Badan kesehatan dunia, WHO, memprediksi angka 450 juta sebagai jumlah manusia di seluruh dunia yang menderita penyakit mental. Angka tersebut mencakup berbagai tingkat penyakit, dari yang rendah (semisal cemas dan depresi), sedang, hingga akut (semisal skizofrenia). Sedangkan, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar dari Kementerian Kesehatan pada tahun 2013, di Indonesia sendiri ada 14 juta jiwa yang diperkirakan menyandang disabilitas psikososial.
Dari jumlah tersebut, diperkirakan saat ini masih ada sekitar 18 ribu orang yang dipasung, baik itu di rumah sakit jiwa, yayasan sosial, hingga di rumah masing-masing. Seperti kisah pemasungan remaja di Bandung bernama Yusuf yang dikurung oleh orang tuanya selama lebih dari tujuh tahun. Mari kita simak kisah selengkapnya.
Kisah miris ini mengisahkan seorang remaja yang baru saja menginjak usia 15 tahun pada bulan Mei kemarin dan tinggal di Kelurahan Mekarwangi, Kecamatan Bojongloa Kidul, Bandung. Ketika teman-teman sebayanya sibuk mengenyam pendidikan di bangku SMP, Yusuf justru harus dikurung dalam sebuah kamar sempit berpintu terali besi di rumahnya.
Bukannya tak punya hati, kedua orang tuanya yang bernama Aat Nurjaman (35) dan Ratnasari (38) mengaku terpaksa menempuh metode tak manusiawi ini lantaran anak sulungnya tersebut menderita gangguan mental yang membuatnya kerap mengamuk ketika bergaul dengan teman-temannya.
Teman-teman Yusuf banyak yang melapor bahwa mereka kerap dijambak, dipukuli, hingga digigit olehnya. Bahkan, pak Aat dan bu Ratna juga tak luput mendapat amukan serupa dari anaknya tersebut.
Keadaan Yusuf sendiri saat ini sangat mengkhawatirkan. Ia hanya menatap tamu yang datang dengan tatapan kosong. Jika sedang kumat, tak jarang anak tersebut menendang pintu besi tersebut dan berteriak-teriak tak karuan. Makanan yang telah susah-susah dibuat oleh ibunya juga sering dilempar.
Jika sudah begitu, ibunya langsung memutarkan alunan musik dangdut. Uniknya, Yusuf mendadak tenang dan tak jarang pula langsung ikut bergoyang dan berdendang mengikuti irama ketika musik tersebut dimainkan. Ternyata, Yusuf memang sangat menggemari musik dangdut.
Bu Ratnasari menuturkan, gejala penyakit ini sudah tampak ketika Yusuf genap berusia 2,5 tahun. Yusuf, yang kala itu mendadak kejang-kejang, langsung dibawa ke Rumah Sakit Kebon Jati Bandung. Yusuf bahkan sempat koma selama 1,5 bulan usai mendapat perawatan.
Karena keterbatasan biaya dan atas saran sang dokter yang yakin bahwa Yusuf akan kembali sembuh dalam waktu yang tak lama, orang tuanya diminta untuk berobat jalan dan terpaksa membawa pulang Yusuf dalam keadaan koma.
Nahas, usai bangun dari koma, anaknya menjelma menjadi bocah yang agresif dan ringan tangan. Kemudian, seperti yang telah kita duga, laporan pemukulan atau penjambakkan oleh Yusuf kepada teman-temannya mengalir deras setiap harinya.
Berbagai cara telah ditempuh oleh kedua pasangan tersebut untuk mengembalikan anaknya seperti sedia kala. Mulai dari pengobatan medis hingga pengobatan terapis. Namun, hasilnya nihil.
Seperti misalnya upaya penyembuhan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin. Entah kenapa para dokter yang ada di sana tak ada yang memberinya perawatan ekstensif maupun memberi obat khusus. Tak puas, mereka kemudian membawa Yusuf ke rumah sakit jiwa yang berlokasi di Cisarua, Lembang. Sayang, hasilnya tak sesuai yang mereka harap. Selama dua minggu, tangan dan kaki anak sulungnya cuma diikat di ranjang. Kesehatan dan berat badannya di tempat itu langsung menurun drastis selama dua minggu dirawat.
Akibat hal tersebut, Ratna dan Aat lebih memilih untuk membawa Yusuf pulang, dan bertekad merawatnya semampu mereka. Mereka kecewa lantaran pengobatan modern tak membuahkan hasil apapun yang berarti.
Orang tua Yusuf bukanlah kalangan mampu. Hingga kini, perkara biaya obat dan lain-lain, mereka mengandalkan fasilitas kesehatan dari BPJS. Bantuan warga serta donatur khusus yang prihatin dengan kondisi Yusuf juga terus berdatangan. Saat ini, pihak Dinas Sosial terus membujuk orang tuanya supaya Yusuf kembali dibawa ke RSJ untuk mendapat penanganan terbaik.
Pemasungan memang bukanlah cara yang tepat dan manusiawi untuk mengobati para penyandang disabilitas psikososial. Namun, jika kita berada di posisi kedua orang tua Yusuf, kita juga belum tentu dapat bertahan dan terus berupaya menyembuhkan Yusuf. Mari kita doakan saja semoga Yusuf dapat segera ditangani dengan cara yang baik dan kembali bermain secara normal dengan teman-temannya.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…