Selain terkenal dengan JPop, harajuku, dan lolita-nya, Jepang juga terkenal dengan karakter manga-nya. Bahkan beberapa di antaranya merebak di Indonesia dan menjadi favorit para anak muda dan anak-anak. Sebut saja serial Dragon Ball, Doraemon, dan One Piece yang sampai sekarang tak pernah kehilangan penggemarnya.
Keberadaan karakter-karakter keren ini tak lepas dari buah pikir dan kerja keras seorang mangaka. Mangaka adalah orang yang bekerja membuat karakter manga di Jepang, atau kalau di Indonesia disebut komikus. Banyak yang menyangka kalau menjadi mangaka itu enak, dapat gaji gede dari kesenangan menggambar manga. Hmm, yakin seenak itu jadi mangaka?
Nah, biar lebih mengenal kehidupan mangaka, simak ulasan berikut.
Pekerjaan mangaka yang ‘sekedar’ menuangkan ide dalam bentuk gambar mungkin tak sepenuhnya salah. Tapi tahu nggak sih, mangaka musti bolak balik ngerasain ditolak editor sebelum gambar mereka terbit di majalah loh. Yups, di Jepang saat ini sudah ada beberapa majalah yang menerbitkan serial manga, baik yang mingguan atau pun yang bulanan.
Penolakan gambar yang berlembar-lembar ini biasanya karena ide yang dimunculkan dalam gambar nggak sesuai sama permintaan editor. Atau kadang gambarnya memang kurang greget. Kalau sudah begini biasanya editor akan memberi masukan untuk perbaikan karya mangaka.
Peran editor dalam karya seorang mangaka nggak sebatas memberi masukan saja. Editor juga akan memberikan ide saat mangaka lagi buntu. Dan ketika tuntutan serial makin tinggi, maka editorlah yang akan menyiapkan segala kebutuhan mangaka. Maklum makin terkenal dan digemari tokoh manga-nya, maka makin padat jadwal seorang mangaka. Mereka bahkan takkan sempat mengurus dirinya sendiri.
Perjuangan menjadi seorang mangaka terkenal nggak cuma berhenti di meja editor. Mereka juga harus duduk berjam-jam untuk menggambar manga dengan tangan. Yups, untuk membuat gambar satu halaman saja, seorang mangaka bisa menghabiskan waktu 10 jam. Waktu ini bisa kian bertambah jika manga mereka mendapat rating tinggi dan memiliki banyak penggemar.
Dengan waktu 10 jam per hari bahkan lebih, tidaklah cukup untuk merampungkan 20 halaman seminggu. Karenanya seorang mangaka akan mencari asisten untuk membantunya menyelesaikan deadline manga-nya. Kadang jumlah asisten seorang mangaka bisa lebih dari satu. Para asisten ini punya tugas untuk menebalkan gambar atau menghapus beberapa bagian dan kegiatan pendukung lainnya. Tak jarang ketika si mangaka merasa cocok dengan asistennya, mangaka ini akan membentuk tim dan berbagi hasil dengan para asistennya.
Menjadi seorang mangaka memang punya finansial yang tinggi. Tapi itu bisa didapat bila karya mereka diterbitkan dalam bentuk komik dan mendapat royalti, seperti serial Naruto dan One Piece. Nahlo, kalau belum dapat royalti gimana?
Gaji seorang mangaka tak hanya dari royalti. Sebelum terkenal, seorang mangaka mendapatkan gaji dari karya yang berhasil diterbitkan dan dihitung per page. Tapi jangan berpikir kalau yang diterbitkan lebih dari 100 halaman, karena biasanya seorang mangaka hanya mendapat jatah 10-20 page sekali terbit. Harga per page-nya antara 7000 sampai 20000 yen. Nah, kalau dihitung-hitung per bulannya, seorang mangaka bisa punya gaji hampir 560ribu Yen atau setara Rp 44 juta. Wow, fantastis bukan.
Tapi gaji sebesar itu nggak dipakai untuk kebutuhan hidup mangaka semuanya. Seorang mangaka biasanya menggunakan gaji itu untuk membayar asisten, membeli perlengkapan gambar, membayar sewa studio, membayar pajak, dan sisanya barulah dipakai untuk kebutuhan hidup mangaka itu sendiri.
Meski punya finansial tinggi, seorang mangaka punya kehidupan yang nggak manusiawi banget. Selain pembuatan manga yang menghabiskan waktu 10 jam lebih seperti yang disebutkan di atas, mereka juga hanya punya waktu tidur antara 3 sampai 6 jam per hari. Parahnya lagi, waktu free mereka dalam sepekan hanya 3 jam dalam seminggu. Ingat, seminggu bukan sehari.
Yups, pekerjaan sebagai mangaka memang sangat keras tingkat dewa. Mereka dituntut mengembangkan ide ceritanya dalam setiap serial manga-nya sesuai deadline yang diberikan. Karenanya tak ada waktu bagi seorang mangaka untuk mengurus dirinya. Mereka terkadang tak mandi, lupa makan, dan jarang bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Para mangaka umumnya hanya berteman dengan editor dan para asistennya.
Kurangnya jatah tidur, pola makan yang serba delivery, dan duduk berjam-jam, membuat para mangaka beresiko tinggi terserang penyakit. Mulai dari penyakit ginjal, jantung, atau pun pencernaan. Karena itulah menjadi seorang mangaka juga harus memiliki strategi khusus untuk menghindari permasalahan kesehatan ini.
Jadwal yang padat, tuntutan deadline, dan kurangnya sosialisasi, sudah pasti menimbulkan kebosanan. Kebuntuan mendapatkan ide juga pasti pernah dirasakan seorang mangaka. Tapi mangaka Jepang terkenal sangat tangguh, meski bosan dan sukar mendapat ide, mereka tetap berjuang keras merampungkan serial manga-nya dengan baik dan tepat waktu. Salut deh buat mangaka!
Ternyata menjadi mangaka tak semudah yang kita bayangkan kan Sob? Tapi buat kalian yang tetap keukeuh ingin menjadi seorang mangaka, ya belajarlah untuk survive dengan jadwal padat dari sekarang. Fighting mangaka!
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…