Bukan cuma jumlah pengangguran yang tinggi di muka bumi ini. Jumlah bujangan dan gadis yang belum punya pasangan sudah semakin mengkhawatirkan perkembangannya. Oleh karena itu ada sebuah inisiatif seperti kontak jodoh, bahkan pasar jodoh.
Di People’s Park, Shanghai, Tiongkok juga ada tempat seperti ini. Namanya Marriage Market. Pasar yang terletak di taman tersebut menjadi booming setelah Jeffrey Donenfeld, pria petualang asal New York, mendokumentasikan suasana yang terjadi di sana dan mengunggahnya ke YouTube. Di sini mencari pasangan sudah seperti melamar pekerjaan. Seru-seru ngenes sih, tapi kira-kira bagaimana ya suasana sebenarnya di sana?
‘Penjualnya’ Para Orang Tua, Bukan si Jomblo
Di Marriage Market, si jomblo atau jomblowati tidak akan terlihat. Bukan karena mereka malu menampakkan diri kalau mereka masih jomblo, tapi karena yang ‘menjajakan’ mereka adalah orang tuanya. Orang tua si jomblo ini gregetan kalau anaknya tak kunjung mendapatkan jodoh sebab terlalu sibuk dengan pekerjaan. Kegiatan yang dilakukan para orang tua tersebut memang jadi ajang yang sempurna untuk bertukar informasi. Mereka saling mencari menantu idaman mereka masing-masing. Karena itulah, yang akan kita temukan di pasar yang hanya terjadi pada hari Sabtu dan Minggu ini mayoritas orang tua, bukan para jomblonya.
Penawarannya Hanya Berupa Data Diri
Para orang tua yang memiliki anak jomblo akan meletakkan data diri anaknya, seperti CV untuk melamar pekerjaan. Dalam lembaran biodata tersebut, tertulis info yang sangat lengkap, mulai pekerjaan, gaji perbulan, keahlian, hingga hal-hal kecil seperti berat badan dan tinggi badan. Kadang juga dilengkapi dengan foto si jomblo, yang digunakan untuk memancing ‘pembeli’ agar lebih tertarik. Lembaran tersebut kemudian diletakkan di sepanjang taman, entah itu digantung, ditempel di dinding, atau diletakkan di pinggir jalan. Karena itulah, bukannya dihiasi bunga-bunga yang indah, taman tersebut justru penuh dengan lembaran-lembaran penawaran.
Karena Kaum Wanita Tiga Kali Lipat Lebih Banyak
Salah satu faktor yang memicu adanya pasar jodoh di Tiongkok adalah fakta bahwa kaum Hawa tiga kali lebih banyak daripada kaum Adam. Hal ini memicu kekhawatiran bagi para orang tua kalau anaknya tidak akan kebagian jodoh. Karena kekhawatiran tersebut, para orang tua mencoba mencari cara agar anaknya bisa mendapatkan jodoh. Dan lahirlah Marriage Market.
Meskipun Begitu, Keberhasilnnya Sangat Kecil
Ternyata, meskipun adanya fasilitas pasar jodoh, orang tua tidak serta merta bisa menemukan menantu. Fakta menunjukkan kalau keberhasilan pasar jodoh dalam mempertemukan dua insan menjadi keluarga sangat kecil. Banyak orang tua yang telah menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk menemukan menantu idaman di pasar jodoh, namun hal itu tak kunjung mereka dapatkan. Mungkin orang Tiongkok harus bercermin ke budaya Indonesia, yakni datang langsung ke rumah yang akan dilamar, bukan ke pasar jodoh.
Perjodohan Bukan Fenomena Baru
Kisah pacar bayaran hingga pasar seperti ini bukanlah hal baru. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, perjodohan di Tiongkok terjadi karena membeludaknya kaum wanita, serta anak yang terlalu sibuk bekerja sehingga tidak aktif mencari pasangan hidup. Karena itulah banyak muda-mudi di sana menyerahkan usuran jodoh kepada orang tuanya. Hal ini mungkin berbanding terbalik dengan Indonesia. Para jomblo sibuk mencari pasangan hidup dan nyaris tidak mau kalau dijodohkan.
Belum ketemu jodoh sebenarnya hanya masalah waktu. Bila belum dapat pasangan, mungkin saja Tuhan mencukupkan kita di hal yang lain. Tapi jangan terlalu lama sendiri, karena lebih baik ketika ada yang menemani.