Tidak ada yang lebih nyaman dari pada bersantai sambil minum kopi atau makan coklat sembari bermain gadget kesayangan di atas karpet yang empuk. Berasa seperti di surga deh. Tapi, tahu kah kamu kalau semua kenyamanan yang kita nikmati tersebut ternyata adalah hasil jerih payah para buruh miskin yang hidupnya jauh dari kata nyaman. Bahkan mereka harus bekerja setidaknya 18 jam per hari, belum lagi para buruh ini juga kerap mendapatkan perlakuan buruk. Namun kenyataan yang paling mencengangkan adalah kebanyakan dari pekerja ini masih berusia anak-anak.
Fakta yang terjadi memang lah demikian. Mereka dituntut untuk memenuhi kuota-kuota produksi yang hasilnya dinikmati oleh seluruh dunia. Namun tidak ada apresiasi yang mereka dapatkan, justru tekanan untuk bisa bekerja lebih banyak dan lebih lama. Faktanya tidak banyak orang yang tahu tentang perbudakan modern ini. Nah, berikut adalah deretan produksi yang dibuat oleh mereka para buruh yang mungkin tengah kamu nikmati saat ini.
1. Cokelat
Siapa sih yang tidak menyukai coklat? Sensasinya yang lumer di mulut itu memang tidak bisa ditolak oleh siapa pun. Tapi, tahu kah kamu jika sebenarnya ada penderitaan di setiap gigit yang kamu nikmati pelan-pelan itu?
Seperti yang kamu tahu, negara penghasil biji kokoa terbesar adalah Pantai Gading. Dari sini kemudian bakal coklat tersebut dikirim ke berbagai negara untuk diolah sesuai dengan kebutuhan pasar. Fakta mirisnya, mayoritas para pekerja yang ada di kebun-kebun kokoa di negara Afrika ini adalah anak-anak.
Mereka kerap diperlakukan sama seperti pekerja dewasa. Misalnya memanen kokoa di areal yang sangat luas sampai membawa berkarung-karung biji coklat untuk dikumpulkan di tempat yang ditentukan. Bahkan kebanyakan anak-anak ini memang sengaja dijual untuk bekerja di perkebunan. Sebagian lagi adalah mereka yang diculik untuk kemudian dipaksa menghabiskan hidupnya di sini.
2. Kopi
Permintaan kopi akan tetap besar selama coffee shop, bar dan resto di dunia ini tetap buka. Hal ini membuat para pemilik perkebunan kopi mau tidak mau harus tetap memompa angka produksi mereka untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar. Sayang dalam praktiknya seringkali melibatkan anak-anak.
Anak-anak malang ini dipaksa untuk bekerja berhari-hari memanen biji-biji kopi. Ada banyak negara yang diketahui mengekspor hasil kopi mereka yang merupakan hasil pekerjaan para pekerja di bawah umur. Mayoritas adalah negara Amerika Tengah.
3. Tembakau
Perkebunan tembakau juga jadi salah satu yang dilaporkan telah mempekerjakan para pekerja di bawah umur. Tapi umumnya kasusnya cukup berbeda dengan yang dialami oleh para anak-anak korban kerja paksa di Pantai Gading. Bocah yang bekerja di kebun tembakau umumnya bekerja bersama orangtua mereka.
Meskipun begitu, hal tersebut tetap saja mendapatkan pertentangan. Selain terkait peraturan mengenai soal tenaga kerja, dampak tembakau sendiri cukup buruk bagi mereka. Pernah dilaporkan jika anak-anak yang bekerja di perkebunan tembakau ini sering mengalami pusing-pusing, mual dan muntah.
Fakta mencengangkan lainnya adalah cukup banyak negara yang masih terus mempekerjakan keluarga termasuk anak-anaknya. Di antaranya adalah Brasil, Argentina, Meksiko, beberapa negara Afrika dan juga Indonesia.
4. Karpet
Perusahaan karpet juga dilaporkan telah mempekerjakan anak-anak dengan paksa. Fenomena ini banyak ditemukan di negara-negara Asia, misalnya Pakistan, India dan juga beberapa negara di timur tengah. Anak-anak berusia antara 4-14 tahun dipaksa menenun hampir selama 18 jam per hari.
Para pengusaha karpet nakal kabarnya juga menampung anak-anak yang dijual oleh pihak ketiga yang kemudian dipaksa bekerja untuk memenuhi kuota pesanan. Mirisnya anak-anak ini sebagian adalah korban penculikan. Jadi bisa dibayangkan jika karpet empuk yang selama ini kita nikmati adalah jerih payah mereka yang disiksa sedemikian rupa.
5. Berlian
Pernah menonton sebuah film berjudul Blood Diamond yang dibintangi Leonardo DiCaprio? Di sana kamu akan menemukan potret mengerikan para pencari berlian dalam melakukan kesehariannya. Mereka dipaksa untuk tenggelam dalam sungai-sungai berpasir sambil membawa nampan berlubang untuk mencari berlian dari tumpukan pasir yang menggunung.
Siapa yang menyangka jika perbudakan berlian ini memang terjadi di dunia nyata, dan lagi-lagi kebanyakan para pekerjanya adalah anak-anak. Setidaknya 10 jam sehari mereka ada di dalam air untuk mencari berlian. Mirip dengan yang ada di film tersebut, tiap sisi tambang dijaga para petugas yang tiap harinya juga memeriksa para pekerja termasuk mulut-mulut mereka.
Jadi jangan bangga ketika memakai berlian. Bisa jadi itu adalah buah kerja keras dan penyiksaan anak-anak tersebut. Anyway, fenomena ini terjadi di beberapa negara di Afrika.
6. Karet
Liberia memimpin dunia dalam hal produksi karet. Tapi prestasi ini sangat timpang melihat proses awalnya yang jauh dari kata manusiawi. Diketahui para pengusaha karet tersebut menggunakan para tahanan perang, tawanan dan juga anak-anak sejak tahun 2006. Para tahanan perang dan sandera sendiri dihasilkan dari perang saudara yang seringkali menimpa negara Afrika ini.
Jika tahanan perang dan tawanan mungkin masih logis dipekerjakan sebagai bagian dari hukuman karena melawan pemerintah. Tapi untuk anak-anak, sepertinya Liberia harus kembali merevisi aturan soal itu.
7. Barang Elektronik
Bahkan untuk sesuatu yang sangat familiar seperti gadget, ternyata ada cerita buruk di belakangnya. Perusahaan terkenal seperti Apple dan Foxconn, diketahui telah melakukan eksploitasi berlebihan kepada para pekerjanya. Para buruh ini kemudian harus bekerja 100 jam per minggu untuk memenuhi kuota yang ditargetkan.
Selain eksploitasi, mereka juga kerap melakukan hal-hal buruk. Misalnya mengharuskan para pekerja berdiri selama bekerja dan tidak boleh duduk jika belum waktunya. Memang tak separah deretan kasus di atas, namun hal ini jadi bukti kalau bahkan perusahaan besar tak sungkan untuk berbangga diri di atas penderitaan para pekerja. Miris.
Setelah tahu deretan fakta mengerikan di atas, apa yang seharusnya kita lakukan? Gampangnya, kita tidak usah membeli deretan produk-produk di atas. Tapi, sayangnya kita sudah sangat ketergantungan, sehingga sangat mustahil untuk bisa menghindari produk-produk ini.
Solusi alternatifnya, lebih selektif ketika membeli produk. Lihat kemasan, perusahaan dan juga negara pembuat. Jangan sampai aktivitas belanja kita membuat para buruh ini dipaksa bekerja makin keras lagi.