Mumpung masih bulan Agustus, tak ada salahnya kita membahas hal-hal terkait perang! Namun kali ini kita tak akan membahas terkait perang melawan penjajah yang penuh darah dan penderitaan. Kali ini akan membahas mengenai perang melawan penjahat modern yang usut punya usut didalangi oleh orang Indonesia sendiri!
Jika anda semua jeli memperhatikan tayangan televisi, pasti penjajah macam ini terlihat dengan sangat jelas. Bahkan sialnya, banyak dari generasi muda kita yang justru merasa ‘senang dijajah’. Mereka bahkan mengikuti apa yang penjajah itu lakukan. Hmm, pasti sudah ada bayangan kan apa saja penjajah itu? Mari kita bahas satu-satu penjahat yang menguasai seluruh saluran TV Indonesia itu!
Tak bisa kita pungkiri lagi jika kualitas sinetron negara Indonesia tercinta ini, buruk! Acara yang banyak disaksikan oleh generasi muda ini hanya berisi 5 hal. Pertama, cara berpakaian karakternya tak mencerminkan remaja Indonesia. Kedua, relasi antar tokoh tidak baik, bahkan mengajarkan pertengkaran, pembully-an dan kekerasan. Ketiga, isinya cuma cinta-cintaan yang banyak didramatisir dan sering tidak masuk akal.
Keempat, kalau tidak setan ya vampire, ada naga-nagaan, mistis namun tidak jelas ke mana arah dan tujuannya. Terakhir, tak memiliki pesan moral yang jelas. Acara hanya mengejar jumlah episode, sponsor dan lainnya. Acara tidak dibuat untuk kepentingan pendidikan, terutama remaja tanggung yang sangat mudah terpengaruh. So, tak salah jika sinetron semacam ini layak kita nobatkan sebagai penjajah! Menggerogoti generasi muda dengan cara yang… manis! Berani perang melawan serigala, vampire, dan kawannya?
Kita semua menyadari jika musik adalah hal terpenting dalam hidup. Bahkan di setiap budaya, musik selalu hadir sebagai bagian dari perkembangan peradaban manusia. Namun, musik yang hadir Indonesia tak mengisyaratkan itu. Coba anda perhatikan acara musik beberapa tahun terakhir. Apa yang anda dapat? Well, oke kita jabarkan saja bersama-sama!
Pertama kita mendapatkan cara bagaimana menghina orang dengan gembira. Bagaimana mengulur waktu untuk menyaksikan acara yang isinya cuma yel-yel enggak penting. Terakhir, menyaksikan penyanyi dadakan asal nyanyi lalu disoraki oleh penonton bayaran. Acara musik kita yang awalnya bermanfaat dan menonjolkan kualitas musisi Indonesia, kini nampak seperti hura-hura belaka dan tidak menonjolkan musik atau bakat itu sendiri. Merebut hal bermanfaat menjadi hal tak berguna namun dielu-elukan!
Sadar atau tidak, kita semua telah dijajah oleh namanya mental meniru. Perhatikan acara TV dari stasiun mana saja. Banyak mana acara yang original atau acara yang merupakan franchise? Mulai dari pencarian bakat musik, bakat unik, hingga bakat masak. Semuanya produk luar negeri yang sengaja dicekokkan pada kita semua agar cuma bisa kagum.
Kreativitas generasi muda dijajah habis-habisan. Apa-apa yang berasal dari luar negeri dianggap sebagai sesuatu yang bagus. Sedangkan yang dibuat oleh generasi muda dianggap biasa. Mereka hanya berpatokan pada kesuksesan di luar negeri. Pada akhirnya, hanya sedikit idola dari event seperti ini yang bisa survive dan benar-benar mengukuhkan kualitas serta prestasi mereka.
Tak perlu disebutkan acara apa itu, lalu siapa tokohnya, anda pasti tahu. Pernikahan disiarkan secara live, bahkan event melahirkan yang semestinya cukup jadi dokumentasi yang bersangkutan. Acara seperti ini sebenarnya tak terlalu berguna, terutama bagi masyarakat banyak. Alasannya adalah untuk apa acara pribadi diumbar seperti sebuah acara yang sangat penting. Kedua adalah tidak perlu pamer semua orang sudah tahu jika mereka kaya raya. Terakhir, ternyata kehidupan pribadi begitu mudah dibeli.
