in

Benarkah Harus Ada Kurban Agar Bromo Tidak ‘Mengamuk’? Begini Kisahnya

Bromo masuk dalam satu gunung api aktif yang berada di Jawa Timur. Terletak di empat wilayah kabupaten (Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang) kini ia kembali erupsi dan memasuki status level II waspada. Hal tersebut tentu membuat berkurangnya jumlah wisatawan lokal yang berkunjung ke objek wisata ini.

Meskipun begitu, masyarakat sekitar hanya diberi peringatan agar tidak mendekati gunung dalam radius 1 Km. Bagi yang belum tau, ada banyak cerita yang terkenal mengenai aktivitas penduduk asli yang tinggal di dekat Gunung Bromo, untuk membuatnya tetap tenang dan tidak mengamuk. Berikut Boombastis.com rangkum untuk Sahabat semua.

Penduduk asli di lereng Bromo yang merupakan Suku Tengger

Suku Tengger Bromo [Sumber gambar]
Suku Tengger merupakan masyarakat yang hidup di lereng gunung api ini. Menurut sejarah mereka merupakan keturunan dari para pengungsi Kerajaan Majapahit, seperti yang ada di dalam berjudul Hindu Javanese: Tengger Tradition and Islam karya Robert W. Hefner. Masyarakat tengger ini memiliki kepercayaan, bahasa, serta kebudayaan yang unik dan kontras dan berbeda drai Suku Jawa pada umumnya. Mayoritas masyarakat yang ada di tengger menganut kepercayaan sebagai orang Hindu.

Keterkaitan antara Suku Tengger dan Gunung Bromo

Bromo Erupsi [Sumber gambar]
Tradisi yang ada dan berkembang dalam kehidupan orang Tengger sekarang sangat erat kaitannya dengan Gunung Bromo. Bisa dikatakan jika keduanya punya hubungan yang saling melengkapi satu sama lain. hal ini karena cerita nenek moyang mereka, Joko Seger, yang merupakan keturunan dari seorang brahmana –yang juga ada kaitannya dengan nama Bromo—, serta dulunya menjadi pengungsi di Kawasan pegunungan ini. Joko Seger yang menikah dengan Roro Anteng kemudian menjadi pemimpin dan melahirkan anak cucu yang menjadi cikal bakal  Suku Tengger. Nama Tengger sendiri adalah gabungan dari Roro Anteng dan Joko Seger. Bromo adalah rumah mereka hingga kapanpun juga.

Kemarahan Bromo dan pengorbanan Raden Kusuma

Kawah Gunung Bromo [Sumber gambar]
Berdasarkan legenda yang dipercaya masyarakat setempat, Roro Anteng dan Joko Tengger dulunya memohon agar diberi keturunan. Namun, syaratnya mereka harus merelakan salah satu dari anaknya  untuk menjadi korban. Keduanya dikaruniai 25 putra, tetapi karena sayang dan tak kunjung menepati janji, keduanya tak mengorbankan anak mereka. Hal ini membuat Bromo marah, hingga kemudian anak bungsu mereka yang bernama Raden Kusuma melakukan pengorbanan diri untuk meredakan gejolak sang Bromo. Karena itulah setiap tanggal tertentu, Suku Tengger rutin memberi kurban kepada gunung api tersebut.

Upacara Yadna sebagai upaya memohon berkah dan keselamatan

Upacara Yadna Kasada [Sumber gambar]
Upacara pengurbanan seperti yang dijelaskan di atas disebut juga Yadna Kasada, di mana dilakukan setiap tanggal 14 bulan kasadha. Dalam upacara ini, penduduk memberikan kurban hewan ternak dan hasil tani terbaik mereka untuk kemudian dilempar ke dalam kawah Bromo yang menggelegak. Upacara ini tidak hanya untuk mengenal pengorbanan Raden Kusuma saja, tetapi juga sebagai upaya memohon keselamatan dan berkah kepada Tuhan mereka. Pada saat Upacara Kasada, yang ikut bukan hanya mereka yang beragama Hindu saja, tetapi semua umat yang tinggal di lereng gunung ini, baik Islam maupun Kristen.

Tempat sakral pengorbanan di Gunung Bromo

Pura Luhur Poten [Sumber gambar]
Dalam kehidupan masyarakat Tengger, setidaknya ada beberapa tempat sakral –terutama menjelang perayaan Kasada. Mereka adalah rumah dukun adat, pura Poten Luhur, dan yang terakhir Kawan Bromo. Upacara Kasada yang biasanya dilakukan tengah malam (00.00-04.00) bergerak dari rumah dukun adat dan akan berakhir di kawah Gunung Bromo. Melansir grid.id, sebelum upacara akan ada semeninga yang dilakukan oleh dukun pandita, yaitu persiapan untuk upacara yang bertujuan memberitahukan para Dewa bahwa ritual siap dilaksanakan. Jika semua sudah siap, semua orang baru bergerak ke pura dan terakhir menuju pusat pengorbanan yakni kawah Gunung Bromo.

BACA JUGA: Gunung Bromo Mulai Semburkan Abu Vulkanik, Ini Jadinya Jika Ia Benar-benar Erupsi Dahsyat

Kepercayaan ini dipegang teguh oleh masyarakat Suku Tengger. Mereka percaya kalau alam dan manusia bisa berdamai jika mereka saling menjaga dan menghormati satu sama lain. Jika kamu ingin mengetahui berbagai budaya yang ada di Suku Tengger, masyarakat sekitar sangat senang berbagi dan menjelaskan. Semoga Bromo kembali tenang dan tidak membahayakan ya, Sahabat.

Written by Ayu

Ayu Lestari, bergabung di Boombastis.com sejak 2017. Seorang ambivert yang jatuh cinta pada tulisan, karena menurutnya dalam menulis tak akan ada puisi yang sumbang dan akan membuat seseorang abadi dalam ingatan. Selain menulis, perempuan kelahiran Palembang ini juga gemar menyanyi, walaupun suaranya tak bisa disetarakan dengan Siti Nurhalizah. Bermimpi bisa melihat setiap pelosok indah Indonesia. Penyuka hujan, senja, puisi dan ungu.

Leave a Reply

Cerita Jenderal Ganas yang Kerap “Naik Darah” dan Membuatnya Disegani Oleh Sukarno

Fenomena Laut ‘Terbelah’ di Selat Madura, Bakal Ada Bencana Besar?