Masyarakat tentu paham akan sepak terjang Amerika Serikat selaku negara adidaya, yang keberadaannya terlihat kerap ikut mencampuri urusan negara lain. Bak ‘polisi’ dunia, hal tersebut seolah menjadi salah satu cara dari negeri Paman Sam tersebut untuk menanamkan pengaruhnya ke seluruh dunia.
Sayang, hal tersebut terkadang tak selamanya berjalan mulus dan berujung pada kegagalan. Untuk menutupi ‘aib’ tersebut, didengungkanlah propaganda-propanda yang ditujukan untuk menutupi kenyataan yang sesungguhnya terjadi. Baik lewat tokoh fiktif seperti Rambo hingga film-film produksi Hollywood.
Menonjolkan sosok Rambo karena malu setelah kalah perang dengan Vietnam
Usai Perang Dunia II, AS yang meraup kemenangan di front pasifik (melawan Jepang) dan di Eropa (mengalahkan Hitler dan Nazi Jerman), dibuat tak berdaya di babakan konflik selanjutnya saat menghadapi Viet Cong dalam Perang Vietnam. Rontoknya pertahanan Vietnam Selatan pada 1975, menjadi ‘lonceng kekalahan’ bagi militer AS. Sebelumnya, Presiden Richard Nixon telah mengundurkan diri pada 1974.
Jauh sebelum menyerah, militer AS sejatinya telah dikalahkan saat Perjanjian Damai Paris disepakati pada Januari 1973. Tak ingin pulang dengan kepala tertunduk, mereka pun membuat tokoh fiktif bernama Rambo, yang dicitrakan sebagai pahlawan kemenangan AS atas Vietnam. Selain untuk hiburan, film tersebut sukses membuahkan imajinasi dan opini pada dunia bahwa militer AS adalah pemenang perang di Vietnam.
Film-film produksi Hollywood yang terlalu menonjolkan AS
Selain Rambo, Hollywood juga getol mengangkat kisah dengan sedikit mengagung-agungkan Amerika Serikat. Hal ini bisa dilihat dari film-film mereka dalam tema action bertemakan perang. Sudah bisa ditebak, Rusia, China, Iran, dan Korea Utara adalah negara-negara yang kerap dipasang sebagai villain alias musuh berbahaya yang harus segera dilenyapkan.
Film-film tersebut antara lain The Interview (2014), yang dikatakan sebagai bentuk sindiran AS pada Korea Utara. Ada juga The Dictator (2012), film komedi dengan tujuan untuk menyindir Iran atas program nuklir mereka. Untuk kategori yang terlihat sangat “pro Amerika Serikat”, film-film tersebut di antaranya adalah The Sum Of All Fears (2002), We Were Soldiers (2002) yang lagi-lagi mengglorifikasi perjuangan tentara AS saat mengalahkan Viet Cong.
Penyesatan politis dengan dalih senjata pemusnah massal untuk menginvasi Irak
Salah satu propaganda paling menyedihkan yang dilakukan AS adalah, saat negara ini di bawah pemerintahan Presiden George W. Bush dan mereka menginvasi Irak. Caranya, Gedung Putih diyakinkan dengan pernyataan tak berdata yang menyebutkan bahwa Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal. Bisa dibilang, inilah hoaks yang sukses dicemarkan ke seluruh dunia pada saat itu.
Tak hanya hoaks pemerintahan George W. Bush soal senjata pemusnah massal, Presiden ke-43 itu juga masih berkelit bahwa invasinya ke Irak, sebagai dalih untuk membebaskan rakyatnya dari cengkraman Saddam Hussein yang disebut sebagai diktator. Maka, operasi militer itu pun dinamakan sebagai “Operation Iraqi Freedom”. Bisa ditebak, AS pun sukses menumbangkan Saddam dan membuat negeri 1001 malam itu hancur berkalang debu.
BACA JUGA: Jenius! Ini 5 Propaganda Terselubung di Balik Film Heroik Amerika
Setiap negara punya agendanya masing-masing, apalagi sebesar Amerika Serikat, di mana ia dianggap sebagai adidaya, bahkan polisinya dunia. Mungkin citra adalah yang ingin mereka jaga sehingga menciptakan hal-hal di atas tadi. Kira-kira menurutmu bagaimana Sahabat Boombastis?