Bertubuh tinggi besar, berkulit putih atau setidaknya bukan sawo matang, berhidung mancung dan mayoritas berambut blonde, tentu akan langsung tergambar dalam otak adalah orang dari negara Eropa dan sekitarnya atau dari benua Amerika serta sekitaran Australia, bukan?
Bagi bangsa Romawi kuno atau juga orang-orang Jerman pada umumnya, keturunan mereka yang memiliki karakteristik seperti disebut di atas adalah masuk dalam Suku Bangsa Arya atau salah astu yang masuk dalam ras Kaukasoid dan merasa lebih unggul dibandingkan dengan orang-orang yang berasal dari ras Mongoloid atau Negroid. Dan, khususnya di Indonesia, para pendatang asing seperti ini lebih dikenal dengan nama bule.
Lantas kenapa mereka dipanggil atau dikenal dengan istilah bule daripada harus menyebutnya sebagai pendatang atau orang asing? Well, di samping karena menggunakan istilah orang asing masih terlalu formal dan tidak efektif dalam penyebutannya, bule lebih banyak digunakan karena simple, mudah diingat dan tersemat untuk orang-orang yang memiliki karakteristik tubuh seperti itu.
Penasaran dengan bahasan mengenai bule ini? Yuk, simak beberapa informasi terkait hal tersebut.
Sejarah kata
Kata bule berasal dari kata bulai atau istilah untuk menyebut orang yang memiliki kelainan kulit yang dikarenakan kurangnya zat pigmen dalam kulit atau dalam bahasa umum disebut albino. Akan tetapi, terjadi perubahan makna ketika istilah ini ikut mengarungi waktu yang mana awalnya digunakan untuk menyebut orang albino, akhirnya digunakan sebagai istilah menyebut orang yang memiliki kulit putih, bertubuh tinggi besar, berhidung mancung dan berambut pirang.
Perubahan kata dari bulai menjadi bule sendiri juga digunakan sebagai penyederhana saja karena pada dasarnya masyarakat di Indonesia akan lebih mudah melafalkan suatu kata atau istilah asing dengan cara menyesuaikan cara ucapnya masing-masing.
Rasis
Banyak orang asing yang pada khususnya para ekspatriat atau orang-orang dari negara lain yang bekerja dan tinggal di Indonesia keberatan bahkan menganggap sebutan bule terhadap dirinya tersebut adalah suatu hal yang rasis, seperti contohnya penggunaan kata negro untuk orang berkulit hitam atau cina untuk orang yang berwajah oriental dan sebagainya.
Tidak sedikit orang asing merasa tersinggung ketika mendengar atau dipanggil dengan sebutan bule karena mereka akan merasa seperti dilecehkan dan disetarakan dengan orang-orang albino pada umumnya.
Salah kaprah penggolongan bule
Jika menganggap bahwa orang asing layak dipanggil atau disebut bule, maka bagaimana dengan turis yang datang dari negara-negara selain Eropa atau Amerika Serikat lainnya? Seperti yang Anda ketahui, ada banyak ekspatriat sampai dengan wisatawan yang datang ke Indonesia tidak hanya datang dari Eropa dan Amerika Serikat saja, melainkan dari seluruh dunia, seperti dari Jepang, Tiongkok, Benua Afrika sampai dengan Timur Tengah, akan tetapi uniknya, mereka tidak mendapatkan sematan nama bule.
Ternyata sebutan nama bule ini hanyalah diperuntukkan khusus bagi orang-orang orang yang memiliki kulit putih, bertubuh tinggi besar, berhidung mancung dan berambut pirang, sedangkan orang-orang yang yang berasal dari Asia ataupun Timur Tengah tidak dapat disebut dengan istilah bule, padahal tidak sedikit orang-orang Timur Tengah yang memiliki karakteristik tubuh hampir mirip dengan orang-orang Eropa.
Bahkan, sekarang ini tidak sedikit ada pengembangan dari istilah bule yang awalnya hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki kulit putih, bertubuh tinggi besar, berhidung mancung dan berambut pirang saja, melainkan ke orang-orang berkulit hitam tetapi secara postur lebih besar dan berbeda dengan kebanyakan orang Asia pada umumnya. Orang asing berkulit hitam ada yang menyebutnya dengan istilah, “bule negro” atau “bule afrika,” padahal tidak semua orang dari benua afrika berkulit hitam.
Bule di antara kebanggaan dan isu rasial
Memang ada banyak orang asing yang tidak mempermasalahkan panggilan bule tersemat terhadap dirinya, karena mereka ini menganggap bahwa hal tersebut hanyalah sebatas istilah untuk menyebutkan golongan tertentu saja, akan tetapi ada pula yang merasa keberatan dan menganggapnya sesuatu yang bernada rasis, seperti halnya penyematan kata indon untuk orang Indonesia, negro untuk orang-orang berkulit hitam dan lain sebagainya.
Akan tetapi, ketika banyak orang asing yang keberatan akan penyematan kata bule untuk mereka, tidak sedikit orang lokal atau orang Indonesia sendiri yang merasa bangga dengan penyematan kata bule untuk dirinya, seperti contohnya;
“Dia cantik/ganteng seperti bule,” Tubuhnya tinggi jangkung dan besar, berkulit putih seperti seorang bule yang sedang berjalan-jalan di Indonesia” atau bahkan digunakan sebagai penyebutan hewan yang memiliki kulit putih mulus, kebo bule, contohnya.
Menjadi sesuatu yang unik dan lucu bukan, jika orang lokal justru suka dipanggil atau mendapatkan embel-embel bule, sedangkan orang asing sendiri keberatan akan istilah tersebut terhadap dirinya.
Mau suka atau tidak, penyematan istilah tersebut tentunya akan sulit dihilangkan dalam masyarakat Indonesia karena sudah tercetak secara paten dari generasi ke generasi. Bagi yang mendapatkan sematan tersebut juga tidak dapat melakukan protes karena mereka hidup dan tinggal di negara yang sangat kompleks. Dan satu hal yang patut dicermati adalah putih bukanlah ras, akan tetapi hanyalah jenis warna kulit manusia saja.