Bukan hanya orang asli Cirebon saja yang pernah merasakan ‘keganasan’ polisi di kota mereka, bahkan orang-orang dari luar kota pun tak luput heran kenapa banyak sekali dan seringnya razia dan aksi penilangan oleh aparat terhadap semua jenis kendaraan, khususnya motor.
Dikarenakan hal tersebut, baru-baru ini muncul slogan atau penyebutan khusus untuk kota tersebut, yaitu Cirebon Kota Tilang Indonesia. Mengambil dari kasus penilangan yang sering terjadi di Cirebon, lantas apakah pihak kepolisian yang melakukan razia sudah dilakukan secara benar? Berikut ulasannya.
1. Membawa barang bawaan di kendaraan melanggar pasal 225?
Ada banyak pengendara motor yang beberapa di antaranya berbagi pengalaman dan membuat status di Facebook, setelah mereka terkena tilang di Cirebon karena membawa barang bawaan. Baik yang diletakkan di bagian depan atau di belakang. Bahkan menurut polisi yang menilang salah seorang di antaranya mengatakan bahwa membawa barang bawaan besar tersebut melanggar pasal 225. Lantas apakah dan bagaimana bunyi pasal 225 tersebut?
Pasal 225 menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, berbunyi,
“Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan industri dan teknologi Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur dengan peraturan pemerintah.”
Tentunya hal ini berbeda antara pelanggaran pasal yang dilontarkan polisi kepada pengendara motor yang bersangkutan. Padahal ada pasal khusus yang mengatur masalah barang bawaan menurut undang-undang, yaitu pasal 137 ayat (2) dan (3) undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus. Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.”
Dan, selama barang bawaan tersebut tidak menghalangi kemudi, pandangan dan sebagainya serta tidak membahayakan, maka hal tersebut masih sah di mata hukum.
2. Motor yang tidak dilengkapi tutup pentil atau menggunakan aksesoris pantas ditilang?
Setidaknya ada 2 orang pengendara motor yang pernah menuliskan pengalaman mereka terkena tilang di Cirebon hanya gara-gara tutup pentil atau valve cap. Dikarenakan hal ini, mereka harus membayar denda tilang yang cukup besar, hanya gara-gara tutup pentil saja. Benarkah tidak menggunakan tutup pentil atau menggantinya dengan aksesoris lain melanggar peraturan?
Menurut pasal 285 ayat 1 undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (untuk motor), tidak ada penyebutan bahwa tutup pentil dapat dijadikan alasan seseorang untuk terkena tilang. Dalam pasal tersebut berbunyi,
“Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan layak jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, knalpot, dan kedalaman alur ban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp 250.000.”
Sedangkan menurut pasal 285 ayat 2 undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (untuk mobil), berbunyi
“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).”
Tidak dijelaskan sama sekali dalam pasal tersebut bahwa hanya gara-gara tutup pentil melanggar peraturan lalu lintas. Bahkan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya menyebutkan bahwa jika ada pengendara yang tidak menggunakan tutup pentil hanya perlu diingatkan dan tidak harus ditilang.
3. Spare part asli keluaran pabrikan masih salah menurut polisi?
Ada beberapa pengguna motor yang mengungkapkan kekesalannya karena mereka merasa tidak menyalahi peraturan lalu lintas dan membawa surat-surat lengkap, namun masih terkena tilang. Dia ditilang hanya gara-gara spare part yang melekat pada motornya tidak benar menurut polisi yang menilangnya.
Untuk beberapa jenis motor sport yang sudah lulus uji kelaiakan dan dapat dipasarkan di Indonesia memiliki bentuk dan spare part yang berbeda dari model sebelumnya, seperti penggunaan Upside Down Shock (USD), lampu beam menyala sebelah sampai dengan spakbor yang pendek. Akan tetapi hal ini menurut polisi adalah menyalahi peraturan karena dianggap telah memodifikasi bentuk kendaraan aslinya.
Menurut bunyi pasal 227 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
“Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).”
Lantas bagaimana dengan beberapa jenis motor sport terbaru yang memang bawaan aslinya sudah seperti itu dan sudah lulus uji kelaikan dan uji tipe?
4. Modifikasi lampu LED yang sudah berprojector menyalahi aturan?
Banyak pengguna motor sport dengan cc besar yang menjadi geram, kecewa dan marah. Hal ini karena mereka harus ditilang polisi karena lampu LED yang digunakan pada kendaraannya dianggap melanggar aturan lalu lintas. Para pengguna motor sport tersebut beranggapan bahwa alasan polisi itu terlalu mengada-ada. Karena rata-rata lampu LED yang terpasang dalam kendaraannya ada yang asli buatan pabrik dan ada pula yang diganti menggunakan lampu HID yang telah ditambahi Headlamp HID Projector.
Sehingga tidak menyilaukan pengguna jalan karena di dalamnya telah ada fasilitas cut off yang menjadikan lampu tidak menyala ke segala arah, melainkan hanya ke bawah saja. Namun hal tersebut tetap dijadikan permasalahan. Lantas benarkah penggunaan lampu LED dan juga Headlamp HID Projector menyalahi aturan?
Menurut pasal 23 Undang-undang Nomor 55 tahun 2012 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan;
“Sistem lampu dan alat pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf i meliputi:
-
Lampu utama dekat berwarna putih atau kuning muda;
-
Lampu utama jauh berwarna putih atau kuning muda;
-
Lampu penunjuk arah berwarna kuning tua dengan sinar kelap-kelip;
-
Lampu rem berwarna merah;
-
Lampu posisi depan berwarna putih atau kuning muda;
-
Lampu posisi belakang berwarna merah;
-
Lampu mundur dengan warna putih atau kuning muda kecuali untuk Sepeda Motor;
-
Lampu penerangan tanda nomor Kendaraan bermotor di bagian belakang Kendaraan berwarna putihl
-
Lampu isyarat peringatan bahaya berwarna kuning tua dengan sinar kelap-kelip”
Hal itu ditambah lagi dengan pasal 227 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengulas masalah modifikasi, pasal 52 ayat (2) yang mengatur tentang persyaratan untuk mengubah konstruksi dan material kendaraan, pasal 279 dan 58 tentang penambahan dan larangan penggunaan perlengkapan di kendaraan bermotor yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.
Nah, sudah jelas bukan bahwa ada pasal-pasal tertentu yang mengulas mulai tentang perlengkapan sampai dengan modifikasi kendaraan. So, jika Anda merasa tidak melanggar karena kendaraan yang dimiliki tidak menyalahi aturan, ada baiknya untuk menanyakan pasal berapa yang digunakan polisi sebagai acuan tilang dan mengutarakan pasal-pasal di atas sebagai bahan argumen.
Takut berbicara benar justru akan membantu tumbuh suburnya korupsi dan pungli di Indonesia. Sudah saatnya warga Indonesia cerdas dan tertib peraturan. Begitu pula dengan aparatnya agar tidak main tilang dan melontarkan pasal dengan sekenanya.