Ketika peristiwa G30S/PKI meletus, nama Resimen Cakrabirawa disebut-sebut sebagai pasukan yang melakukan penculikan dan pembunuhan pada keenam Jenderal TNI AD. Mereka dikatakan telah melakukan penyiksaan keji dan pembunuhan para jenderal di daerah Lubang Buaya, Jakarta.
Meski kabar ini begitu santer, tapi sampai detik ini kabar mengenai keterlibatan Resimen Cakrabirawa masih menimbulkan perdebatan. Hal ini muncul setelah beberapa fakta mengenai resimen ini berhasil diungkap. Berikut mengenai beberapa hal mengenai Resimen Cakrabirawa termasuk dugaan keterlibatannya pada peristiwa G30S/PKI
1. Dibentuk untuk Mengamankan Presiden Soekarno
Presiden Soekarno beberapa kali tercatat mengalami percobaan pembunuhan oleh beberapa oknum. Hal ini membuat Panglima TNI saat itu, Jendral A.H Nasution, mengusulkan untuk dibentuknya pasukan khusus pengawal Presiden untuk melindungi sang kepala negara.
Usul ini disetujui oleh Presiden Soekarno yang kemudian membentuk pasukan pengawal itu dengan nama Resimen Tjakrabirawa (Cakrabirawa) pada 1962. Nama Cakrabirawa sendiri diambil dari nama senjata pamungkas milik salah satu tokoh pewayangan, Batara Kresna.
2. Seleksi Anggota Resimen
Setelah dibentuk, beberapa orang dari TNI Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut, serta kepolisian ditunjuk menjadi bagian dari resimen ini. Sebut saja Brigjend TNI Sabur sebagai Komandan Resimen, Kolonel Maulwi Saelan sebagai Wakil Komandan, Letkol Untung sebagai Komandan Batalyon, dan masih ada beberapa lagi lainnya.
Penggunaan seragam dan tugas resimen Cakrabirawa juga tertulis dalam Surat Keputusan Presiden Nomor 262/PLT/1962 tanggal 13 Agustus 1962 dan Surat Keputusan Presiden Nomor 010/PLT/1963 tanggal 6 Februari 1963. Tujuan dibentuknya resimen ini adalah untuk mengawal dan melindungi Presiden Soekarno dan keluarganya dari serangan oknum-oknum yang tak bertanggung jawab.
3. Anggota Resimen Melakukan Perbuatan Keji
Pada peristiwa G30S/PKI, resimen ini disebut-sebut sebagai pelaku penculikan dan pembunuhan ketujuh jenderal yang ternyata hanya 6 jenderal TNI AD (Jenderal A.H Nasution berhasil kabur). Faktanya, tidak semua anggota resimen melakukan tindakan keji tersebut, hanya beberapa orang saja. Namun akibat ulah sebagian anggota inilah, anggota lainnya jadi ikut terkena dampaknya.
Beberapa anggota Cakrabirawa yang terbukti terlibat dalam peristiwa ini dijatuhi hukuman mati, salah satunya adalah Letkol Untung. Sedangkan sebagian lainnya seperti Brigjend TNI Sabur, Kolonel Maulwi Saelan, Letnan Kolonel (Pol) Mangil Martowidjojo, Letkol Soeprapto, Letkol Infantri Ali Ebram, harus merasakan dinginnya jeruji besi selama beberapa tahun. Bahkan ada yang harus mendekam dipenjara selama Soeharto berkuasa yaitu 32 tahun.
4. Peyelidikan Bergulir Hingga Beberapa Tahun
Penyelidikan kasus penculikan dan pembunuhan ketujuh Jenderal TNI AD ini terus bergulir hingga beberapa tahun sesudahnya. Namun banyak kejanggalan terjadi, seperti pernyataan Letkol (KKo) Bambang Setijono Widjanarko, salah satu ajudan pribadi Bung Karno yang tertulis dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dalam BAP tersebut dikatakan jika Presiden Soekarno mengetahui persis tentang rencana penculikan ketujuh Jenderal ini.
Namun semua itu dibantah oleh Kolonel Maulwi Saelan yang mengatakan jika Presiden bersama dengannya di malam penculikan tersebut. Anehnya lagi, pemeriksaan pada Bambang baru dilakukan pada akhir tahun 1970 di mana Presiden Soekarno telah wafat pada Juni 1970. Hal ini menyebabkan spekulasi bahwa keterlambatan ini dilakukan agar pernyataan Bambang tidak dapat dikonfrontir oleh Presiden Soekarno.
5. Kesaksian Tersangka yang Menculik
Kesaksian beberapa orang yang melakukan penculikan pada ketujuh Jenderal membuka fakta lain. Mereka menyatakan bahwa sebelum menculik para Jenderal, mereka dikumpulkan dan diberi arahan oleh Letnan Satu Doel Arif (Komandan Resimen Tjakrabirawa) atas perintah Mayjend Soeharto. Soeharto mengatakan jika ketujuh Jenderal itu adalah Dewan jenderal yang akan menggulingkan kekuasaan Soekarno dan membunuhnya.
Beberapa pasukan lain yang terlibat dalam kasus penculikan ini mengatakan bahwa Mayjend Soeharto meminta mereka menjemput para Jenderal untuk menghadap Presiden karena kondisi genting. Para mantan pasukan Cakrabirawa ini juga menambahkan jika mereka hanya menjalankan perintah untuk menjemput para Jenderal hidup atau mati, bahkan sebagian dari mereka mengatakan hanya menjemput dalam keadaan hidup dan terkejut saat mengetahui para Jenderal tersebut dibunuh.
6. Mantan Resimen Cakrabirawa Angkat Bicara
Soal penyiksaan kepada para Jenderal yang diculik tersebut, para mantan pasukan Cakrabirawa ini mengatakan jika mereka tak melihat adanya tindakan tersebut. Hal ini juga didukung dengan hasil otopsi dan visum terhadap ketujuh Jenderal yang dilakukan oleh kelima dokter. Dari hasil otopsi tersebut tidak ditemukan adanya pencungkilan bola mata maupun sayatan pada tubuh jenderal. Para dokter juga tidak menemukan adanya pemotongan pada alat vital salah satu jenderal seperti cerita yang berkembang selama ini.
Keterlibatan organisasi pemuda dan Gerwani dalam pembunuhan ketujuh Jenderal juga disangkal oleh para mantan pasukan Cakrabirawa yang terlibat aksi penculikan ini. “Kami tak melihat organisasi lain selain anggota Cakrabirawa dan beberapa pasukan asing, tapi mereka bukan dari Organisasi Pemuda atau pun Gerwani. Kami juga tak melihat adanya pesta harum bunga seperti yang dibicarakan orang-orang” ucap Buntoro mantan prajurit di bawah komando Letkol Untung.
Inilah sekelumit kisah dari G30S/PKI. Benar atau tidak, sampai sekarang masih belum menemukan titik jelas. Saat rezim Soeharto resimen ini dibubarkan dan diganti dengan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres)