4. Tidak Ada Sistem “Pintar” dan “Bodoh”
Setelah anak usia 7 tahun masuk di sekolah di Finlandia, pihak sekolah tidak akan melakukan tes apapun. Tugas mereka hanyalah belajar, dan tidak ada label “pintar” atau “bodoh”. Semua anak akan diarahkan menurut minat dan bakatnya masing-masing tanpa adanya pemaksaan. Setelah enam tahun berada di sekolah, barulah diadakan tes resmi untuk mengukur kemampuan si anak. Tes tersebut hanya bertujuan mengukur kemampuan, bukan untuk memberi rangking 1 dan seterusnya. Sehingga, tidak ada anak yang merasa dirinya “gagal” karena mendapat nilai buruk di kelas. Semua yang mendapat hasil tes kurang baik, akan dibimbing lebih intens.
Di Indonesia, sadar atau tidak, kita sering menghancurkan kepercayaan diri seseorang dengan label “bodoh”. Anak yang mendapat ranking paling bawah dikelas sering kali dikucilkan temannya atau bahkan jadi minder dan menarik diri dari pergaulan. Anak seperti ini justru butuh lebih dibimbing, namun di Indonesia, siapa yang dapat ranking paling atas, itulah yang dijadikan “anak emas” oleh para guru. Sementara anak yang dapat ranking jelek, akan terlupakan atau bahkan dianggap tidak ada. Kita bahkan memiliki sebuah sistem yang membuat anak-anak dengan rangking jelek semakin minder yaitu “sistem tinggal kelas”. Anak yang tinggal kelas seringkali menjadi sasaran “bully” dan semakin terpuruklah dia.