Dalam beberapa minggu ini isu-isu LGBT menjadi sesuatu yang viral di Indonesia. Media sosial seperti Facebook dan Twitter menjadi heboh dan menjadi ajang untuk menolak atau pun membela. Masalah ini akhirnya kian memanas setelah beberapa publik figur di Indonesia jadi terseret masuk ke dalam masalah. Sebut saja Indra Bekti yang dikabarkan nyaris melakukan hal-hal tak beradab. Selanjutnya ada Saiful Jamil yang telah dinyatakan bersalah karena melakukan tindak asusila kepada seorang pria.
Sebenarnya isu LGBT telah ada di Indonesia sejak puluhan tahun yang lalu. Hanya saja penyebaran berita tak secepat sekarang. Selain itu, di masa lalu banyak para kaum LGBT yang memilih menutup diri ketimbang memperjuangkan apa yang jadi hak mereka.
Sedikit menilik ke belakang, sebenarnya banyak sekali praktik dan pelaku LGBT yang ada di Indonesia. Beberapa bahkan telah menyatu dengan sebuah budaya. Anyway, Boombastis telah merangkum lima bukti keberadaan LGBT di masa lalu Indonesia.
1. Bissu, Calabai, dan Calalai
Orang-orang di Bugis mengenal lebih dari dua jenis kelamin. Selain laki-laki dan perempuan mereka juga mengenal apa yang dinamakan sebagai bissu, calabai, dan calalai. Bissu adalah seorang pendeta yang sebenarnya memiliki jenis kelamin pria. Namun karena mengambil peran ini, ia berdandan juga seperti wanita. Bissu adalah sesuatu yang penting di dalam kepercayaan tradisional. Mereka dianggap sebagai orang yang mampu menjebatani komunikasi di antara dunia manusia dan juga dewa.
2. Warok dan Gemblak
Warok dan Gemblak adalah salah satu praktik yang menjurus pada hubungan sejenis yang ada di Ponorogo. Warok sejatinya adalah seseorang yang sakti dan menyebarkan budi luruh kepada banyak orang. Ia berperawakan besar dan dengan kumis dan jenggot yang dibiarkan tumbuh hingga panjang. Dalam kehidupan warok, mereka dilarang untuk menjamah wanita. Jika hal ini dilakukan, warok akan kehilangan kesaktiannya yang sangat hebat.
3. Mairil
Membicarakan mairil sama halnya membicarakan sesuatu yang sangat tabu. Pasalnya praktik ini pernah terjadi di lingkungan pondok pesantren yang seharusnya berisi dengan sesuatu yang sangat mendidik. Praktik mairil bisa dibilang sangat rahasia hingga tak banyak yang mengetahuinya. Biasanya hubungan ini dilakukan karena timbulnya rasa sayang antar dua orang yang sesama jenis. Pemicunya adalah pemisahan laki-laki dan perempuan di lingkungan pondok.
4. Kisah di Serat Centhini
Serat Centhini atau Suluk Tembanglaras adalah sebuah karya sastra besar yang penulisannya dilakukan semasa Sunan Pakuwana ke-V. Tujuan dari dibuatnya serat ini adalah untuk menghimpun semua kebudayaan yang ada di Jawa agar tidak punah dimakan usia. Sunan Pakubuwana V menyuruh tiga pujangga kerajaan untuk menghimpun semua hal mulai dari masakan, nyanyian, tradisi, hingga hal-hal sekecil apa pun.
5. Ritual Inseminasi di Papua
Ada sebuah ritual menjurus ke hubungan sesama jenis yang dilakukan oleh orang di suku Sambia dan Etoro, Papua Nugini. Ritual ini dilakukan untuk mendewasakan seorang pria. Saat lahir hingga dewasa, seorang pria akan banyak menerima banyak hal dari ibu dalam hal ini seperti ASI dan kasih sayang. Orang di sana menganggap jika hal itu membuat seorang pria terlalu banyak disusupi aura wanita hingga perlu disucikan.
Inilah lima bukti jika sebenarnya LGBT telah ada di Indonesia sejak zaman dahulu. Kebanyakan dari praktik atau ritual ini dilakukan berbalut dengan budaya lokal hingga tidak dianggap sebagai sesuatu yang aneh atau menyimpang. Bagaimana menurut sobat Boombastis?