Kasih sayang kedua orang tua tak akan pernah pudar. Kecintaan keduanya terhadap buah hati mereka akan senantiasa tercurah sepanjang masa. Tak peduli apapun yang terjadi. Hanya saja, apa jadinya jika buah hati mereka memiliki suatu penyakit langka yang memaksa dokter harus memvonis bahwa usianya tak lama lagi serta semua kemungkinan untuk menyelamatkannya telah mereka upayakan dan hasilnya tetap nihil?
Peristiwa yang menyayat hati ini ternyata nyata adanya dan dialami oleh sepasang suami istri di negara Cina. Mereka harus menerima fakta bahwa putri kesayangan mereka mengidap sebuah penyakit yang membuatnya tak akan berusia panjang jika tak mendapat perawatan medis secara kontinyu. Menyadari semua harta mereka telah habis untuk pengobatannya, mereka pun menggali kuburan untuk putri mereka. Loh, kok? Bukannya putrinya masih hidup? Simak kisah selengkapnya di bawah ini!
Zhang Liyong, seorang ayah asal Cina, membawa putri kecilnya yang tengah sekarat akibat mengidap penyakit langka untuk “bermain” di dalam makam setiap harinya. Sehingga apabila hari itu datang, hari di mana ayah beserta ibunya harus terpaksa mengantar kepergiannya, ia akan terbiasa dan tak lagi takut dengan “tempat peristirahatannya.”
Zhang Liyong bukan siapa-siapa. Ia hanyalah seorang petani biasa yang berkediaman di provinsi Sichuan, Cina. Pun tak ada yang istimewa dengan kehidupan mereka. Sama halnya dengan di negeri kita, kehidupan petani di sana juga tak menentu dan cenderung berpenghasilan kecil. Pendapatan yang mereka peroleh setiap bulannya hanya berkisar Rp5 jutaan. Itupun sudah diakumulasikan dengan pendapatan istrinya sebagai buruh pabrik. Jumlah yang pas-pasan untuk ukuran sebuah keluarga kecil.
Namun, miris. Dengan kondisi finansial mereka yang tak menentu seperti itu, anak pertama mereka yang bernama Zhang Xin Lei, harus terlahir dengan mengidap sebuah penyakit kelainan kondisi darah yang langka bernama Thalassemia. Penyakit yang dialami Xin Lei sejak berusia dua bulan ini, diakibatkan oleh faktor genetika dan menyebabkan protein yang ada di dalam sel darah merahnya tak lagi berfungsi secara normal.
Jika tak mendapat perawatan yang serius dan intensif, dokter mengatakan bahwa nyawa anaknya, Zhang Xin Lei, bisa saja tak terselamatkan. Layaknya sepasang orang tua yang begitu menyayangi buah hatinya, Zhang dan istrinya, Deng Min, melakukan berbagai upaya, yang mereka tahu, yang mereka mampu, untuk menyelamatkan putri semata wayang mereka.
Untuk menanggulangi penyakit tersebut, diperlukan perawatan seumur hidup dan, tentunya, biaya yang luar biasa banyak. Diketahui bahwa keduanya telah menghabiskan sebanyak 100 ribu yuan lebih atau sekitar Rp190 jutaan untuk membiayai semua perawatan yang wajib mereka tebus. Barangkali bagi sebagian orang itu adalah jumlah yang sedikit. Tapi, bagi keluarga kecil sepeti Zhang Liyong? Biaya pengobatan untuk uang sebanyak itu sudah sangat mencekik mereka.
Terlebih jumlah tersebut bukan hanya milik mereka saja. Separuhnya berasal dari kerabat dan orang-orang terdekat yang mereka kenal. Namun, sayang, kini mereka tak lagi mampu meminjamkan uang tambahan demi pengobatan Xin Lei. Mengetahui uang adalah satu-satunya jalan untuk menyelamatkan putrinya, dan mereka sadar bahwa mereka sudah tak lagi memilikinya sedikit pun, keduanya pun kini hanya bisa pasrah.
Terbelenggu rasa putus asa dan kesedihan yang mendalam, maka di benak mereka muncul sebuah gagasan yang mungkin saja dianggap gila oleh sebagian orang. Ayahnya menggali sepetak tanah untuk kemudian menjadi “wahana bermain” Xin Lei. Setiap harinya, sang ayah membawa Xin Lei ke tempat ini untuk menemaninya.
Tak ada niatan buruk sama sekali. Mereka sudah benar-benar tak tahu lagi mesti berbuat apa. Semua tabungan telah habis. Utang mereka pun masih menumpuk dan menunggu untuk dilunasi. Mereka hanya ingin agar Xin Lei terbiasa dengan tempat sempit ini dan berani menghadapi jika sewaktu-waktu Tuhan menjemput dirinya.
Tak semua orang setuju dengan usaha yang dilakukan oleh kedua orang tua tersebut. Beberapa di antaranya menyayangkan kenapa Liyong mesti menggali kubur dan menemani Xin Lei di dalamnya seolah-olah harapan untuk kesembuhan sudah pupus. Hal itu mereka nilai malah akan semakin memperparah kesehatan mental sang anak.
Ditambah lagi sang ibu yang ternyata tengah mengandung anak kedua. Awalnya hal ini dilakukan supaya calon adik Xin Lei ini dapat mensuplai kebutuhan darah kakaknya yang kebetulan berbeda dengan golongan darah milik ayah ibunya. Tapi hal ini pun urung dilakukan karena biaya transplantasi darah juga tak sedikit. Lagipula ada kemungkinan bayi ini mengidap penyakit serupa, seperti kakanya, Xin Lei. Sehingga saat ini mereka hanya bisa pasrah sembari menunggu uluran tangan para dermawan.
Begitulah kisah memprihatinkan yang dialami oleh keluarga kecil di negeri Cina ini. Kita sebagai pembaca, jika memang tak mampu memberi bantuan yang nyata, alangkah baiknya tak perlu ikut mengkritisi langkah yang ditempuh oleh pasangan tersebut. Jika kita berada di posisi mereka saat ini, belum tentu kita akan tegar menghadapi kenyataan tersebut. Siapa tahu kita malah akan melakukan hal yang lebih gila daripada sekadar menggali kuburan dan menemani anak kita yang masih hidup di dalamnya. Sehingga, satu-satunya hal bijak yang bisa kita lakukan adalah mendoakan yang terbaik bagi mereka.
Akhirnya kejadian, seorang petugas pemadam kebakaran Depok gugur ketika melakukan tugasnya. Dia adalah Martin Panjaitan,…
Menjelang pemilu yang semakin dekat, sejumlah daerah mengadakan debat calon kepala daerah untuk memperkenalkan visi…
Kasus penahanan seorang guru bernama Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menjadi sorotan publik. Perempuan…
Solo yang dikenal dengan kota yang tenang, baru-baru ini terdapat kejadian yang menghebohkan. Kota Solo…
Fomo (fear of missing out) adalah rasa takut ketinggalan akan sesuatu hal yang sedang tren.…
Drama Korea sering kali memberikan kisah-kisah yang tak hanya menghibur, tetapi juga memberikan pelajaran hidup…