Indonesia sebagai negara multikultural membawa dampak yang cukup beragam pada warganya. Salah satunya adalah profesi yang digeluti oleh masing-masing individu. Tidak melulu satu profesi yang diunggulkan di negara ini, yang lainnya pun memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pendidikan yang dibuka untuk menunjang profesi-profesi tersebut juga beragam.
Salah satu profesi yang “agak” menjadi sorotan kali ini adalah pilot. Kebanyakan dari para penerbang pesawat itu luntang lantung memboyong nasibnya sekarang. Pasalnya empat tahun lalu, Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Perhubungan mengumumkan soal kurangnya pilot di negeri ini. Namun, sekarang keadaan malah menjadi terbalik. Kira-kira bagaimana nasib para pilot ini sekarang?
Mulai dari Berbisnis Hingga Gaji yang Kurang Mumpuni
Keadaan beberapa pilot lulusan Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia (STPI) ataupun sekolah swasta agaknya memprihatinkan sekarang. Dilansir dari tirto.id beberapa dari mereka berhasil diwawancara dan menyampaikan keterangan yang agak mengiris hati. Awal mula mereka mengambil langkah untuk menimba ilmu di sekolah penerbangan adalah woro-woro dari pemerintah bahwa Indonesia sedang kekurangan pilot.
Merasa memiliki masa depan yang cukup menguntungkan, sebagian besar dari mereka mendaftar dan berhasil menginjakkan kaki di sekolah tersebut. Namun, setelah lulus ternyata banyak dari mereka yang ditolak beberapa maskapai dengan alasan Indonesia sedang kebanjiran pilot pemula atau lebih dikenal dengan istilah penerbang ab intio. Alhasil, salah satu dari mereka ada yang membuka bisnis sambil menunggu panggilan dari perusahaan, yang lainnya berusaha settle di sebuah maskapai meski gaji yang diterima tidak sebanding.
500 Juta Diambil dari Kantong Orang Tua Demi Menerbangkan Pesawat
Sudah bukan hal yang jarang diketahui orang, biaya untuk sekolah pilot memang terbilang cukup merogoh kocek. Mulai dari 500 juta hingga 1 miliar akan rela dikeluarkan oleh orang tua demi menunjuang pendidikan anaknya. Salah satu pilot lulusan sekolah penerbangan yang sekarang bekerja di sebuah maskapai dalam negeri menyatakan dirinya telah mengeluarkan nominal 1 miliar untuk pendidikannya tersebut.
Meski sudah menjadi pilot di sebuah maskapai, gaji yang didapat tidak sebanding dengan biaya yang ia keluarkan selama menempuh pendidikan. Dengan berbekal Rp. 7.000.000 per bulan, ia harus tetap bertahan demi menambah jam terbang agar tidak kalah saing dengan pilot lulusan sekolah penerbangan dari luar negeri.
Kebutuhan dan Ketersediaan Tidak Seimbang
Memang benar 4 tahun lalu Indonesia sedang kekurangan pilot, tetapi hal tersebut dinyatakan bebarengan dengan tiga maskapai dalam negeri yang sudah tidak beroperasi lagi, yaitu Adam Air, Batavia Air, dan Merpati Nusantara Airlines. Banyaknya pelajar yang masuk dalam sekolah pilot tidak dibendung dan terus bertambah. Lisensi untuk mendirikan sekolah-sekolah penerbangan pun diberikan oleh Pemerintah. Alhasil, ketersediaan pilot di Indonesia berat sebelah dengan kebutuhannya.
Rata-rata satu maskapai ketika membuka lowongan pekerjaan hanya membutuhkan 10 orang. Sedangkan pada tahun yang sama bisa dibayangkan, kan berapa jumlah pelajar yang lulus dari beberapa sekolah penerbangan di Indonesia. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Ketua Ikatan Pilot Indonesia bahwa pemerintah “belum sepenuhnya” membuat proteksi agar kebutuhan dan ketersediaan pilot di Indonesia seimbang.
“Pilot Kita Maunya Langsung Naik Jet” Curhatan Menhub Budi Karya Sumadi
Melihat dari sudut pandang lain, Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi juga bisa melihat kondisi 1.200 pilot pemula yang nasibnya terlantar. Menurutnya, para calon pilot itu minim kompetensi sehingga banyak perusahaan maskapai yang belum bisa merekrut mereka menjadi bagiannya. Ingin instan tanpa berproses, Menhub Budi juga menyatakan bahwa kebanyakan pilot Indonesia tidak mau mulai dari proses awal, semisal menerbangkan pesawat baling-baling ke Papua, namun malah ingin langsung mengemudikan Boeing 737.
Di balik itu semua, Menhub Budi juga merencanakan siasat-siasat agar bisa mengatasi masalah ini. Ia menyatakan bahwa akan segera melakukan memoraturium terkait sistematika penerimaan calon siswa di sekolah penerbangan. Salah satunya, harus merupakan seorang sarjana atau diploma IV. Ia juga akan membatasi usia pesawat latih guna menekan jumlah siswa yang akan masuk ke dalam sekolah penerbangan agar menjadi seimbang.
Jadi ikut pusing deh mikirin nasib para calon pilot ini. Semoga memoraturium dari Pemerintah bisa segera keluar dan bisa membalikkan keadaan antara kebutuhan dan ketersediaan para pilot menjadi seimbang. Sehingga, tidak ada lagi pilot dengan ijazah sekolah penerbangan yang malah berbisnis dan menganggurkan ijazahnya.