Kartosuwiryo adalah rekam jejak yang tak bisa dihilangkan dari dalam sejarah bangsa Indonesia. Sebagai sebuah negara besar, sudah bermacam kali Indonesia mendapat perlawanan dan pemberontakan dari dalam. Tak terkecuali dari Kartosuwiryo yang semasa hidupnya dikenal membawa-bawa bendera Islam supaya bisa mendirikan negara berasaskan syariat agama di wilayah Indonesia.
Sebenarnya, Kartosuwiryo dan Soekarno adalah saudara seperguruan di rumah HOS. Cokroaminoto. Karena perbedaan cara pandang, dua saudara ini pada akhirnya kelak akan dipertemukan dalam sebuah pertentangan dan perlawanan. Nah, untuk itu berikut kami ungkap sejarah pertemuan Kartosuwiryo dan Soekarno, dua saudara yang harus berhadapan satu sama lain.
Kartosuwiryo dikenal sebagai seorang yang memiliki ideologi Islam yang kuat. Namun siapa sangka jika dari ideologi itu, mulanya ia justru menempuh pendidikan sekuler dari sekolah Belanda, yakni Europeesche Lagere School. Selepas lulus, pria yang benama lengkap Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo ini, juga melanjutkan studinya di sekolah kolonial, yakni Nederlandsch Indische Artsen School untuk mengambil keahlian kedokteran.
Dalam pejalanannya mendapat pendidikan sekuler Belanda, pemikiran Kartosuwiryo juga dipengaruhi oleh ajaran agama Islam yang didapatnya dari seorang tokoh organisasi Islam saat itu, Notodihardjo. Nah, dari orang inilah awalnya tertanam karakter pemikiran Islam modern dalam diri Kartosuwiryo sebelum ia bertemu dan berguru kepada HOS. Cokroaminoto yang kelak juga mempertemukan takdirnya untuk berhadapan dengan ideologi nasionalis Soekarno.
Kartosuwiryo sejak muda sudah terjun dalam dunia pergerakan. Di tahun 1923, ia sudah bergabung dengan pergerakan anak muda dalam Jong Java. Namun di tahun 1925 organisasi tersebut pecah antara golongan yang mengutamakan cita-cita keislaman dan golongan nasionalis. Mereka yang memperjuangkan cita-cita keislaman lebih memilih keluar dan membentuk organisasi baru dengan nama Jong Islamieten Bond (JIB) dan Kartosuwiryo terpilih menjadi ketua JIB cabang Surabaya.
Pada saat itulah Kartosuwiryo kemudian bertemu dengan HOS. Cokroaminoto yang merupakan ketua Partai Sjarikat Islam (PSI). Dari pertemuan tersebut, di tahun 1927 Kartosuwiryo semakin dekat dengan HOS. Cokroaminoto dan ditunjuk untuk menjadi sekretaris pribadinya. Di tahun yang sama, Soekarno bergerak keluar dari PSI dan kemudian ikut membidani lahirnya Partai Nasional Indonesia (PNI).
Saat penjajah Jepang membentuk BPUPKI, yakni badan yang melakukan usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, Kartosuwiryo banyak melakukan penetrasi melalui wakil-wakil Islam seperti Ki Bagus Hadikusumo dan Kiai Ahmad Sanusi supaya membentuk Negara Indonesia yang memberlakukan syariat agama. Bahkan ada peran Kartosuwiryo pula bagian pertama dari Piagam Jakarta memuat kalimat “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”.
Namun kemudian, kalimat tersebut diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” selang sehari setelah kemerdekaan di tanggal 18 Agustus 1945. Nah, kalimat terakhir inilah yang kemudian digunakan dalam sila pertama Pancasila yang konsep awalnya menjadi gagasan Soekarno sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
Menjelang kemerdekaan Indonesia, yakni di saat Soekarno dan kawan-kawannya mempersiapkan segala persiapan proklamasi, Kartosuwiryo juga menebar ide guna mendeklarasikan kemerdekaan negara dalam balutan syariat Islam. Bahkan pada tanggal 13-14 Agustus 1945 ia sudah menyiapkan naskah proklamasi yang disebarkannya kepada para elite pergerakan.
Gagasan ini baru terwujud 4 tahun kemudian di saat negara gencar mendapat serangan agresi Belanda, Kartosuwiryo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawaligar, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Deklarasi ini juga dilengkapi dengan ditegaskannya wilayah NII meliputi seluruh wilayah Indonesia dan seluruh Bangsa Indonesia yang berarti NII memberontak terhadap Negara Indonesia.
Pemberontakan NII merupakan bencana besar bagi bangsa Indonesia yang baru seumur jagung merasakan nikmat merdeka. Negara bentukan Kartosuwiryo ini cukup memberi dampak serius terutama dikalangan alim ulama sebagai tokoh kehidupan beragama Islam di Indonesia. Untuk mengurangi tensi dan curiga di kalangan tokoh agama sendiri, akhirnya para ulama sepakat untuk membentuk Badan Musyawarah Alim Ulama untuk ikut menumpas NII.
Pada akhirnya, setelah 13 tahun melawan pemerintahan, gerakan NII ini dapat ditumpas pada tahun 1962. Tokoh utamanya sekaligus imam bagi NII, yakni Kartosuwiryo, ditangkap dan kemudian mendapat hukuman mati dari pemerintah di tanggal 5 September 1962 di Kepulauan Seribu, Jakarta. Ada saat mengharukan di saat hukuman mati ini dilangsungkan, di mana Presiden Soekarno harus menahan isak tangis memberi hukuman mati untuk saudaranya sendiri saat serumah di rumah HOS. Cokroaminoto.
Nah, itulah sejarah pertemuan dan Pertentangan Soekarno dan Kartosuwiryo dalam bingkai sejarah Bangsa Indonesia. Benar kata Presiden Soekarno, “Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan saudara sendiri”.
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…