Hari kemerdekaan Indonesia yang diperingati tiap tanggal 17 Agustus memang tak pernah lepas dari peristiwa pembacaan teks proklamasi yang dilakukan oleh Sukarno. Momen bersejarah yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta itu ternyata penuh dengan perjuangan yang luar biasa dari seorang Sukarno.
Sebelum membaca teks proklamasi yang kelak mengubah sejarah tersebut, siapa sangka jika Bung besar sempat terserang demam yang membuat tubuhnya menggigil. Belum lagi kekhawatiran akan adanya serbuan dari tentara Jepang yang membuat siapapun merasa was-was. Lantas, seperti apa kisahnya?
Sukarno terserang demam hingga tubuhnya menggigil hebat
Sukarno sempat mengeluh saat detik-detik pembacaan teks proklamasi mendekati waktunya. “Aku sangat sakit,” keluh Sukarno kepada Fatmawati, pada suatu pagi 17 Agustus 1945 di kediaman mereka. Bung Karno ternyata tengah demam akibat malaria dengan suhu tubuh mencapai 40 derajat celsius. Tak heran jika dirinya menggigil hebat dari ujung kepala hingga kaki.
Sempat begadang untuk persiapan acara esok hari
Wajar jika Sukarno merasa demam pada pagi hari itu, pasalnya menjelang 17 Agustus 1945, dirinya bersama Bung Hatta dan para pemuda sempat begadang selama dua hari tanpa tidur. Pada saat itu, keduanya diculik dan dibawa ke Rengasdengklok dan merumuskan teks proklamasi secara maraton. Mengingat akan ada peristiwa penting keesokan harinya.
Pinjam mikrofon rakitan yang digunakan untuk menyiarkan proklamasi
Siaran pembacaan teks proklamasi juga tak lepas dari keberadaan mikrofon legendaris yang dipinjam dari sosok Gunawan, pemilik Radio Satriya di Jalan Salemba Tengah 24 Jakarta. Dilansir dari Historia dalam ‘Mencari Mikrofon Proklamasi’, mikrofon tersebut dirakit dengan dua buah magnet dinamo sepeda dan band-nya dari Grenjeng (kertas perak pembungkus rokok).
Sempat khawatir jika sewaktu-waktu diserbu Jepang
Kekhawatiran akan gangguan dari pihak Jepang memang sempat membayangi mereka yang terlibat proses pembacaan teks proklamasi. Hal inilah yang dirasa oleh pemuda bernama Suhud Sastrokusumo. Dirinya sadar bahwa masih ada Personil angkatan darat Jepang yang berpatroli di Jalan Pegangsaan Timur No 56. Beruntungnya, Latief Hendraningrat, anggota PETA, menyiagakan pasukannya jika ada apa-apa.
Peristiwa unik seputar pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia
Acara pembacaan teks proklamasi pun berjalan dengan lancar. Sukarno dan Hatta telah menunaikan tugasnya. Namun demikian, ada beberapa kisah unik seputar peristiwa bersejarah tersebut. Mulai dari menyembunyikan rol film berisi momen pembacaan proklamasi yang ditanam di bawah pohon, persiapan pengibaran bendera merah putih dengan tiang bambu yang serba darurat, hingga bendera yang dijahit tangan oleh Fatmawati, Istri Sukarno.
BACA JUGA: Nggak Banyak yang Tahu Jika Soekarno Pernah Punya Anjing, Begini Ceritanya
Meski dalam kondisi demam, Sukarno tetap bersiap diri untuk peristiwa bersejarah tersebut. Mereka yang telah hadir di Pegangsaan merasa berdebar dan tegang. Semua sudah ditakdirkan bahwa republik baru akan lahir pada hari itu. Dengan perlahan, Sukarno melangkah ke mikrofon pinjaman. Kemudian berkumandanglah suaranya membacakan teks proklamasi, yang hingga kini dikenang sebagai hari kemerdekaan Indonesia.