Jakarta diperkirakan akan tenggelam pada 2050. Benarkah demikian? Jika dilihat dari kenyataan yang ada saat ini, hal tersebut mungkin saja bisa terjadi. Seperti yang kita tau, permasalahan seperti banjir, sungai yang kumuh dan tumpukan sampah yang semakin menjadi-jadi saban hari, masih menjadi musuh utama bagi pemerintah DKI Jakarta. Belum lagi akibat dari faktor alam yang justru tambah memperparah keadaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB), kondisi tanah di Jakarta Utara semakin mengkhawatirkan. Jika tak dilakukan langkah-langkah preventif, sekitar 95 persen di wilayah tersebut bakalan berada di dalam laut pada 2050. Mengejutkan ya Sahabat Boombastis. Bukan hanya itu, faktor di bawah ini juga semakin memperparah kondisi Jakarta.
Penurunan tanah yang kian parah dari tahun ke tahun
Penurunan tanah yang kian mengkhawatirkan dari hari ke hari, membuat wilayah di daerah Jakarta Utara bakal segera hilang dari peta. Tim peneliti geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dilansir dari bbc.com, melakukan sebuah penelitian di kawasan tersebut. Hasilnya, tanah di Jakarta Utara setiap tahunnya telah terjadi penurunan permukaan tanah dengan kedalaman mencapai 25c m. Hal ini bukanlah bualan semata. Namun data yang ada, telah berbicara demikian.
Pengambilan air tanah yang semakin tak terkendali
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) , diketahui hanya memasok sekitar 40 persen kebutuhan air bersih, termasuk air minum warga ibukota. Sisanya yang 60 persen, harus mencari secara mandiri. Tentu saja, air dari dalam tanah menjadi pilihan yang masuk akal karena mudah didapat dan berkualitas bagus. Tak hanya digunakan oleh gedung-gedung bertingkat, warga di kompleks perumahan dan kos-kosan pun mulai ikut-ikutan memakai. Hal inilah yang memicu terjadinya penurunan struktur tanah.
Berharap dari sungai-sungai kumuh sebagai solusi?
Untuk mengurangi pengambilan air tanah secara membabi buta, pemerintah Jakarta harus menyediakan sumber air bersih lainnya sebagai alternatif. Jika dilihat dari kondisi sungai yang ada di Jakarta, tentu kita akan ragu. Hal itu tak sepenuhnya salah. Kondisinya yang kumuh dan penuh sampah, masih menjadi persoalan tersendiri. Salah satunya adalah Citarum yang membentang sejauh 300 km. Padahal, sungai yang dinobatkan sebagai ‘salah satu yang terkotor di dunia itu’, digadang-gadang oleh Presiden Jokowi sebagai ‘sumber air minum’ dalam ‘tujuh tahun ke depan’ seperti yang dilansir dari bbc.com.
Proyek pemerintah yang tak kunjung terealisasi
Sebenarnya, pemerintah juga mulai serius memperhatikan kawasan tersebut. Beragam proyek besar pun dicanangkan sebagai solusi dari permasalahan yang ada. Seperti rencana pembangunan proyek tanggul raksasa National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau giant sea wall di mulut-mulut Jakarta Utara. Sayang, program ini terhenti karena Jokowi yang saat itu menjabat sebagai Gubernur DKI, naik tahta menjadi presiden. Pada 2016, megaproyek ini kembali dihidupkan dan bakal menelan biaya hingga Rp 500 triliun. Memasuki awal 2017, program ini tertunda karena adanya sengketa dengan proyek pembangunan pulau reklamasi.
Melihat kenyataan yang demikian, sudah seharusnya mereka yang tinggal di Ibukota, utamanya di daerah Jakarta Utara, menyadari hal tersebut. Kerjasama yang solid antara warga, pemerintah dan para ahli, diharapkan menemukan solusi yang terbaik ke depannya. Bukan apa-apa, langkah ‘sedia payung sebelum hujan’, bisa menjadi solusi sebelum wilayahnya benar-benar dinyatakan hilang pada 2050 karena ditelan air laut.