Seperti apakah istana itu di dalam benakmu? Tempat yang indah, luas dan penuh dengan kemewahan, mungkin seperti itu. Ya begitulah istana jika dilihat dari luar dinding-dindingnya. Namun siapa sangka jika bagian dalamnya tidak lebih dari medan tempur dan pembantaian. Kawasan yang menjadi sarang intrik untuk saling menjatuhkan dan merebut kekuasaan. Kisah tragis seperti itu memang benar-benar terjadi. Tidak hanya di luar negeri, tapi juga di Nusantara pada masa silam.
Bahkan para pangeran juga bisa melawan ayahnya sendiri. Penyebabnya beragam, ada yang memberontak karena dendam, kecemburuan, takut kehilangan tahta dan lain sebagainya. Namun ada juga yang memberontak untuk mengakhiri kekuasaan ayahnya yang kejam dan keras dalam memimpin. Berikut ini adalah Kisah para pangeran di Nusantara yang angkat senjata untuk menumbangkan tahta ayahnya sendiri.
1 Pangeran Adipati Anom
Pangeran Adipati Anom adalah gelar yang diberikan pada Putra Mahkota Amangkurat I, Penguasa Mataram sepeninggal Sultan Agung. Sayang perjuangan gigih dari pahlawan Nusantara melawan VOC itu justru dinodai dengan sikap Amangkurat I yang keras dalam memerintah bahkan menjalin kerjasama dengan VOC. Banyak anggota istana dan ulama saat itu yang tidak puas dengan kepemimpinan Amangkurat I. Akhirnya muncul ide untuk memberontak yang datang dari sang putra mahkota. Meski begitu, Pangeran Adipati Anom gentar untuk melawan ayahnya sendiri secara terang-terangan. Pergilah dia secara diam-diam untuk meminta bantuan Panembahan Rama, yaitu seorang kerabat Istana Mataram. Atas saran dari Panembahan Rama, Pangeran Adipati Anom dibantu oleh Trunojoyo untuk memberontak.
Tentara dikumpulkan dan dilatih dengan berbagai ilmu kanuragan untuk melawan kekejaman Amangkurat pada saat itu. Tak lama kemudian, penyerangan terhadap Mataram digencarkan. Dumulai dari pembebasan Madura dan menyerang pertahanan Mataram. Kemenangan yang diraih oleh Trunojoyo membuat Pangeran Adipati Anom Khawatir. Bahkan pertempuran antar dua dalang pemberontakan itu tidak bisa dihindari. Pangeran Adipati Anom kalah dan mundur untuk mendukung kembali ayahnya. Peristiwa ini terjadi pada thun 1676, Trunojoyo berhasil menguasai ibu kota Mataram hingga Amangkurat I meninggal. Penggantinya yaitu Adipati Anom bergelar Amangkurat II terpaksa membuat perjanjian dengan VOC untuk melawan Trunojoyo, sekali lagi Jawa terperosok dalam genggaman penjajah.
2. Anusapati
Anusapati adalah nama seorang raja di Singasari. Ia mewarisi tahta dengan jalan menghabisi nyawa ayah tirinya sendiri. Konon pertumpahan darah yang terjadi pada raja Singasari adalah karena kutukan pembuat keris sakti yang digunakan oleh Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung dan merebut Ken Dedes yaitu Empu Gandring. Kekuasaan ken Arok sebagai pendiri Singasari diakhir oleh Anusapati yang merupakan anak dari Ken Dedes dan Tunggul Ametung.
Pangeran Singasari itu ingin membalas dendam atas kematian ayahnya dengan menggunakan keris Empu Gandring. Ironis, perbuatannya itu juga membuat keturunan Ken Arok murka hingga akhirnya membunuh Anusapati juga dengan Keris Empu Gandring. Kisah ini dijelaskan dengan detail di Kitab Pararaton yang berisi sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur.
3. Sultan Haji
Kesultanan Banten pernah mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Titiyasa. Pada saat itu VOC sudah berupaya untuk menguasai banten dan melancarkan berbagai taktik politiknya. Namun karena strategi dari Sultan Ageng Titiyasa, maka Banten tetap aman. Pasukan VOC yang merasa terancam dengan Sultan Ageng, mulai memanfaatkan kebijakan politik yang diberlakukan pada sultan pada anak-anaknya. Di mana urusan dalam negeri dipercayakan pada putra mahkota yaitu Sultan Haji sedangkan untuk luar negeri Sultan Ageng akan dibantu oleh Pangeran Purbaya.
Hasutan VOC berhasil membuat Sultan Haji curiga dan khawatir akan kehilangan posisi sebagai pewaris tahta. Akhirnya Sultan Haji bekerja sama dengan VOC melawan ayahnya sendiri. Beberapa tahun setelah itu Kesultanan Banten mengalami kemunduran karena pengaruh VOC.
4. Raden Patah
Raden Patah adalah pendiri Kerjaan Demak dan menjadi raja pertama yang memerintah dari tahun 500 hingga 1518. Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah keturunan Wangsa Rajasa, artinya dia adalah putra dari Raja Majapahit yaitu Prabu Brawijaya. Karena berbagai alasan, Raden Patah berencana untuk memberontak melawan Majapahit. Namun Sunan Ampel sebagai guru melarang niat tersebut. Baru sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah benar-benar melancarkan serangan dan meruntuhkan kekuasaan Majapahit.
Sunan Ampel melarang pemberontakan bukannya tanpa alasan, tapi karena Brawijaya sebagai Raja Majapahit saat itu adalah ayah Raden Patah Sendiri. Setelah menunggu beberapa lama, pemberontakan tidak bisa dihindarkan lagi. Maka pada tahun 1478 serangan terhadap Majapahit dilakukan hingga akhirnya runtuh. Setelah itu, Raden Patah mendirikan Kerajaan Demak dan menjadi penguasa pertama.
Berbagai hubungan, entah itu keluarga pertemanan atau pasangan suami istri sekalipun bisa rusak begitu saja karena masalah kekuasaan, uang dan lain sebagainya. Namun keadaan bisa juga membuat seseorang jadi ada dalam perasaan dilema. Mau melawan, itu ayahnya sendiri. Tapi tidak melawan akan ada banyak hal buruk yang terjadi. Terlepas dari apapun niat dari para pangeran di atas, pemberontakan mereka telah menjadi bagian dari sejarah dan kisah bangsa ini. Semoga bisa dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk kita semua.