Perebutan budaya atau wilayah adalah hal yang tidak sekali atau dua kali terjadi di Indonesia. Hal ini melibatkan negara yang bertetangga atau berdampingan dengan Indonesia. Jika selama ini kerap berseteru dengan Negeri Jiran, kali ini Indonesia terlibat perebutan wilayah dengan Australia terkait Pulau Pasir.
Pulau Pasir sendiri merupakan salah satu wilayah yang terletak 120 km dari Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT). Pulau ini tidak berpenghuni dan sekarang diklaim oleh Australia sebagai milik mereka.
Awal sengketa perebutan Pulau Pasir
Bukan di tahun ini saja, Australia pernah mengklaim pulau ini pada tahun 1976. Melansir dari AntaraNTT, awal polemik ini adalah saat terjadinya MoU (Memorandum of Understanding) Canberra-Jakarta pada tahun 1974. Menurut T.W Tadeus, salah satu pengamat hukum internasional, pemerintah Indonesia melakukan kesalahan dalam MoU tersebut.
Pemerintah Indonesia meminta bantuan kepada Australia untuk mengawasi Pulau Pasir, untuk kepentingan konservasi. T.W. Tadeus menilai bahwa hal ini secara tidak langsung mengindikasikan bahwa Indonesia menyerahkan Pulau Pasir kepada Australia. Hal inilah yang membuat Australia kukuh menyebut Pulau Pasir sebagai milik mereka.
Alasan Australia sangat menginginkan Pulau Pasir
Pulau Pasir ini adalah salah satu pulau yang mempunyai potensi minyak dan gas bumi yang besar, jumlahnya mencapai 5 juta barel. Australia telah mengetahui hal itu sejak tahun 1976. Hal tersebut dibuktikan dengan Australia yang langsung mendatangkan para kontraktor migas untuk melakukan penelitian di kawasan Pulau Pasir.
Masyarakat Indonesia yang berada di sekitar pulau sebenarnya tak tinggal diam. Ferdi Tanoni, Pemegang Mandat Hak Ulayat Masyarakat Adat Laut Timor, sudah berkali-kali mendesak pihak dari Australia untuk menghentikan aktivitas pengeboran, namun hal itu tidak ditanggapi.
Pulau Pasir sebagai tempat istirahat para nelayan dan kuburan leluhur
Gugusan pulau yang oleh Australia disebut dengan nama Ashmore Reef ini adalah bagian dari Indonesia sebelum masa kolonial Belanda. Meski tak berpenghuni, di dalam pulau ini terdapat kuburan para leluhur masyarakat Rote. Pulau ini adalah sumber penghidupan para nelayan yang mencari ikan dan juga teripang.
Bahkan, Pulau Pasir menjadi tempat singgah para nelayan setelah lelah seharian berada di laut. Menanggapi polemik Pulau Pasir yang sedang menjadi trending topic ini, netizen beramai-ramai menghujani komentar pedas di laman Pulau Pasir Google Knowledge Graph.
Nelayan Indonesia yang ditangkap karena mencari ikan di sekitar Pulau Pasir
Sebelum berita ini kembali mencuat beberapa waktu lalu, sudah banyak tragedi penangkapan nelayan Indonesia oleh Australia. Melansir Asumsi.co, pada tahun 2004-2006, Polda NTT mencatat ada sekitar 3.000 nelayan yang ditangkap oleh Australia karena menangkap ikan di kawasan Pulau Pasir tersebut.
Pada tahun 2021, para nelayan yang ditangkap bahkan kapalnya ditenggelamkan karena dianggap sudah melanggar perbatasan negara. Sementara itu, ada banyak kerugian dari keberadaan kilang minyak milik Australia. Pada tahun 2009 lalu, terjadi ledakan akibat kilang Montana. Ledakan ini menyebabkan menurunnya jumlah tangkapan nelayan. Bahkan, beberapa nelayan luka-luka dan meninggal dunia akibat polusi minyak karena ledakan.
Kemenlu yang menyebut bahwa Pulau Pasir milik Australia
Direktur Jendral Asia Pasifik Kementrian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jaelani memberikan tanggapan terhadap isu yang sedang marak ini. Ia mengatakan bahwa Pulau Pasir ini memang bukan milik Indonesia. Abdul Kadir mengkonfirmasi hal tersebut melalui akun Twitter @akjailani.
“Menurut Hukum Internasional, wilayah NKRI sebatas wilayah bekas Hindia Belanda. Pulau Pasir tidak pernah termasuk dalam administrasi Hindia Belanda,” tulisnya. Ia juga mengatakan bahwa Australia yang mengklaim Pulau Pasir ini karena merupakan warisan dari Inggris, berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act pada tahun 1993. Pulau ini kemudian masuk dalam wilayah administrasi Australia Barat pada tahun 1942.
BACA JUGA: 5 Wilayah Indonesia yang Pernah Diklaim dan Menjadi Wilayah Negara Lain
Dengan adanya pernyataan ini, masyarakat kecewa dengan apa yang diputuskan oleh pemerintah. Mereka menyayangkan karena ada banyak sekali potensi dari pulau ini, sehingga berpeluang meningkatkan pendapatan daerah dan juga negara.