Seperti halnya di Kalimantan, Indonesia juga memiliki perbatasan darat cukup panjang di kawasan Papua Nugini. Di perbatasan yang selalu dilupakan ini, penduduk hidup dengan sangat sederhana. Bahkan, terlampau sederhana sehingga untuk makan dan mendapatkan pekerjaan saja mereka harus kerja keras. Ada yang bekerja di hutan atau hijrah ke Jayapura yang cukup menjanjikan.
Salah satu perbatasan yang kerap dilupakan pemerintah adalah di kawasan Skouw. Di sini tempat yang lumayan terpencil ini, apa-apa tidak bisa ditemukan kecuali hari tertentu di mana banyak pedagang datang untuk menawarkan dagangannya. Berikut sekilas kisah tentang perbatasan Skouw yang sangat mengenaskan.
Keadaan Perbatasan yang Memprihatinkan
Yang cukup miris dan membuat kita semua geleng-geleng kepala adalah lokasi Skouw yang berada di kawasan Kota Jayapura. Jika di kota keadaannya cukup maju, maka di sini berbalik seratus delapan puluh derajat. Di kawasan Skouw hanya ada pos penjagaan yang di sisi kiri dan kanannya tidak ada apa-apa. Meski jalanan sudah dilebarkan, para penduduk di kawasan Jayapura jarang sekali ke sini.
Setiap hari yang berlalu lalang adalah penjaga perbatasan. Mereka bisa diberi piket penjagaan perbatasan agar tidak jadi keributan. Selama ini, penjagaan di kawasan ini kerap dikesampingkan sehingga peluang masuknya penduduk dari Papua Nugini menjadi besar karena tidak melalui pos penjagaan.
Supermarker Warga Papua Nugini
Berbeda dengan penduduk lokal yang biasanya memilih tidak ke kawasan Skouw, warga di Papua Nugini justru kerap datang ke sini. Mereka biasanya datang pada hari-hari tertentu seperti Selasa, Kamis, dan Sabtu untuk berbelanja. Banyak warga dari kawasan kota datang ke sini untuk mencari peruntungan dengan membuat pasar-pasar dadakan yang habis saat tengah hari.
Para penduduk dari kawasan Papua Nugini biasanya mencari baju, barang elektronik, atau bahan makanan lain yang tidak ada di sana. Saat masuk ke kawasan Skouw, banyak sekali warga dari negeri tetangga itu yang tidak melewati pos penjagaan. Mereka lebih suka menyelinap melalui kawasan hutan atau sungai.
Desa Terpencil yang Dibiarkan Tergerus Banjir
Salah satu desa terdekat dari kawasan perbatasan Skouw adalah Desa Mosso. Di desa ini, akses menuju kawasan yang lebih maju semisal kota sangatlah terbatas. Di daerah ini hanya ada satu jembatan tali sempit yang melintasi sungai Tami. Jarak antara jembatan ke sungai yang berarus kuat ini sekitar 10 meter dan selalu bergoyang.
Setiap hari, orang-orang di kawasan Desa Mosso melewati jembatan ini tanpa takut. Sebenarnya mereka telah mengajukan pembangunan ke pemerintah daerah. Sayangnya keinginan itu tidak segera terwujud. Selama puluhan tahun, warga di kawasan ini tetap saja menderita. Mereka juga warga Indonesia, seharusnya perkara satu jembatan saja tidak harus membuat mereka menunggu cukup lama.
Potensi Besar yang Tidak Dimanfaatkan
Tidak jauh dari kawasan Skouw terdapat 3 desa unik bernama Skouw Sae, Skouw Mabo, dan Skouw Yambe. Desa ini memanjang berbatasan langsung dengan Samudra Pasifik. Kawasan ini memiliki pantai pasir putih yang indah. Air laut yang ada di sini juga biru dan belum tercemar oleh limbah apa pun.
Ombak di kawasan pantai ini juga cukup besar. Jika dimanfaatkan untuk surfing tidak akan kalah dengan kawasan Bali atau Lombok. Sayangnya, potensi yang cukup besar ini tidak dikembangkan dengan baik. Pemerintah Jayapura terkesan acuh sehingga aset yang menarik banyak wisatawan ini nganggur.
BACA JUGA: Pasar Serikin, Pusat Perbelanjaan di Perbatasan Indonesia-Malaysia yang Isinya Pedagang WNI
Inilah sekilas kehidupan penduduk di kawasan perbatasan Skouw. Nasib mereka di sana begitu memprihatinkan sehingga sudah sepantasnya pemerintah Indonesia memperhatikan kehidupan mereka. Kawasan perbatasan adalah tempat yang krusial jikalau ada konflik. Jika penduduk tidak diperhatikan, bagaimana mereka memiliki rasa cinta tanah air?