Tagar #JusticeForAudrey sedang memanas di jagad media sosial. Berawal dari mencuatnya kasus penganiayaan oleh siswi-siswi SMA pada seorang siswi SMP yang berujung kekerasan seksual. Yang bikin amarah netizen makin menjadi adalah sejumlah kesaksian korban yang bikin ngilu. Bagaimana dia dibenturkan ke aspal, ditendang, hingga area kewanitaannya disiksa dan timbul pembengkakan. Ditilik dari penyebab awalnya sih sepele, asmara dan kecemburuan ABG. Jangan ngelus dada dulu, masih ada kasus yang lebih nyesek. Di tahun 2018 lalu, ada siswa SMP berinisial YA dikeroyok oleh dua temannya hingga mengalami gangguan saraf. Tapi untuk penyebabnya masih dirahasiakan hingga kini.
Kejadian di atas, termasuk konflik tawuran anak SMA yang gak pernah habis di Indonesia, mestinya sudah jadi alarm kalau perkelahian remaja negara ini sudah di tahap berbahaya. Emosi mereka seakan tak bisa dikendalikan sehingga berani lakukan hal yang sangat nekat. Dari sini, harus ada penanganan lebih supaya kemarahan tak berujung fatal. Lantas, bagaimana cara untuk menghindari emosi berlebih ketika ada masalah dengan kawan?
Teknologi chat yang ada saat ini, membuat kita jadi malas untuk bertemu seseorang. Sehingga apapun yang ingin dibicarakan, tinggal dijelaskan melalui chat dan bisa langsung terselesaikan. Tapi, hal ini enggak berlaku jika masalah yang didiskusikan lewat chat adalah kasus besar. Atau khususnya untuk para ciwi-ciwi yang selalu memperpanjang masalah dan berakhir dengan drama.
Sehingga itu bisa memicu pertengkaran yang seharusnya tak perlu terjadi. Alangkah baiknya untuk bertemu secara langsung ketika ada persoalan yang mengganjal di hati. Cara ini sangatlah efektif untuk menyelesaikan masalah lantaran semua dibahas secara jelas dan bisa dikupas tuntas macam acara silet.
Persoalan tetap ada meskipun sudah bertemu? Eits, jangan buru-buru pukul-pukulan atau jambak-jambakan dek adek. Kalian bisa menyelesaikan masalah dengan cara lain kok. Yaitu dengan meminta bantuan kepada pihak ketiga untuk selesaikan kasus kalian. Istilah kerennya sih mediator.
Ya, dengan bantuan mediator, kemungkinan besar masalah kalian bisa cepat teratasi. Sebab, mediator tidak akan memihak di antara kalian. Namun sebisa mungkin, untuk mencari mediator seperti ini diperlukan campur tangan dari orangtua masing-masing. Tujuannya supaya orangtua tahu titik permasalahannya dan juga akan lebih mudah mencari siapa yang pantas untuk menyelesaikan persoalan kalian. Kalau kesusahan untuk mencari mediator, kalian tak perlu gundah atau pun gelisah. Sahabat Boombastis bisa kok mengetuk pintu guru konseling atau senior yang kita percaya.
Setiap masalah memang tak semuanya mudah untuk diselesaikan dan bahkan dilupakan. Jadi, terkadang, walaupun sudah diselesaikan dengan mediator, masih ada ruang di hati yang tidak ikhlas dengan keputusannya. Akibatnya, mengharuskan kita untuk terpaksa menerima karena ada orangtua dan masalah dianggap selesai saat itu juga.
Bagi yang merasakan ini, kalian tak perlu khawatir. Cara terampuhnya adalah dengan selalu bersabar dan diam ketika bertemu dengan si lawan. Mungkin bagi beberapa orang hal ini susah untuk diterapkan. Tapi tak ada salahnya untuk dicoba karena demi menghindari gegabah jangka pendek berujung emosi dan pertengkaran. Apabila kalian sudah melakukan ini, wah dijamin pahalamu nambah banyak.
Remaja usia di bawah 18 tahun memang sering kali meniru apa yang sedang dilihatnya. Apalagi kalau konten tersebut berujung viral, mereka akan dengan bangga melakukannya suatu hari nanti. Padahal, enggak semua kejadian yang berakhir viral itu baik. Ada juga yang buruk dan terdapat unsur kekerasan di dalamnya.
Menjadi viral memang tidak ada salahnya, tapi kita perlu tahu kalau untuk jadi terkenal tak selalu lakukan hal negatif terlebih dulu. Tirulah konten-konten yang bermanfaat dan membangkitkan semangat kalian untuk menjadi lebih baik lagi. Misalnya mengikuti akun instagram Maudy Ayunda yang diterima oleh dua universitas ternama di dunia. Jadi, kalian bisa termotivasi untuk menjadi pintar seperti penyanyi lagu Perahu Kertas tersebut.
Sekolah juga memiliki peranan penting terhadap kasus kekerasan seperti ini. Sehingga perlu ada program untuk menghindari terjadinya peristiwa serupa dengan yang dialami oleh Audrey. Misalnya seperti diadakannya pelajaran tentang jenis emosi dan anti kekerasan. Tapi, hal ini juga perlu peranan dari para orangtua masing-masing juga. Sebab, jika orangtua tidak ikut mengajarkan tentang emosi dan kekerasan ini, maka para remaja akan mudah melupakannya.
Pelajaran ini sudah diterapkan di Norwegia yang merupakan negara terbahagia kedua di dunia. Hal tersebut diamini oleh rakyat twitter yang bertempat tinggal di Norwegia bernama @nigcrawl. Ia menjelaskan jika setiap sekolah di negara tersebut terdapat pendidikan tentang jenis emosi dan anti kekerasan. Bahkan, pelajaran ini sudah diberikan sejak berumur satu tahun. Alhasil, sampai sekarang tidak ada kasus tentang bully atau kekerasan fisik di negara itu.
BACA JUGA : 5 Alasan Kenapa Pelajar Indonesia Sudah di Ambang Kehancuran!
Nah adik-adik, teman-teman dan para saudari perempuanku, kalian begitu berharga dan penuh kasih sayang sejatinya. Janganlah urusan sepele merenggut nurani kita, Belajar dari kisah Audrey, mari banyak belajar mengenai emosi dan pengendalian diri. Yuk belajar mendewasakan diri mulai sekarang. Dan Jangan lupa suarakan pendapatmu supaya Audrey bisa mendapatkan keadilan di sini ya.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…