Akhir tahun 2016 silam, mungkin masih segar dalam ingatan kita perihal kematian Muhammad Alif, seorang remaja 14 tahun yang tewas setelah memainkan pistol milik ayahnya yang seorang polisi, Ajun Inspektur Satu Tengku. Meski sempat dibawa ke rumah sakit, sayangnya nyawa remaja tersebut tak tertolong.
Baru-baru ini, kasus yang lebih menyedihkan menimpa Aipda Bekti Sutikno. Berbeda dengan kasus Satu Tengku, Aipda Bekti justru menjadi oknum yang melesatkan amunisi hingga membuat nyawa anak remajanya melayang. Berikut ini adalah kronologi peristiwa mengenaskan tersebut.
Peristiwa mengerikan tersebut berawal saat Aipda Bekti mendengar suara seseorang membuka pintu dan berjalan mengendap-endap. Suasana saat itu memang dipastikan gelap, hingga Aipda Bekti hanya bisa melihat bayangan. Pelaku dengan sigap meraih senjata api dan segera melepaskan tembakan pada sosok bayangan yang disangka maling tersebut.
Diketahui jika kawasan Jalan Sumatra 5 yang merupakan tempat tinggal Aipda Bekti memang rawan adanya pencuri. Bahkan beberapa hari sebelum tragedi tersebut, sempat ada tetangga yang kehilangan motor. Mungkin hal tersebut yang membuat pelaku tanpa pikir panjang menarik pelatuk senjata apinya. Mirisnya, setelah peluru bersarang pada bahu sebelah kanan korban, Aipda Bekti baru menyadari jika yang tertembak justru anak kandungnya sendiri, Bagas Alvravido. Remaja 14 tahun yang juga seorang siswa kelas VIII di SMP Negeri 2 Kota Bengkulu.
Takut dimarahi diduga menjadi alasan Bagas Alvravido untuk masuk dalam rumah dengan mengendap-endap hingga dikira maling oleh ayahnya sendiri. Menurut Yuliana, orangtua salah satu teman les korban, mengaku mendapat kabar bahwa remaja tersebut memang baru pulang main sekitar pukul 4 pagi.
Kenakalan tersebut yang membuat Bagas merasa khawatir bakal kena semprot orangtuanya dan memilih mengendap-endap. Sebelum tertembak, Bagas masih sempat ke kamar mandi dan juga ke dapur untuk minum, hingga akhirnya berniat kembali ke kamarnya. Namun belum sempat kembali ke kamar, Bagas sudah merasakan timah panas dari ayahnya.
Setelah memastikan bahwa yang tertembak adalah anak kandungnya, Aipda Bekti dilanda panik. Ia pun segera membangunkan sang istri, Susi Ekaputri dan meminta kakak Bagas untuk memanaskan mobil. Mereka pun melarikan Bagas ke rumah sakit Bhayangkara Polda. Namun sayang, setiba mereka di rumah sakit ternyata remaja 14 tahun tersebut sudah tiada.
Setelah memastikan korban telah meninggal dunia, petugas medis RS Bhayangkara pun membawa korban ke ruang jenazah RSUM M Yunus yang berjarak 9 km dari rumah sakit Bhayangkara. Tim kepolisian juga secara khusus mendatangkan tim forensik Mabes Polri untuk melakukan autopsi.
Seperti layaknya orangtua yang kehilangan putra kandungnya, Aipda Bekti juga nampak begitu terpukul. Terlebih, remaja 14 tahun tersebut tewas di tangannya sendiri. Para rekan-rekannya juga bisa melihat kesedihan dan juga penyesalan pada Aipda Bekti.
Setelah mengantar jasad putranya ke rumah sakit, Aibda Bekti langsung menyerahkan senjata api miliknya beserta sisa amunisi pada Kompol Harry Irawan di Subdit Renata Reskrim Polda Bengkulu. Setelahnya, ia pun langsung pergi.
Diduga masih shock dengan kematian putranya, Aibda Bekti pun menghilang dan belum diketahui keberadaannya. Pihak kepolisian juga tengah melakukan pencarian guna mengetahui kronologis kejadian yang menewaskan Bagas.
Meski status Aipda Bekti merupakan pelaku pembunuhan, namun diketahui jika kematian Bagas merupakan murni salah tembak. Kemungkinan saat ini Aipda Bekti berniat menenangkan diri karena merasa sangat bersalah dan shock atas meninggalnya putra kandungnya sendiri.
BACA JUGA: Kisah Gadis Calon S2 yang Menikah dengan Sopir Ayahnya Membuat Netizen Terharu
Dari kisah tersebut, mungkin bisa jadi pembelajaran bagi kita jika menjadi polisi memang bukan hal yang mudah. Terlebih, memiliki pistol juga tak selamanya keren. Salah menggunakan senjata api tersebut, nyawa orang-orang terdekat pun menjadi taruhannya.
Akhirnya kejadian, seorang petugas pemadam kebakaran Depok gugur ketika melakukan tugasnya. Dia adalah Martin Panjaitan,…
Menjelang pemilu yang semakin dekat, sejumlah daerah mengadakan debat calon kepala daerah untuk memperkenalkan visi…
Kasus penahanan seorang guru bernama Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, menjadi sorotan publik. Perempuan…
Solo yang dikenal dengan kota yang tenang, baru-baru ini terdapat kejadian yang menghebohkan. Kota Solo…
Fomo (fear of missing out) adalah rasa takut ketinggalan akan sesuatu hal yang sedang tren.…
Drama Korea sering kali memberikan kisah-kisah yang tak hanya menghibur, tetapi juga memberikan pelajaran hidup…