Kasus penistaan agama yang konon dilakukan oleh Ahok terus digulirkan. Banyak pihak mengatakan kalau Ahok pantas dipenjara karena menistakan agama Islam. Di sisi lain, beberapa pihak mengatakan kalau aksi pemidanaan Ahok dan demonstrasi bela Islam yang telah dilakukan ditunggangi aktor politik dengan agenda utama menjatuhkan Presiden Jokowi.
Mau mana saja yang benar, kasus ini cukup membuat publik jadi kebingungan. Pasalnya, mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Semua pihak memberikan klaim sendiri-sendiri di depan media. Dampak dari kasus ini, toleransi antara dua agama besar di Indonesia menjadi goyah. Apalagi ada kasus pengeboman ibadah yang tambah membuat rusuh suasana.
Kembali lagi ke kasus penistaan agama. Kasus yang nyaris serupa sebenarnya juga terjadi di tahun 1918. Sebuah surat kabar bernama Djawi Hisworo memuat artikel yang disinyalir melakukan pelecehan terhadap Nabi Muhammad Saw. Isi dari koran dianggap menghina rasul umat Islam ini sehingga HOS Cokroaminoto membentuk Tentara Kanjeng Nabi Muhammad (TKNM) untuk melakukan protes keras. Berikut cerita tentang kasus penistaan agama dan TKNM selengkapnya.
Artikel Koran yang Menjadi Polemik
Pembentukan TKNM dilakukan oleh HOS Cokroaminoto untuk merespons adanya artikel surat kabar bernama Djawi Hisworo. Surat kabar dengan Bahasa Jawa itu menulis percakapan tentang dua orang bernama Martho dan Djojo. Di akhir percakapan yang sebenarnya sarat makna itu, ada perkataan yang cukup berani dan seolah-olah menuduh Nabi Muhammad Saw melakukan hal buruk.
Pada artikel koran yang ditulis pada Januari 1918 itu, ada nukilan yang mengatakan kalau Nabi Muhammad mengonsumsi minuman keras atau ciu. Dari tulisan inilah, umat Islam mulai merespons untuk melakukan protes. Mereka ingin penulis atau penanggung jawab redaksi diadili karena dianggap melakukan penistaan agama Islam.
Kasusastran Jawa dalam Tulisan yang Dianggap Menghina
Sebelum mengatakan siapa yang benar dan siapa yang salah, kita perlu menyimak sebuah fakta yang cukup menarik. Dalam kasusastran Jawa, ciu atau minuman keras selalu dianalogikan sebagai sesuatu yang memabukkan. Apa yang dimaksud memabukkan di sini bukanlah ciu yang benar-benar bisa diminum, namun kenikmatan hati dan pikiran dalam menikmati berkah-Nya.
Dalam setiap ritual Jawa, ciu selalu dimasukkan dalam sesajen dengan maksud memberikan efek nge-fly atau kepuasan di dalam batin. Artikel yang menjadi polemik itu sebenarnya sudah diberi semacam catatan kaki kalau percakapan ini bukan makna sebenarnya. Namun, masalah tafsir atau pemahaman kadang sulit diterima oleh orang banyak terutama yang masih awam.
Protes Keras dan Pembentukan TKNM
Akibat artikel yang dianggap menistakan agama, protes dilakukan di mana-mana. Bahkan pemerintah Belanda di minta menangkap orang yang dianggap melecehakan Islam dengan sangat berat ini. Tahu kalau ada konflik di kalangan masyarakat, Belanda hanya diam dan tidak memberikan respons apa-apa. Mungkin bagi Belanda, kalau masyarakat saling serang, mereka juga yang akan rugi. Belanda akan untung besar.
Setelah Belanda tidak menanggapi hal ini, TKNM akhirnya dibuat. Masyarakat tidak terima dengan keadaan ini langsung melakukan protes secara besar-besaran. Di bawah kepemimpinan HOS Cokroaminoto sebanyak 35.000 tentara dihasilkan. Mereka melakukan misi protes agar kasus ini segara ditangani agar hari umat Islam tidak lagi merasa tersakiti.
Polemik Antar Golongan yang Hadir Lagi
Percakapan yang ada di dalam surat kabar itu dinukil dari Suluk Gatoloco yang merupakan satu dari beberapa karya sastra terbaik Jawa. Isi dari kitab atau sastra Jawa kuno biasanya analogi atau sebuah sindirian. Tidak ada makna asli yang langsung diucapkan secara gamblang. Orang yang tidak memahami pola ini akan menganggap kalau apa yang ditulis bermakna seperti apa yang ditulis.
Buntut dari penulisan artikel itu hubungan umat Islam dan juga masyarakat Kejawen jadi sedikit memanas. Keadaan ini hampir sama dengan keadaan dua agama besar di Indonesia saat ini yang memanas karena ada kasus Ahok yang terus bergulir hingga sekarang.
Inilah kisah tentang Tentara Kanjeng nabi Muhammad dan kisah penistaan agama yang terjadi pada tahun 1918. Jika dilihat sekilas kasus yang terjadi dahulu hampir mirip dengan kasus sekarang. Kemiripan itu terletak dari adanya dua golongan dan pemahaman atau tafsir dari sebuah ayat atau teks tertentu. Bagaimana menurut Anda