Indonesia yang memiliki banyak sekali daerah yang kerap menyelenggarakan aneka festival adat dan budaya. Berbeda wilayahnya, berbeda pula jenis festivalnya, misalnya saja Madura dengan Festival Karapan Sapi, ada juga Festival Rambu Solo yang diadakan di Sulawesi Selatan, bahkan di Nusa Tenggara Timur kita bisa melihat perayaan Festival Danau Kelimutu.
Tahukah kalian bahwa ada banyak festival yang diselenggarakan di Indonesia ternyata tak lepas dari ritual atau upacara mistis. Salah satunya adalah Ritual Menjamu Benua yang selalu dilaksanakan oleh masyarakat Kutai sebelum menyelenggarakan Festival Erau yang berdekatan dengan hari jadi Tenggarong.
Seperti apa Menjamu Benua itu?
Ritual Menjamu Benua tak lain adalah sebuah sarana yang digunakan masyarakat Kutai untuk memberitahu alam gaib bahwa sultan mereka sudah memutuskan untuk menyelenggarakan Festival Erau dan juga telah menentukan kapan pelaksanaannya. Tujuan dari ritual ini adalah memohon keselamatan dan kelancaran selama acara berlangsung. Dengan adanya Menjamu Benua, masyarakat berharap agar mahluk halus tidak mengganggu saat penyelenggaraan acara.
Ritual yang Didamping Banyak Dukun
Ritual tahunan masyarakat Kutai ini biasanya dilakukan oleh rombongan yang beranggotakan 7 dewa (dukun wanita), 7 belian (dukun pria), 7 orang pangkon bini dan juga 7 orang pangkon laki. Juga ada penabuh gendang dan pemain gamelan yang akan mengiringi sepanjang prosesi ritual Menjamu Benua.
Bagaimana ritual dilakukan?
Semua rombongan tersebut akan membawa sesajen yang diletakkan di tiga titik, antara lain di Kepala Benua (titik paling utara atau hulu dari Tenggarong), Tengah Benua (depan keraton yang merupakan simbol pusat wilayah Tenggarong), dan di Buntut Benua (sisi paling selatan atau hilir dari wilayah Tenggarong). Adapun isi dari sesajen yang dibawa adalah aneka jajanan pasar (terdiri dari 41 jenis kue basah), nasi tambak, nasi ragi, ayam panggang, mandau, air minum, serta peduduk.
Proses Pelaksanaan Ritual yang Sarat Kesakralan
Kegiatan dimulai dari kediaman sultan di mana rombongan memohon restu darinya untuk mulai melaksanakan Menjamu Benua. Barulah kemudian mereka semua berangkat ke tiga titik yang sebelumnya telah ditentukan. Sesampainya di setiap lokasi, sesajen akan diletakkan di tempat yang sebelumnya telah ditentukan.
Setelah semua sesajen siap di tempat masing-masing, dewa akan menghadap ke Sungai Mahakam untuk melakukan pembacaan mantra (memang) dan membaca doa sambil menebar beras, bunga, dan lain-lain (besawai). Kemudian semua rombongan akan menuju Tengah Benua dan Buntut Benua untuk kembali melakukan ritual serupa. Seusai diadakannya kegiatan di tiga titik ini, rombongan kembali menuju kediaman sultan untuk melaporkan ritual telah selesai.
Ritual warisan nenek moyang di Indonesia memang sebagian besar masih sangat kental kebudayaannya. Percaya tidak percaya sih dengan mantra-mantra, perdukunan dan makhluk gaib, tapi memang hal masyarakat tradisional sebagian besar memegang teguh akan hal ini. Positifnya, hal ini jadi ciri khas yang memperkaya khasanah keberagaman di negeri ini.