Sudah sejak dahulu kala, masyarakat Nusantara yang kini bernama Indonesia, telah akrab dengan praktik perdukunan dan hal berbau klenik lainnya. Hingga beranjak ke era modern sekalipun, ritual semacam ini masih banyak dijumpai di berbagai wilayah. Bahkan hingga ke kawasan perkotaan yang notabene menjadi simbol modernitas.
Ada yang unik dari sisi kultural bangsa Indonesia untuk diselami lebih jauh. Pegaruh peradaban masa lalu yang kental dengan unsur Animismie dan Dinamisme, menjadi salah satu faktor praktek klenik masih eksi hingga kini. Tak hanya percaya pada dukun, ritual dan syarat nyeleneh yang terkadang bertentangan dengan akal sehat, kerap diterima begitu saja. Faktor apakah gerangan?
Terburu oleh nafsu dan obsesi ingin sukses dengan cepat
Di mana-mana yang namanya kesuksesan, ya harus dikejar dengan jalan berusaha. Hal inilah yang kini seolah menjadi barang langka di Indonesia. Entah apa yang tengah dipikirkan, mereka rela menerabas aturan dan norma agam demi secuil harta di dunia fana ini. Alhasil, bersekutu dengan mahkluk alam lain lewat ritual perdukunan menjadi jalan pintas yang dipilih.
Tradisi yang turun-temurun masyarakat
Sejarah masa lalu nenek moyang bangsa Indonesia yang kental dengan praktik perdukunan, juga diikuti hingga ke zaman modern. Tak hanya di pedesaan maupun pedalaman, fenomena dukun dan segala magic-nya juga mudah ditemui pada masyarakat perkotaan. Entah karena ingin disayang bos, jabatan naik cepat atau hal lainnya, praktik semacam ini tak dipungkiri telah mengakar dan menjadi tradisi pada masyarakat.
Terpapar tayangan berbau klenik di televisi
Dalam sebuah sinematografi, sosok dukun digambarkan sebagai tokoh sakti mandraguna. Dengan ajian dan mantra-mantra tertentu, ia kerap diperlihatkan sebagai penemu solusi dari segala permasalahan yang dialami oleh pasiennya. Belum lagi tayangan lain yang juga berbau klenik dan melibatkan aktivitas perdukunan, perlahan akan membuat otak masyarakat tercuci secara tidak langsung.
Lemahnya keimanan seorang individu
Praktek perdukunan yang semakin menjamur, menjadi bukti lemahnya keimanan seseorang. Karena tak kuat menanggung beban yang seolah telah merampas kesenangan hidup, mereka kerap mencari pertolongan pada dukun untuk dimintai pertolongan. Bukan hal yang aneh. Jika terkena suatu masalah, mereka yang imannya abu-abu belaka, bakal langsung berpaling kepada dukun. Lupa bahwa Tuhannya adalah yang Maha Kaya dan Maha menyelesaikan segala urusan hidup.
Faktor lingkungan
Pergaulan sehari-hari di lingkungan masyarakat, juga bisa mempengaruhi kebiasaan seseorang. Jika berada di antara mereka yang hobi dengan hal-hal yang berbau klenik dan perdukunan, lambat laun pasti akan ikut menular kepada dirinya. Terlepas dari hal apapun, lingkungan adalah ruang utama yang membentuk jati diri dalam seseorang. Jika hal tersebut adalah kebaikan, maka jadilah ia orang yang baik. Tapi kalau sebaliknya, makan akan menjerumuskan ke dalam kebinasaan.
Masih ada banyak hal yang memuat bangsa ini masih mengkultuskan praktik perdukunan. Padahal sebagai umat beragama, kita wajib patuh dan berserah diri hanya pada Tuhan Sang Maha Pencipta. Entah sampai kapan model semacam ini akan terus eksis di Indonesia. Btw, kamu pernah ke dukun gak Sahabat Boombastis?