Anggapan bahwa sosok setan yang selama ini identik sebagai musuh manusia yang kerap mengajarkan keburukan, nyata-nyataya tidak berlaku bagi sebagian masyarakat di negara-negara Barat. Lewat keyakinan yang bernama satanisme, mereka berupaya merengkuh jalan hidup dengan mengabdikan diri pada setan. Tentu saja, semua dilakukan atas nama kebebasan yang berlaku dalam negaranya.
Upaya para penganut paham satanism bukan main-main. Setidaknya, hal ini bisa dilihat lewat film dokumenter baru yang membahas tentang Kuil Setan (Satanic Temple). Serupa namun tak sama, Kuil Setan yang dibangun memiliki filosofi yang berbeda dengan Gereja Setan (Church of Satan), yang didirikan pada 1966 oleh selebriti Anton Levey di San Francisco. Dalam film dokumenter tersebut, kita akan melihat bagaimana kehidupan mereka yang memilih setan sebagai ‘jalannya’.
Ingin menjadi individu yang tak terbatas atas pencarian berbasis akal sehat
Kebebasan berkeyakinan yang berlaku di Amerika Serikat, dimanfaatkan sebagian kecil kalangan penganut satanisme untuk mendapatkan haknya. Ya, tuntutan kebebasan beribadah seperti umat beragama lain menjadi poin utama yang digaungkan. Dalam film dokumenter Hail Satan? (2019) yang disutradari oleh Penny Lane, memperlihatkan upaya tersebut dalam setiap adegan demi adegan yang ada. Jelas, ada pesan yang ingin disampaikan kepada para penontonnya.
Berdiri pada 2013 silam, Kuil Setan mempunyai misinya tersendiri. Sebagai orang-orang yang mengagungkan kebebasan, tindakan seperti berbuat kebajikan dan empati di antara semua orang, menolak otoritas tirani, menganjurkan akal sehat dan keadilan praktis, adalah langkah awal mereka yang telah menjadi semacam ‘dogma’ pengikutnya. Kehendak individu lah yang menjadi panduan dalam sekte satanisme yang mereka anut, dalam upayanya mencari ‘kebenaran’.
Dalih keseimbangan religius yang menjadi upaya menuju legalisasi
Bukan tanpa sebab jika Kuil Setan yang berkantor pusat di Salem, Massachusetts, Amerika itu menuntut kesetaraan, khususnya dalam beribadah. Didirikan oleh Lucien Greaves dan Malcolm Jerry, mereka meminta agar diberi ruang yang sama dalam mengimplementasikan keyakinannya. Upaya ini, dimanifestasikan dalam bentuk pendirian sebuah patung Baphomet, manusia berkepala kambing yang selama ini jadi simbol penganut satanisme.
Alasan lainnya adalah, para pengikut aliran satanism itu berdalih ingin mengembalikan semacam keseimbangan religius. Sembari menuntut keadilan, mereka juga mendakwahkan doktrin yang mendukung keadilan sosial dan hak asasi manusia. Ya, alasan kesetaraan menjadi semacam ‘kendaraan tumpangan’ agar keberadaannya diakui atau bahkan dilegalkan. Tak jarang, para pengikutnya juga kerap mengadakan kampanye terbuka dan berorasi di tempat umum.
Menyasar masyarakat umum dengan beragam kegiatan
Lucien Greaves sebagai juru bicara Kuil Setan, menjadi ‘magnet’ bagi mereka yang menuhankan ‘kebebasan’ dan ‘akal sehat’ dalam pencarian jati dirinya sebagai manusia. Dikutip dari bbc.com, ia dan rekan-rekan Satanisnya kerap mengadakan sebuah kegiatan seperti mengajak orang-orang untuk mendonorkan darah, mengumpulkan kaus kaki untuk para gelandangan dan membersihkan pantai-pantai umum.
Sangarnya lagi, Kuil Setan juga mengadakan klub Satanis yang menyasar anak-anak murid selepas jam sekolah mereka. Di sana, mereka diajarkan prinsip-prinsip Kuil Setan, seperti Seorang manusia harus berusaha untuk bertindak dengan belas kasih dan empati terhadap semua makhluk dengan sewajarnya, dan menebus kesalahan degan melakukan yang terbaik untuk memperbaikinya, serta menyelesaikan segala kerusakan yang mungkin disebabkan oleh hal tersebut. Waduh..duh..duh…
BACA JUGA: Awas! 5 Fakta Menggiurkan Gereja Setan Ini Bisa Bikin Seseorang Jadi Murtad
Entah apa yang ada di dalam pikiran mereka. Jelasnya, kebebasan memilih yang berlaku di negara tersebut membuat mereka berupaya untuk melegalkan keyakinannya sebagai penganut satanisme. Jika diresmikan, tentu hal ini menjadi peringatan sekaligus pertanda bahwa akhir zaman memang benar akan segera tiba. Gimana menurutmu Sahabat Boombastis?