Bangsa yang besar adalah mereka yang selalu ingat jasa-jasa para pahlawannya. Bagaimana dengan Indonesia? Ya, kita bisa berbangga karena masyarakat Indonesia masih tetap selalu menjunjung sosok para pejuang, meskipun hanya di waktu-waktu tertentu saja misalnya 17 Agustus atau 10 November. Mengingat pahlawan adalah hal penting untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme. Sedangkan nasionalisme adalah bentuk dari rasa cinta tanah air. Tanpanya, negara cuma jadi tempat numpang hidup saja. Tak lebih.
Nasionalisme sangat vital peranannya bagi kehidupan bernegara. Seseorang berani mempertaruhkan nyawanya demi negara, karena rasa nasionalisme. Mau untuk berjuang memperbaiki negara juga lantaran nasionalisme. Bayangkan jika hal-hal seperti ini tak ada. Negara hancur lebuh diinjak-injak pun takkan pernah peduli, karena dasar cinta yang tertanam dalam nasionalisme tak ada. Sayangnya, makin ke sini rakyat Indonesia juga makin tergerus nasionalismenya.
Hal ini bisa dilihat dari banyak orang yang bahkan tak hafal dasar-dasar negara seperti Pancasila dan Pembukaan UUD 1945. Jangankan yang seperti itu, bahkan masyarakat juga kurang peduli dengan para veteran yang kini hidupnya banyak yang terlunta-lunta. Padahal tanpa mereka, mungkin hari ini kita masih jadi pelayan-pelayan para kaum penjajah. Nah, agar rasa nasionalisme tersebut muncul kembali, bisa dilakukan dengan cara yang tadi, yakni mengingat aksi heroik para pahlawan. Berikut adalah beberapa kejadian yang pasti akan membuat jiwa cinta tanah air kita berkobar-kobar.
1. Penyobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato, Surabaya
Tanggal 18 September 1945, Indonesia masih dalam suasana mengharukan lantaran tak lama sebelumnya dibacakan teks proklamasi sebagai deklarasi kemerdekaan. Sayangnya, di hari itu Belanda yang terusir itu kembali lagi dengan dibonceng Palang Merah Internasional. Bersama mereka, datang pula RAPWI atau bisa dibilang pecahan pasukan Sekutu yang dipimpin oleh W.V.Vh Ploegman.
Mereka tiba di Surabaya dan dengan congkaknya langsung menempati gedung Hotel Yamato dan kemudian dijadikan basis militer. Yang bikin geram, mereka juga menaikkan bendera Belanda di ujung tiang tertinggi hotel tersebut. Keesokan harinya, satu persatu warga Surabaya mulai sadar kalau bendera merah putih biru yang terpancang di tiang tinggi itu. Marah, kesal dan luar biasa geram, akhirnya makin banyak orang yang berkumpul di sekitar hotel.
Ketika kerumunan tengah membludak, tibalah seorang tokoh bernama Residen Sudirman. Pria ini kemudian melakukan negosiasi dengan Ploegman untuk menurunkan bendera tersebut. “Tentara sekutu telah menang perang, dan karena Belanda adalah anggota sekutu, maka sekarang Pemerintah Belanda berhak menegakkan kembali pemerintah Hindia Belanda. Republik Indonesia? Itu tidak kami akui,” ujar Ploegman sambil membidik Sudirman dengan revolvernya. Akhirnya Sidik dan Hariyono yang mendampingi Sudirman lalu mengajak tokoh satu ini untuk keluar gedung. Sidik yang geram saat itu kemudian menendang Revolver Ploegman hingga jatuh dan meletus, kemudian remaja ini mencekik tentara Belanda itu sampai tewas.
Sidik yang berada di posisi sulit pun tewas ketika pengawal Ploegman membunuhnya, namun hal ini juga memicu keramaian di luar yang akhirnya masuk ke dalam. Huru-hara pun tak bisa dibendung. Beberapa orang menuju menara hotel dan langsung merobek bendera Belanda hingga tersisa merah putih untuk dinaikkan lagi. Peristiwa ini pun berakibat bentrok di kemudian harinya, yakni pada tanggal 27 Oktober. Lalu dilanjutkan dengan ultimatum Inggris di tanggal 10 November dan kemudian pecahlah perang yang heroik itu.
2. Proklamasi 17 Agustus 1945
Semua perjuangan bangsa ini menuju kemerdekaan memang sangat membanggakan dan heroik. Namun yang menjadi puncak dari semua kucuran darah tersebut adalah Proklamasi 17 Agustus 1945. Ya, momen ini adalah untuk kali pertama Indonesia berani memproklamirkan kemerdekaan setelah ratusan tahun ditindas Belanda dan Jepang.
