Sabtu ini akan tersaji pertandingan klasik antar PSM Makasar melawan Persebaya. Pertemuan kedua tim beda pulau ini bisa dikatakan bukan partai sembarang. Hal ini lantaran mempertemukan kesebelasan penuh sejarah di Indonesia. Kedua tim juga merupakan kesebelasan legenda yang turut serta membesarkan sepak bola di tanah air. Namun di balik hal tersebut ada sebuah pemandangan yang menakjubkan.
Pendukung PSM Makasar akan menyambut ratusan kelompok suporter Persebaya dengan damai dan cinta. Situasi yang bisa dikatakan sebuah hal yang langka, terlebih kedua tim dalam sejarahnya tidak pernah akur satu sama lain. Bahkan sempat bentrok hingga banyak berjatuhan korban di tahun 2005 lalu. Tercacat akan ada 300 ratusan Bonek datang ke Makasar untuk melihat pertandingan tersebut.
Usut punya usut, kondisi yang berbalik 360 derajat ini, merupakan bentuk menepati janji pasca insiden parah tahun 2005. Saat itu pendukung kedua tim saling bergesekan satu sama lain. Hujan batu dan perang senjata tajam menjadi warna kelam yang membingkai insiden berdarah tersebut. Namun kejadian nahas itu sebenarnya hanya sebuah kesalahpahaman belaka. Dilansir laman Tempo, api pertarungan itu tersulut saat Bonek yang berlari mau mengambil jatah makan yang dikira menyerang suporter PSM.
Pasca cerita kelam itu kedua belah pihak berdamai dan menjadi saudara satu sama lain. Hal inilah yang akhirnya membuat Bonek mendapatkan sambutan berbeda ketika tandang ke Makasar. Dilansir laman Bolasport, The Macz Man akan menyediakan penginapan untuk ratusan pendukung Persebaya Surabaya. Tidak itu saja, mereka juga dengan sukarela memberikan salah satu tribune untuk mereka tempati. Pemandangan ini seperti layaknya air yang menyiram api rivalitas yang kerap dihembuskan antar suporter.
Apabila menarik sejarah ke belakang rivalitas antara kedua pendukung sudah terjadi sejak dahulu kala. Dilansir laman Bolasport, Padahal sejak era Perserikatan per 1970-an hingga zaman Ligina pada 2000-an, laga PSM dan Persebaya selalu diwarnai bentrok oleh kelompok fan fanatiknya. Hal ini lantaran kedua kesebelasan berbeda pulau memang memiliki rivalitas dalam merebutkan sebuah prestasi di kompetisi nasional.
Cerita perdamaian keduanya tersebut, dapatlah menjadi sebuah contoh untuk pendukung tim lain. Apabila hal semacam ini kerap terjadi, kompetisi akan semakin sedap untuk ditonton. Rivalitas memang diperlukan, namun kita juga harus sadar setelah 90 menit pertandingan kita tetaplah masyarakat yang sama tinggal di Indonesia.