempuran.
2. Adaptasi dari Strategi Tempur India Kuno
Kasusastraan India memang memiliki hubungan erat dengan kasusastraan di Indonesia. Penyebaran agama Hindu di masa lalu ditengarai memasukkan beberapa pandangan ketuhanan dan perang. Strategi tempur yang dimiliki oleh India itu akhirnya dimodifikasi dengan baik hingga akhirnya dikenal dengan nama sama-bheda-danua.
Sama dalam hal perang berarti mencari kesamaan atau sekutu. Semakin banyak sekutu yang didapatkan, semakin kuat pasukan yang akan dihancurkan. Selanjutnya adalah bheda yang mirip sekali dengan politik memecah belah yang diterapkan oleh Belanda. Untuk memecah kekuatan, gerogoti di dari dalam dengan isu perpecahan. Selanjutnya yang terakhir adalah danua atau menyerang. Saat kerajaan yang telah diadu domba lemah, serangan besar bisa dilakukan agar kemenangan cepat didapat.
3. Strategi Tempur Penyerangan Mendadak
Selain menggunakan strategi sama-bheda-danua, raja-raja di Jawa juga sangat menyukai serangan langsung berupa penyergapan. Raja yang akan memperluas kekuasaannya tiba-tiba mengirim banyak sekali pasukan hingga membuat beberapa kerajaan tak siap. Akhirnya, mereka hanya bisa melakukan serangan balik semampunya, jika tidak beruntung kerajaan bisa dikuasai.
Saat melakukan penyerangan, beberapa pasukan juga merusak beberapa bagian vital dari kerajaan. Misal memutuskan suplai makanan hingga bencana kelaparan bisa terjadi. Akibat hal ini, kerajaan musuh mau tidak mau akan menyerang. Selanjutnya membendung sungai atau sumber air berharga. Tanpa air maka semuanya akan selesai dengan cepat. Jika kerajaan tidak menyerah maka nasib rakyatnya akan binasa.
4. Strategi Tempur Serangan Frontal
Strategi tempur selanjutnya adalah serangan frontal. Serangan frontal tidak sama dengan serangan yang dilakukan dengan mendadak. Perang ini dilakukan setelah dua kerajaan sama-sama siap. Biasanya dua kerajaan akan bertemu di satu tempat dan melakukan peperangan setelah keduanya menyepakati adanya peperangan yang besar. Setelah ada bunyi tetabuhan atau suara terompet yang sangat keras, perang bisa dimulai.
Contoh peperangan frontal yang pernah terjadi di Jawa adalah perang dalam perebutan tahta kerajaan Mataram kuno. Saat itu, di abad ke-9 masehi Rakai Pikatan dan Rakai Walaing berperang habis-habisan. Contoh selanjutnya terjadi di abad ke-14 antara menantu Hayam Wuruk dengan Bhre Wirabumi yang sebenarnya anak Hayam Wuruk sendiri.
5. Strategi Wyuha yang Sangat Banyak dan Mematikan
Setidaknya ada dua kitab yang dijadikan acuhan untuk wyuha di Jawa. Pertama adalah kakawin Bharatayudha yang berisi 10 macam wyuha. Beberapa wyuha yang sangat terkenal adalah wukir sagara wyuha yang berarti membentuk pasukan seperti bukit dan samudra. Selanjutnya ada garuda wyuha yang memiliki bentuk seperti burung garuda. Selanjutnya ada kanannya wyuha yang bentuknya mirip dengan lingkaran tapi berlapis-lapis.
Selanjutnya ada karya sastra Kamandaka yang mengenal wyuha menjadi 8 macam. Rata-rata strategi wyuha-nya sama dengan kkawin Bharatayudha, hanya beda satu bagian saja. Adalah singha wyuha atau susunan pasukan berbentuk singa yang menjadi andalan dalam rujukan ini. Wyuha di atas hanyalah beberapa strategi standar saja. Selebihnya wyuha bisa dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Inilah lima fakta kedigdayaan wyuha yang dipakai oleh raja-raja di Jawa. Tanpa adanya strategi tempur ini, mungkin setiap kerajaan tak akan bisa bertahan dengan lama. Di era modern, wyuha telah bertransformasi menjadi lebih rumit karena telah menyangkut banyak sekali sektor-sektor penting.