Orang yang menyaksikan akan merasa jengah. Padahal banyak acara lain yang (mungkin) berguna jadi tergusur. Selain itu budaya pamer akan diikuti oleh anak kecil yang kebetulan melihatnya. TV yang harusnya media umum justru dijajah dan digunakan sebagai tempat hajatan bagi segelintir orang yang punya kekuasaan.
Saat terjadi pemilihan umum tahun lalu, TV kita seperti terbelah menjadi beberapa kubu. Berita-berita yang berseliweran jadi simpang siur. TV A bilang iya, TV B bilang tidak. Begitu seterusnya hingga kita tak tahu mana yang benar dan mana yang salah. TV yang harus merupakan media pemberi fakta berubah fungsi sebagai media penggiring opini masyarakat.
Acara berita benar-benar dijajah habis-habisan. Pelakunya? Tentu saja oknum orang Indonesia yang punya kepentingan besar untuk memengaruhi masyarakat. Pers jadi berat sebelah dan tidak bisa mengabarkan fakta. Padahal, fakta itulah yang dibutuhkan masyarakat. Bukan omong kosong yang manis di depan tapi pahit di akhir.
Sekitar tahun 90-an, TV Indonesia mendapatkan serangan dari sekian banyak drama Jepang. Lalu sekitar 2010-an ganti Korea menginvasi dengan drama dan KPop-nya. Kali ini, gantian negara ‘Acha-Acha’ mulai menginvasi. Mulai dari acara kolosal hingga acara musik isinya orang itu semua. Bahkan ada salah satu stasiun TV mendedikasikan hampir semua acaranya untuk Bollywood ini karena ratingnya yang sempat melonjak.
Lalu bagaimana nasib acara original Indonesia yang sangat mendidik? Jawabannya adalah kandas. Acara semacam itu tidak akan ditayangkan lagi karena kemungkinan besar untungnya sedikit. Beda dengan acara ginian yang penontonnya banyak. Iklannya banyak. Untungnya pun juga banyak! TV dijajah, malah banyak yang senang.
Acara TV kita sangat menyukai sesuatu yang disebut setingan. Misal acara reality show tentang mengatakan cinta, pemutusan cinta dan lain sebagainya. Semua diseting dengan baik agar terlihat seperti kenyataan. Selain itu acara berbau mistik juga kerap diseting agar nampak mengerikan dan menarik banyak sekali penonton untuk menikmatinya dari awal hingga akhir.
Sejujurnya acara seperti ini tiada manfaatnya. Coba pikir, melihat acara orang marah-marah saat putus cinta anda mendapat apa? Atau saat melihat orang kesurupan, apa yang kita dapatkan? So, tak merasakah anda jika TV kita benar-benar dibuat hancur. Dijajah habis-habisan tanpa menyisakan apa pun!
By the way, kita memang harus sadar jika orientasi stasiun TV di masa kini adalah keuntungan. Lain halnya dengan beberapa dekade lalu, di mana televisi jadi sumber informasi dan hiburan yang berimbang. Sayang, hal ini mulai berbelok. Jadi jika ada kesempatan, mereka akan memanfaatkannya, meski harus menjadikan acara mereka kurang berbobot. Mereka membiarkan TV dijajah dengan berbagai cara asal untung terus mengalir.
Lantas, jika TV sudah dikuasai musuh apa yang bisa kita lakukan sekarang? Sebagian besar di antara kita akan memilih untuk matikan TV, atau pindah langganan ke TV kabel. Tapi bagaimanapun, kita masih berharap dan berjuang agar Indonesia kembali memiliki tayangan televisi yang bermutu dan mendidik, serta merdeka dari tayangan-tayangan yang membodohi dan kurang bermanfaat bagi penonton Indonesia. Setuju?
Doktif alias ‘Dokter Detektif,’ adalah sosok yang viral di media sosial karena ulasannya yang kritis…
Baru-baru ini, Tol Cipularang kembali menjadi sorotan setelah kecelakaan beruntun yang melibatkan sejumlah kendaraan. Insiden…
Netflix terus menghadirkan deretan serial live action yang menarik perhatian penonton dari berbagai kalangan. Dari…
Selalu ada yang baru di TikTok. Salah satu yang kini sedang nge-trend adalah menari rame-rame…
Siapa bilang memulai bisnis harus dengan modal yang besar? Ternyata, sebuah bisnis bisa dimulai dengan…
Viral sebuah kisah yang membuat hati netizen teriris, ialah seorang perempuan yang rela merawat suaminya…