Peristiwa ini sebenarnya adalah paksaan dari banyak orang kepada para pejuang untuk segera mendeklarasikan kemerdekaan. Hal tersebut dibuktikan dengan peristiwa penculikan dua tokoh penting, Soekarno dan Hatta, oleh para pemuda ke Rengasdengklok. Bisa dibilang tanpa kejadian seperti ini mungkin saja Indonesia tidak akan pernah merdeka di atas kaki sendiri. Rakyat sudah jengah ditindas dan rasa amarah serta ingin merdeka ini pun akhirnya menjadi bekal duo proklamator tersebut untuk segera memproklamirkan kemerdekaan.
3. Pertempuran 10 November 1945
Sukses memproklamirkan kemerdekaan bukan berarti jalan Indonesia mulus ke depannya. Masih banyak lagi serangkaian kejadian berdarah demi mempertahankan kemerdekaan. Misalnya Agresi Militer Belanda I dan II, serta berbagai aksi heroik membakar semangat juang lainnya. Termasuk pula pertempuran 10 November 1945.
Peristiwa ini bermula dari insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato. Lalu setelah itu pecah konflik-konflik kecil yang berujung pada tewasnya salah satu jenderal sekutu bernama Mallaby. Sekutu pun akhirnya mengeluarkan ultimatum untuk melumat Surabaya dan orang-orangnya. Bukannya gentar, rakyat malah membusungkan dadanya untuk melawan penjajah. Diawali dengan pekik pidato Bung Tomo yang membahana dan melecutkan semangat juang, akhirnya pecah sudah perang paling heroik ini.
Banyak dari para pemuda dan rakyat Surabaya yang gugur kala itu. Dan untuk mengenang perjuangan ini maka tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
4. Soekarno Ganyang Malaysia
Indonesia pernah mengambil sikap bertentangan dengan Malaysia pada tahun 1963 lalu. Peristiwa ini bermula lantaran mereka ingin menyatukan Brunei, Sabah dan Sabah ke dalam Federasi Malaysia. Hal ini dianggap Presiden Soekarno sebagai wacana neo imperialisme yang akan mengancam kemerdekaan NKRI. Malaysia bukannya diam saja dengan hal ini, rakyat negara ini melakukan demonstrasi anti Indonesia, bahkan dalam salah satu aksinya mereka menginjak-injak lambang garuda kita.
Marah dan geram, Presiden Soekarno pun berinisiatif untuk mengirim pasukan ke perbatasan agar negara serumpun ini tak banyak tingkah. Bahkan sebelum itu sang presiden juga memberikan pidato yang membuat semangat rakyat Indonesia berkobar-kobar dan menjadi sangat tidak simpati terhadap negara tersebut.
“Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan balas membalas perlakukan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat. Ayo kita ganyang Malaysia! Ganyang Malaysia! Bulatkan tekad semangat membaja, kita banyak peluru, kita banyak nyawa,” begitu salah satu penggalan pidato Presiden Soekarno yang mengguncang semangat rakyat.
5. Peristiwa G30S/PKI
Ada beberapa peristiwa kelam yang pernah terjadi sepanjang sejarah kita. Namun tak ada yang lebih mengerikan lagi selain peristiwa G30S/PKI di mana para petinggi militer kita dihabisi dengan kejam hanya untuk tujuan sekelompok golongan saja. Ditambah lagi para perwira ini diperlakukan begitu kejam sebelum akhirnya dibunuh lalu jasadnya dimasukkan ke dalam sumur Lubang Buaya itu. Hal ini sama artinya menodai kedaulatan serta menghina bangsa Indonesia.
Ada banyak konspirasi beredar soal peristiwa ini. Namun pada intinya bisa disimpulkan jika gerakan ini pada akhirnya bertujuan untuk mendirikan negara komunis di Indonesia. Memang benar kata sebuah ungkapan bijak yang mengatakan jika lebih sulit menghadapi bangsa sendiri dari pada melawan penjajah. Bahkan peristiwa ini berujung panjang pada pembantaian para eks PKI yang juga jadi momen paling kelam dan misterius dalam sejarah kita. Para pendahulu kita mungkin saja menyesali perjuangan berdarah mereka merebut kemerdekaan jika pada akhirnya setelah bebas dari penjajah justru antara satu sama lain saling bunuh, hanya karena beda paham dan memaksakan ideologi kepada yang lain.
Kita tidak dilahirkan pada masa perjuangan kemerdekaan, sehingga sepertinya cukup bisa dimaklumi jika jiwa kecintaan terhadap negara ya cuma begitu-begitu saja. Namun hal tersebut bukan alasan untuk jadi tidak nasionalis. Kita mungkin tidak berjuang, tapi justru menikmati hasil dari perjuangan. Maka dari itu, mari hargai jasa para pahlawan kita. Tanpa mereka, sekali lagi, kita mungkin masih terkungkung dalam belenggu penjajahan saat ini.