Jujur saja, urgensi profesi buruh tak pernah berdampak besar bagi negara ini. Betapa pun mereka bekerja sangat keras, maka yang diuntungkan tentu diri sendiri lebih-lebih perusahaan. Sehingga wacana penuntutan gaji buruh yang harus makin dinaikkan sepertinya tidak begitu revelan dengan kiprah mereka untuk negara.
Jangan buru-buru tersinggung. Pasalnya, kita membicarakan hal yang sangat logis dan memang terjadi di lapangan. Sekarang bandingkan dengan beberapa profesi penting seperti guru. Mereka dituntut untuk memiliki pendidikan tinggi sebelum sah mengajar. Belum lagi para guru harus benar-benar putar otak untuk mencari tahu langkah-langkah tepat biar anak murid yang diasuhnya bisa cepat pandai. Sayangnya, bayaran guru tak sebesar buruh. Ironis memang.
Makin bikin ngelus dada ketika para buruh terus menuntut gaji tinggi ketika para guru yang kelimpungan menghadapi murid dan sistem yang kompleks tidak banyak menuntut. Bukalah mata dan pikirkan apakah yang diteriakkan itu memang sudah benar. Sambil terus merenungi hal tersebut, berikut kami sajikan deretan profesi lain yang sangat penting keberadaannya tapi gajinya tak pernah sebesar buruh.
Guru mungkin lebih miris nasibnya soal pendapatan dari pada buruh. Lalu bagaimana dengan guru honorer? Jangan ditanya karena sudah jelas nasibnya takkan pernah lebih baik lagi. Guru honorer dituntut untuk punya standar pendidikan tinggi. Ketika mengajar, mereka harus benar-benar kuasai materi dan bikin pernak pernik pengajaran seperti Silabus, RPP, dan sebagainya.
Belum lagi kewajiban moral untuk mencerdaskan anak didiknya. Sayangnya, apresiasi kepada mereka sangat tak layak. Bahkan di zaman sekarang ini masih ada guru honorer yang digaji hanya Rp 300 ribu per bulan. Padahal tenaga, pikiran dan semuanya benar-benar dikerahkan, bahkan termasuk menghabiskan uang untuk biaya pendidikan dan lain-lain. Buruh harusnya lebih bersyukur dengan melihat susahnya para guru honorer yang secara akademik lebih tinggi itu.
Tanpa TNI negara kita seperti serangga tanpa sayap dihadapan seekor cicak. Tinggal tunggu waktu saja sampai disantap habis dan tak bersisa. Keberadaan mereka penting bahkan prioritas utama dari sebuah negara. Namun apresiasi kepada para TNI juga sepertinya belum maksimal. Dengan beban kerja dan moral yang berat, mereka tak lebih beruntung dari pada buruh.
Buruh hanya bekerja 8 jam per hari plus lembur yang dibayar, TNI bekerja 24 jam bermodalkan nyawa. Apalagi yang ada di perbatasan dan daerah konflik. Melihat komparasi ini sudah barang tentu jadi hal yang aneh jika buruh justru terus meminta naik gaji, sedangkan TNI tak pernah bersuara dan murni memberikan dirinya untuk negara.
Bagi yang beragama Islam, dari mana kita bisa baca Al-Qur’an, sholat, serta hal-hal yang berhubungan dengan keislaman lainnya? Mayoritas adalah berkat bimbingan seorang guru ngaji. Tanpa mereka, bisa dibilang kita buta agama. Jika buta agama, maka akhirat kita takkan pernah selamat. Sangat penting jasa seorang guru ngaji, lalu apakah mereka sudah mendapatkan apresiasi yang layak? Sayangnya belum.
Guru ngaji mungkin orientasi mengajarnya bukan bayaran, namun demikian jerih payahnya juga harus dihargai. Sayangnya, masih sangat banyak guru ngaji yang gratis. Ada pula yang mendapatkan bayaran namun sangat tidak layak. Bekerja sebagai buruh tak menjamin kita bisa masuk surga, sayangnya pekerjaan ini lebih dihargai dari seorang guru ngaji. Harusnya kita miris dengan kenyataan ini.
Tanpa bidan entah bagaimana anak-anak bisa selamat dan kemudian hidup dengan tenang? Mereka bekerja tanpa pernah mengenal waktu. Ketika ada seorang pasien yang akan melahirkan jam 2 malam mereka pun bergegas untuk melakukan tugas mulianya. Lagi-lagi bidan juga tak mendapatkan apresiasi yang bagus soal pendapatan. Mereka kalah jauh dari buruh yang kerjanya stagnan dengan risiko kecil.
Bidan juga tidak sembarang orang bisa. Setidaknya mereka punya kualifikasi berupa latar belakang pendidikan kebidanan. Bidan sendiri sama sekali tak pernah neko-neko soal gaji yang mereka terima. Mereka tidak pernah protes saat digaji segitu-segitunya. Padahal bisa sih jika mereka mau lewat mogok kerja misalnya. Lalu bagaimana dengan bayi-bayi dan orang hamil? Mereka akan bilang, “Silakan diurus sendiri.”
PNS mungkin mendapatkan stigma negatif, tapi keberadaan mereka sangat krusial di pemerintahan. Tanpa para pegawai negeri itu, sistem pelayanan yang sudah lumayan bagus seperti sekarang tak akan pernah berjalan dengan baik. Soal gaji, sudah bukan rahasia lagi jika PNS punya pendapatan yang bagus. Namun faktanya, mereka ternyata juga kalah dari buruh soal gaji.
PNS dengan level menengah ke bawah, punya gaji yang tak setinggi buruh. Padahal lagi-lagi, untuk menjadi PNS pun susahnya bukan main. Selain harus punya kualifikasi tertentu mereka juga harus melewati beragam tes yang tak semua orang cukup beruntung untuk lolos.
Jika buruh bisa jumawa dengan gaji mereka yang besar sedangkan profesi penting lainnya tidak diapresiasi dengan baik, yang ditakutkan adalah terjadi kesenjangan yang berdampak tidak bagus. Guru mogok ngajar, bidan tutup praktek dan lain sebagainya, tentu jadi hal yang menakutkan, bukan? Belum lagi tingginya gaji buruh membentuk mindset jika ingin banyak uang ya jadi buruh, pendidikan nomor dua, toh kuliah tinggi gaji tak sebesar buruh.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…