Mumi para raja Mesir merupakan salah satu misteri dunia yang terus dikagumi hingga kini. Bayangkan, menjaga raga seorang manusia hingga awet selama ribuan tahun. Sebuah pencapaian yang tergolong luar biasa, mengingat teknologi peradaban di zaman tersebut tak seperti sekarang.
Rahasia tersebut mulai dibongkar ketika makam Tutankhamun ditemukan 16 Februari 1923 oleh Howard Carter. Sang Firaun dari dinasti ke-18 Mesir itu, tiba-tiba ditemukan meninggal. Sesuai dengan tata cara adat, ia kemudian dibalsem dan dimakamkan tahun 1323 SM, hingga akhirnya sarkofagusnya dibuka oleh arkeolog Carter.
Sebuah penemuan fenomenal yang membuat ilmuwan bersukacita
Saat “peti mati” Tutankhamun dibuka tahun 1924, dunia terperanjat melihat jenazah yang masih awet meski melalu perjalanan selama ribuan tahun. Penemuan ini membuat para ilmuwan bergembira dan langsung melakukan serangkaian tes forensik secara kimiawi untuk membongkar rahasianya. Dari sini, terungkap rahasia orang-orang Mesir Kuno mengawetkan jenazah.
Pembalseman mumi menggunakan resep-resep alami dari nabati
Dr. Stephen Buckley, arkeolog dari University of York, merupakan salah satu ilmuwan yang ikut membongkar rahasia mumi. Secara teliti, ia mengupas setiap bahan-bahan untuk mengawetkan jenazah.
Berikut adalah beberapa resep balsem yang dipakai untuk mumifikasi:
– minyak tumbuhan, yang kemungkinan adalah minyak wijen;
– ekstrak akar yang diperkirakan berasal dari bullrushes;
– permen karet nabati – gula alami yang diekstrak dari tanaaman akasia;
– resin pohon konifer, yang sepertinya adalah resin pinus
Saat dicampur bersama minyak, resin kemudian memunculkan sifat antibakteri. Senyawa ini yang memberi perlindungan tubuh mumi dari proses pembusukan.
Penelitian menggunakan sampel kain pembungkus mumi dari tahun 4.000 SM
Untuk melakukan penelitian tersebut, Dr. Buckley mengambil kain pembungkus mumi yang tersimpan di Museum Bolton, Inggris. Sampel kain yang digunakan, ternyata berasal dari 4.000 SM. Yang menarik, ilmuwan meyakini bahwa proses mumifikasi secara umum dimulai sekitar 2.600 SM, saat Piramida Besar sedang dibangun. Penelitian ini memberi kesimpulan baru bahwa masyarakat Mesir Kuno sudah mengenal pembalseman jenazah, jauh sebelum apa yang diperkirakan oleh para ilmuwan.
Pembalseman jenazah sudah ada sejak sebelum negara Mesir berdiri
Temuan fakta kain tersebut, menunjukkan bahwa misteri tentang mumi Mesir belum seberapa. Untuk menguatkan bukti, dilakukan penelitian terhadap mumi yang tidak pernah mengalami perawatan konservasi di museum Turin.
Fakta baru terkuak, mumi itu adalah seorang pria, berusia antara 20-30 tahun, dan diawetkan sekitar 3.600 SM. Ini berarti, jauh sebelum negara bangsa pertama, yaitu Mesir, berdiri tahun 3.100 SM, masyarakat di sana sudah mengenal proses pembalseman jenazah.
Begini cara orang Mesir Kuno mengawetkan dan memakamkan jenazah
Pembalseman jenazah adalah adat Mesir Kuno, yang tradisinya diteruskan oleh Kerajaan Mesir. Tak hanya sekadar mengurapi mayat dengan balsem, ada beberapa tahapan “mengerikan” yang harus dilakukan supaya raga tersebut awet.
Pertama adalah pengangkatan otak, kemungkinan dicairkan dulu dengan cara “dikocok” sebelum dikeluarkan dari kepala. Setelah itu, organ-organ dalam diambil. Tubuh kemudian melalui tahap pengeringan, sebelum dilapisi dengan formula pembalseman yang membunuh dan mencegah bakteri. Setelah itu, baru tubuh dibungkus dengan kain linen, kemudian dimasukkan ke dalam sarkofagus.
BACA JUGA: Xin Zhui, Mumi yang Dianggap Paling ‘Cantik’ oleh Para Peneliti Meski Sudah Ribuan Tahun
Dr. Buckley menjelaskan bahwa masyarakat Mesir menjadikan mumifikasi sebagai budaya mereka. Mereka percaya bahwa untuk menikmati kehidupan setelah meninggal, dibutuhkan “rumah” untuk roh dalam bentuk tubuh yang lestari. Sangat mengagumkan, bukan?