Belum selesai kasus tewasnya suporter Persija atau yang dikenal dengan nama The Jak yang diduga karena aksi represif aparat keamanan yang berjaga waktu itu, kembali dunia persepakbolaan Tanah Air berduka.
Pada tanggal 22 Mei 2016, seorang pendukung dari kesebelasan PSS Sleman bernama Stanislaus Gandhang Deswara meninggal dunia setelah terjadi bentrok dengan pendukung lainnya. Kedua suporter dari dua kubu berbeda tersebut seperti menjadi tumbal dicabutnya pembekuan PSSI oleh pemerintah beberapa waktu yang lalu.
Tentu saja, bentrokan antar-suporter ini bukanlah dikarenakan sentimen atau masalah pribadi, melainkan karena perseteruan dan rivalitas antara 2 kubu pendukung yang sama-sama memiliki jumlah besar di Indonesia. Berikut ini sekelumit sejarah perseteruan 2 kubu suporter di Indonesia.
1. The Jak – Viking
Memang tidak ada rekam sejarah pasti kapan awal mula perseteruan antara pendukung Persija Jakarta yang dikenal dengan nama The Jak dan suporter Persib Bandung yang dikenal dengan sebutan Viking ini. Namun, ada kabar yang mengatakan bahwa pada saat digelarnya Liga Indonesia 6 yaitu pada tahun 2000, ada sedikit gesekan yang tidak mengakibatkan kerusuhan saat laga Persija melawan Persib di Stadion Lebak Bulus, karena kedua kubu dapat saling menjaga diri.
Ketika ada lawatan ke Stadion Siliwangi Bandung, kelompok suporter Bandung yang dikenal dengan nama Bobotoh mulai melakukan aksi kurang simpatik terhadap The Jak. Bahkan sempat terjadi bentrok kecil ketika rombongan Bobotoh dan The Jak berpapasan.
Di saat yang lain, ketika Timnas Indonesia akan bertanding di Senayan, Viking berniat datang ke Jakarta untuk mendukung. Akan tetapi, mungkin dikarenakan masih dendam terhadap serangan di Bandung, rombongan Viking diserang sekelompok orang dari The Jak.
Hal tersebut kembali berulang ketika The Jak mendukung Persija saat melawat ke Cimahi melawan Persikab Kabupaten Bandung. Banyak anggota Viking bercampur dengan Bobotoh mulai melakukan penyerangan.
Dari situlah bibit permusuhan terus berkobar hingga puncaknya ketika ada sebuah acara kuis yang mendatangkan perwakilan dari beberapa kelompok suporter bola di Indonesia, termasuk The Jak dan Viking. Walaupun tidak pada tempatnya, suasana dalam studio sempat memanas dan terjadi bentrok saat acara berakhir di luar gedung.
2. Aremania vs Bonek
Seperti halnya The Jak dan Viking, perseteruan antara 2 basis suporter terbesar di Jawa Timur, Aremania (kelompok pendukung Arema) dan Bonek (kelompok pendukung Persebaya) tidak pernah diketahui awalnya. Kedua belah pihak selalu memiliki opini dan dasar sendiri mengenai awal terjadinya perseteruan ini.
Namun, sedikit menarik kesimpulan dari berbagai sumber, rivalitas antara dua kubu suporter ini dimulai bukan berawal dari kancah sepakbola, melainkan dari sifat tidak mau menjadi nomor 2 untuk wilayah Jawa Timur. Kedua kota ini selalu bersaing dalam segala hal untuk memperebutkan posisi teratas dan nomor satu se-Jawa Timur.
Banyak hal yang melandasi terjadinya perseteruan tersebut, seperti halnya saat konser Kantata Takwa yang dihelat di Stadion Tambaksari pada tahun 1990, penonton asal Malang lebih menguasai daerah depan panggung sembari meneriakan “Arema” (Arek Malang). Hal ini membuat tuan rumah menjadi emosi karena tidak dapat merangsek ke depan. Akhirnya tawuran tidak dapat terelakkan sampai melebar ke Stasiun Gubeng. Tawuran serupa terjadi saat konser Sepultura yang dihelat di tempat yang sama pada tahun 1992.
Hal lainnya adalah ketika Persebaya melakoni laga tandang melawan Persema di Stadion Gajayana Malang. Pada waktu itu Persema masih menjadi satu-satunya klub sepakbola asal Malang, sebelum Arema eksis. Banyak Bonek yang datang untuk mendukung Persebaya dan terlibat gesekan keras dengan warga Malang termasuk suporter Persema kala itu dan tawuran tidak dapat terelakkan.
Kejadian lain yang tak kalah memicu panas adalah datangnya suporter dari Malang yang waktu itu belum dikenal dengan nama Aremania ke Stadion Gelora 10 November, Tambasari, Surabaya untuk mendukung Arema pada tahun 1996-an. Bonek selaku tuan rumah menahan geram karena tidak dapat berbuat banyak karena suporter dari Malang mendapatkan pengawalan ketat dari pihak keamanan.
Hal itu juga tidak dapat dibalas oleh Bonek karena telah ada kesepakatan antara 2 belah kubu bersama pihak kepolisian pada tahun 1999 agar antara Aremania dan Bonek tidak ada yang boleh datang ketika tim kesebelasan mereka berlaga di kota Malang atau Surabaya.
3. Brajamusti vs Slemania (BCS X PSS)
Secara sejarah, antara Yogyakarta dan Kabupaten Sleman tidak memiliki konflik karena berada dalam satu klan Mataraman atau merupakan bekas kekuasaan Kerajaan Mataram. Namun dalam urusan sepakbola, pendukung dari PSIM Yogyakarta yaitu Brajamusti atau Brajat Jogja Mataram utama Sejati dengan PSS Sleman yang memiliki pendukung bernama Slemania serta kelompok ultrasnya yang bernama BCS X PSS, keduanya tidak pernah akur.
Rivalitas antara kedua kubu ini dapat diibaratkan seperti laga derby AC Milan dan Inter Milan karena masih dalam ‘satu rumpun’ dan jaraknya yang berdekatan. Namun seperti yang terjadi di Jawa Timur, antara Aremania dan Bonek, perseteruan antara PSIM dan PSS Sleman dilandasi dengan ketidakinginan untuk menjadi yang kedua di D.I Yogyakarta. Keduanya ingin menjadi barometer sepak bola di DIY yang mana akhirnya diikuti oleh perseteruan antara kedua kubu suporternya.
Kerusuhan yang mempertemukan antara Brajamusti dan Slemania (BCS X PSS) tidak pernah habis untuk dibahas. Bahkan perseteruan dan persaingan antara keduanya pun sangat jelas terlihat di daerah masing-masing. Banyak coretan-coretan di tembok dengan nada hujatan yang dilakukan keduanya.
Pada tahun 2014 dan 2015 lalu, pernah terjadi kerusuhan besar antara kedua belah kubu yang mengakibatkan korban baik fisik maupun kendaraan. Bahkan serangan yang dilakukan tidak hanya melibatkan antara kubu suporter saja, melainkan ada bantuan dari warga yang kebetulan berseberangan dengan kubu suporter lain.
Lantas bagaimana dengan Bonek vs The Jak atau juga Aremania vs Viking? Menurut pakar sepakbola Tanah Air, pada dasarnya kedua kudu tersebut tidak memiliki rekam jejak perseteruan, hanya saja karena faktor ‘persaudaraan’ maka keduanya terlibat konflik yang semakin rumit.