Trenggiling, salah satu hewan langka yang dilindungi ini nasibnya sangat memprihatinkan. Hewan ini diburu secara ilegal hampir di seluruh Asia, bahkan dunia. Di Indonesia pun perburuan trenggiling sudah berlangsung sejak lama, dari rentang tahun 1990-an hingga sekarang. Perburuan ini dikarenakan sisik trenggiling disebut bisa menjadi obat dan juga sebagai bahan dasar sabu-sabu.
Di Indonesia, trenggiling tercatat sebagai hewan yang keberadaannya sudah terancam punah karena selalu diburu secara massive. Bukan satu atau dua kali pihak berwajib menangkap orang-orang yang memperjual-belikan trenggiling. Akan tetapi, tak ada efek jera, perburuan masih saja terus terjadi.
Perdagangan satwa liar membuat beberapa hewan masuk dalam daftar satwa yang terancam punah, salah satunya adalah trenggiling. Di beberapa daerah di Indonesia, populasi trenggiling terus berkurang setiap tahunnya. Di Kalimantan misalnya, berdasarkan data dari FNPF (Friends of The National Parks Foundation) selama kurun waktu 2018-2021, ada sekitar 60.642 ekor trenggiling yang berhasil diamankan dari perdagangan ilegal di Kalimantan.
Hal yang sama juga terjadi di Sumatra. Melansir Antaranews, setiap tahun ada ratusan bahkan ribuan ekor trenggiling yang dikembalikan ke alam liar karena ditangkap oleh orang-orang yang ingin menjualbelikan hewan ini. Saat ini, trenggiling berada di status kritis (critically endangered/CR) berdasarkan daftar merah lembaga konservasi dunia, IUCN.
Di Asia, ada 4 jenis trenggiling yang bisa ditemukan, yaitu Chinese Pangolin, Indian Pangolin, Philippine Pangolin, dan Sunda Pangolin (Manis Javanica). Sunda Pangolin ini adalah jenis yang paling banyak tersebar di Asia Tenggara. Keunikan hewan yang suka melingkar bak bola ini memang ada pada sisiknya.
Sisik trenggiling konon bisa dijadikan sebagai bahan obat hingga sabu-sabu. Hal ini, dikarenakan di dalam sisik trenggiling terdapat zat aktif analgesik yang bisa mengatasi rasa nyeri. Selain itu, terdapat juga partikel zat psikotropika jenis sabu (metamfetamin). Pada awal tahun 2021 lalu, seorang warga Rejosari, Wonosobo ditangkap akibat memperdagangkan sisik Trenggiling. Sang tersangka, Aryadi mengaku bahwa ia sudah tiga kali menjual sisik Trenggiling yang diakuinya sebagai bahan baku pembuat psikotropika jenis sabu-sabu. Berdasarkan penelusuran, diduga di dalam sisik Trenggiling tersebut terkandung zat aktif Tramadol HCl, partikel di dalam sabu-sabu.
Sisik trenggiling ini dijual ke pasar gelap dihitung per kilo. Satu kilogram sisiknya bisa dihargai Rp900.000 hingga Rp2,5 juta, bahkan ada yang laku dijual hingga Rp6 juta. Di pasar internasional, sisik trenggiling bisa mencapai USD265 hingga USD760 per kilogram (Rp3 juta-Rp10 juta).
Setiap satu trenggiling dewasa, berat sisiknya kurang lebih satu kilogram. Dengan nominal harga di atas, jelas saja banyak yang tergiur untuk memburu trenggiling dan menjualnya di pasar gelap.
Sisik trenggiling ini diekspor ke beberapa negara, seperti China dan Singapura. Di China, sisik trenggiling laku keras karena dianggap mujarab menyembuhkan berbagai jenis penyakit, seperti asma dan kanker. Kandungan keratinnya dipercaya bisa membantu memperbanyak air susu ibu (ASI). Tak heran kalau sisik trenggiling ini kemudian diramu menjadi obat tradisional. Padahal, belum ada penelitian ilmiah yang mendukung pernyataan ini.
Di Singapura, ada metode khusus untuk menyulap sisik Trenggiling menjadi obat psikotropika. Salah satu caranya adalah dengan sistem matriks atau mencampur homogen dengan bahan matriks etil selulosa. Cara ini merupakan langkah paling sederhana untuk membuat tablet lepas lambat. Pada sisik Trenggiling, kandungan matriks etis selulosanya sangat tinggi, dan tak larut dalam air. Pada tahun 2019 lalu, otoritas Singapura menyita sisik trenggiling sebanyak 14 ton (setara Rp547 miliar) dari Vietnam. Negara-negara yang menjadi pemasok sisik trenggiling ini adalah Nigeria, Myanmar, Kamerun, bahkan Indonesia yang merupakan pemasok paling banyak dengan tujuan China.
Karena merupakan aktivitas ilegal, para pedagang sisik trenggiling ini akan dijerat hukuman pidana paling lama 5 tahun penjara dengan denda Rp100 juta. Namun, hal ini tak membuat para penyelundup sisik trenggiling ini kapok. Ada berbagai cara yang mereka lakukan untuk bisa menjual sisik hewan ini ke pasar gelap.
Misalnya dengan melapisi boks penyimpanan sisik dengan lakban cokelat untuk mengelabuhi petugas. Selain itu, di ranah internasional, mobil-mobil kontainer yang membawa puluhan ton sisik ini ditulisi dengan berbagai tulisan seperti “daging beku” dan lain-lain. Perdagangan ilegal sisik trenggiling ini susah dilacak, butuh investigasi yang benar-benar jeli untuk bisa menemukan titik-titik rawan perdagangan.
BACA JUGA: 4 Alasan Mengapa Sisik Trenggiling Jadi Incaran Banyak Orang
Untuk mengatasi hal ini, langkah yang diambil oleh pihak FNPF (Friends of The National Parks Foundation) adalah terus memberikan edukasi kepada masyarakat kalau Trenggiling merupakan satwa yang tak boleh diburu. Hal ini karena Trenggiling sudah masuk dalam zona merah satwa yang terancam punah.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…