in

Inilah 5 Fakta Unik Tentang Sejarah Perayaan Imlek di Indonesia

perayaan imlek di Indonesia

Masyarakat Tionghoa tidak bisa dipisahkan dari sejarah Indonesia. Dari dulu hingga sekarang banyak masyarakat Tionghoa memberikan sumbangsih besar terhadap kemajuan negeri ini. Sayangnya, mereka kadang dianggap sebagai suku yang suka “menginvasi” hingga saat Orde Baru terus disudutkan.

Akhirnya sejak Presiden Gus Dur memimpin Indonesia. Keberadaan mereka menjadi lebih diakui. Bahkan salah satu perayaan terbesar dari masyarakat Tionghoa dibuat menjadi hari libur nasional. Mulai dari sini, budaya Tionghoa jadi lebih bisa diterima, bahkan beberapa telah berbaur dengan kebudayaan pribumi yang agung.

Anyway, inilah lima fakta unik perayaan imlek di Indonesia. Mari kita simak bersama-sama.

1. Imlek di Masa Orde Baru

Saat Orde Baru berkuasa, banyak masyarakat Tionghoa yang merasakan diskriminasi rasial secara mengerikan. Mereka harus mengganti nama mereka di KTP menjadi lebih Indonesia. Bahkan agama Konghucu pun tak diizinkan ada di KTP. Mau tidak mau mereka harus memilih satu dari lima agama yang dinyatakan resmi di Indonesia.

Kerusuhan 1998 yang merupakan propaganda [image source]Anti-China (Tiongkok)
Kerusuhan 1998 yang merupakan propaganda [image source]Anti-China (Tiongkok)
Saat Orde Baru, segala bentuk perayaan yang dilakukan oleh orang Tionghoa dilarang termasuk merayakan Imlek. Bahkan mereka dilarang melakukan peribadatan di Kelenteng yang merupakan rumah ibadah masyarakat Tionghoa. Puncak diskriminasi rasial pada etnis ini terjadi pada Mei 1998. Kerusuhan besar yang terjadi di Indonesia juga mengusung isu anti-China hingga banyak toko dari etnis ini dijarah dengan membabi buta.

2. Pemberlakuan Tahun Baru Imlek

Satu masalah yang sering dialami oleh masyarakat Tionghoa saat Orde Baru adalah adanya Inpres No.14/1967 tentang pembatasan Agama, Kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa. Akhirnya saat Gus Dur menjabat menjadi presiden, beliau mengeluarkan Keppres No.6/2000 untuk mencabut Inpres itu. Sejak pencabutan itu pada tahun 2001, Menteri Agama menetapkan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional fakultatif.

Bapak Pluralisme Indonesia, Gus Dur [image source]
Bapak Pluralisme Indonesia, Gus Dur [image source]
Pada tahun 2002 inilah penetapan Imlek sebagai hari libur nasional mulai diperjelas. Akhirnya muncul Keppres No.19 tahun 2002 yang menyatakan Imlek sebagai hari libur nasional. Sejak saat itu, Imlek menjadi hari libur nasional. Bahkan sudah seperti perayaan Natal atau pun Lebaran yang menjadi hari libur paling besar di negeri ini.

3. Percampuran Budaya Jawa dan Tionghoa di Solo

Di Kota Solo adalah salah satu perayaan yang bisa dibilang sangat unik. Namanya adalah grebeg Sudiro. Perayaan ini dilakukan untuk menyambut hari raya Imlek yang dirayakan oleh etnis Tionghoa sejak tahun 2007. Meski demikian, acara ini justru dilakukan bersama-sama dan dicampuri budaya Jawa yang sangat kental.

GRebek Sudiro di Solo [image source]
Grebek Sudiro di Solo [image source]
Biasanya 7 hari sebelum Imlek akan ada pawai gunungan yang kali ini diganti dengan kue keranjang. Setelah pawai selesai dilakukan, kue ini akan dibagikan kepada para pengunjung yang mayoritas adalah warga lokal. Usai grebeg Sudiro selesai, pertunjukan Barongsai dan juga kesenian Jawa akan berpadu seperti tidak ada sekat. Perayaan ini menampilkan betapa sesungguhnya suku, ras, dan agama bukanlah sebuah pembeda.

4. Perayaan Cap Go Meh Terbesar se-Asia Tenggara

Cap Go Meh adalah salah perayaan yang dilakukan 15 hari setelah Imlek. Biasanya di negara besar seperti Tiongkok dan Taiwan, Cap Go Meh merupakan even perjamuan besar. Pesta dan pawai dilakukan di jalanan dari pagi hingga malam. Di Indonesia sendiri perayaan Cap Go Meh banyak dilakukan di pecinan khususnya di daerah Singkawang, Kalimantan Barat.

Cap Go Meh Singkawang [image source]
Cap Go Meh Singkawang [image source]
Perayaan yang dilakukan di Singkawang ini adalah even pariwisata wajib daerah ini. Setiap tahun akan ada ribuan orang dari berbagai negara datang untuk melihat pawai Tatung. Uniknya, Tatung atau orang yang berdandan seperti panglima perang ini juga masin debus. Mereka menusuk tubuh mereka dengan paku hingga kadang berdarah-darah. Percampuran budaya Tionghoa dan lokal di sini sangatlah terasa. Bahkan banyak orang yang pawai merupakan pribumi Indonesia yang tak ada keturunan Tionghoa-nya.

5. Jogja pun Telah Berbaur dengan Kebudayaan Tionghoa

Beberapa hari yang lalu terselenting kabar jika masyarakat Tionghoa dilarang memiliki hak kepemilikan tanah di Yogyakarta. Hal ini membuat suasana kerukunan ras di Yogyakarta mulai panas. Namun, hal itu semua segera sirna akibat akan diselenggarakannya Pekan Budaya Tionghoa di Yogyakarta.

Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta [image source]
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta [image source]
Pekan budaya ini dilaksanakan sekitar tanggal 18-22 Februari 2016 sebagai bagian dari perayaan Imlek. Kawasan pecinan di sekitar Malioboro akan disulap menjadi tempat meriah yang menampilkan seni dan budaya Tionghoa lengkap dengan paduan budaya Jawa yang khas. Momen langka ini adalah wujud persatuan dan kesatuan semua rakyat Yogyakarta tanpa ada pengecualian.

Inilah lima fakta unik dari sejarah perayaan Imlek di Indonesia. Sejak ditetapkan sebagai hari libur nasional, banyak kota besar lambat laun menyelenggarakan festival Imlek. Mereka memberikan kesempatan kepada warga Tionghoa agar lebih eksis dan berbaur dengan kebudayaan lokal. Anda ikut merayakan Imlek tidak?

Written by Adi Nugroho

Leave a Reply

Inilah 7 Bela Diri Brutal yang Ternyata Nggak Banyak Dikenal

5 Diktator Paling Dibenci di Dunia ini Ternyata Punya Istri yang Cantik Luar Biasa