Ramadan baru saja berakhir, tapi banyak hal yang selalu dikenang saat bulan suci ini. Contohnya, Ramadan selalu identik dengan kegiatan-kegiatan unik untuk mengisi waktu. Mulai dari ngabuburit, main petasan, meriam berbuka dan lain-lain. Seolah jadi sebuah tradisi, semua permainan bila tak dilakukan di bulan puasa seolah ada yang kurang. Bahkan di zaman sekarang ini masih banyak yang melakukannya.
Tradisi lain yang sering dilakukan adalah perang sarung. Ya, saling memukul menggunakan sarung selepas salat Tarawih seolah jadi agenda rutin anak-anak. Namun sayang tradisi itu saat ini malah bisa merenggut nyawa seseorang. Lalu kenapa hal itu terjadi? Simak di ulasan di bawah ini.
Perang sarung anak 90-an penuh kebahagiaan
Sebelum adanya gadget, anak-anak zaman dulu mempunyai tradisi unik dalam mengisi waktu luang saat Ramadan. Salah satunya adalah perang sarung yang seolah tak pernah absen ketika bulan suci tiba. Tepatnya setelah Tarawih, anak-anak akan berkumpul saling pukul menggunakan sarung mereka. Agak sakit memang kalau kena, tapi sama sekali tidak membahayakan.
Saking serunya, kadang sampai lupa waktu bahkan bisa lanjut sampai tengah malam. Tradisi seperti ini rupanya terus beregenerasi sampai sekarang, meskipun sudah banyak anak yang sibuk dengan gawai mereka, namun ada pula yang masih melakukan perang sarung, walupun jumlahnya tak sebanyak dulu.
Sekarang bisa rawan dengan tawuran
Meskipun adanya tradisi permainan perang sarung ini bagus, namun tak semua ternyata selalu berdampak positif. Pasalnya ada saja anak yang memodifikasinya jadi sedemikan rupa sehingga jadi sangat membahayakan. Salah satunya adalah perang sarung dengan senjata tajam. Sarung yang biasanya dipakai hanya untuk memukul tanpa ada niatan untuk melukai, kini dipasang dengan benda tajam.
Mulai dari golok, gergaji, gear motor dan alat-alat berbahaya yang lainnya. Hasilnya, tentu luka parah bisa saja diterima oleh anak-anak ini kalau terkena sabetan sarung, bahkan bisa saja merenggut nyawa. Permainan yang awalnya hanya untuk mengisi waktu luang, kini banyak yang jadi arena berdarah.
Sudah ada korban jiwa yang melayang
Permainan yang sudah mulai berubah fungsi ini ternyata akhirnya benar-benar merenggut nyawa. Seperti yang dilansir dari laman JPNN, tahun 2019 seorang pemuda di Sukabumi harus merenggang nyawa karena terkena tebasan sarung bersenjata tajam. Korban yang menderita tiga luka bacokan dan banyak cidera lainnya karena hantaman gir, nyawanya tak bisa diselamatkan.
Di kasus lain, perang sarung kadang selalu berakhir sebagai tawuran yang merenggut nyawa. Seperti yang terjadi di Tangerang, di mana seorang pemuda harus tewas karena kena bacokan saat tawuran. Semua bermula dari perang sarung biasa, namun salah satu kelompok tak terima hingga sampai membawa senjata tajam untuk tawuran.
Razia perang sarung sering dilakukan
Adanya banyak kejadian yang merenggut nyawa ini tentunya tidak membuat polisi diam. Sering kali dilakukan razia perang sarung, karena kebanyakan selalu berujung ke hal yang negatif. Dilansir dari laman Liputan6, di Cilegon polisi menangkap beberapa orang yang tebukti membawa sarung yang sudah dimodifikasi dengan senjata tajam.
Usut punya usut, perang sarung sering dilakukan di sana bahkan seolah menjadi tradisi. Cuma akhir-akhir ini permainan tersebut mulai meresahkan, karena banyak menggunakan senjata tajam dan ada indikasi untuk tawuran. Oleh sebab itu, pihak berwajib berinisiatif untuk melakukan razia agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan.
BACA JUGA: Nostalgia Ramadan di Tahun 90an yang Bikin Kangen Balik Masa Kecil
Sayang sekali ya, sebuah permainan seru yang biasanya dilakukan ketika bulan Ramadan, kini malah identik dengan hal yang negatif. Apalagi perang sarung ini bisa saja meregang nyawa para pemainnya. Untuk para anak muda, kembalilah pada hakikat perang sarung yang dulu. Sebuah permainan mengisi waktu tanpa ada niatan melukai.