Cilok, siapa sih yang nggak kenal dengan jajanan khas Indonesia satu ini? Begitu banyak penggemar cilok, mulai dari anak-anak sampai dewasa. Makanan ini juga sering di jajakan di pinggir jalan. Selama ini, para penjual cilok mungkin kerap dipandang sebelah mata. Namun jangan salah, berjualan cilok sebenarnya juga sangat berpotensi bikin tajir.
Nggak percaya? Intip dulu kisah Harsono, salah satu penjual cilok yang ada di Jember. Selama ini Harsono memang cuma menekuni bisnis berjualan cilok. Tapi jangan salah, dari hasil berjualan cilok itu, Harsono bisa punya apartemen dan juga 13 rumah kontrakan. Lho, kok bisa? Mending simak dulu kisahnya.
Alasan berjualan cilok
Di Jember, nama Cilok Edy sudah sangat dikenal dan punya banyak penggemar. Cilok Edy sendiri merupakan usaha yang dijalankan oleh Harsono dan istrinya, Siti Fatimah. Pasutri asal Tegalgede, Kecamatan Sumbersari, Jember ini memulai usaha sejak tahun 1997.
Awalnya, Harsono bekerja sebagai tukang ojek dari motor hasil kredit. Namun karena tak mampu melunasi kreditan, motor tersebut akhirnya diambil dan uang mukanya dikembalikan. Harsono sempat bekerja sebagai tukang becak, sayangnya hasilnya tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Harsono sendiri mendapat ide berjualan cilok dari ayahnya yang dulu juga berjualan cilok di Bali.
Mulai usaha dan bangkit perlahan
Harsono dan istri menirukan usaha sang ayah, dengan berjualan cilok. Dengan modal pertama hanya Rp20 ribu, istri Harsono mengolah daging dengan tepung dan menjadikannya cilok. Saat itu, memang belum ada cilok yang dicampurkan dengan daging.
Harsono berharap jika ciloknya yang berbeda, akan diminati masyarakat. Harsono mulai berjualan sejak pukul 06.30, berkeliling berbagai tempat khususnya depan sekolah. Sehari penuh Harsono habiskan untuk berjualan, biasanya Harsono baru pulang lepas Isya.
Jatuh bangun berjualan cilok
Awal mula memang tak mudah, saat pertama jualan, cilok Harsono tidak terjual habis. Bahkan ada wali murid yang melarang anaknya membeli cilok, karena saat itu cilok masih tergolong makanan baru. Hal itu yang membuat semangat Harsono mulai longsor. Ia bahkan memutuskan kembali jadi tukang becak selama dua bulan.
Namun, sang istri memintaya berjualan cilok lagi. Mendapat dorongan dan semangat dari sang istri, akhirnya Harsono pun bersedia kembali berjualan. Harsono berjualan di dekat SD, SMP, bahkan sampai alun-alun. Setelah berjualan selama lima tahun, barulah nama Cilok Edy mulai dikenal oleh masyarakat. Permintaan pun semakin banyak, bahkan sampai membutuhkan 25 kg daging sapi setiap harinya.
Keuntungan yang didapat dari jualan cilok
Mulai percaya diri dengan ciloknya, Harsono pun mengajukan kredit untuk membeli rombong cilok. Awalnya hanya lima buah rombong, namun karena dirasa kurang, akhirnya Harsono menggenapkannya jadi 10 rombong. Hasil dari usaha yang makin berkembang pun Harsono gunakan untuk investasi, setidaknya saat ini Harsono sudah memiliki sawah, tiga apartmenen untuk disewakan, 13 rumah untuk dikoskan juga dikontrakkan.
BACA JUGA:
Itulah kisah Harsono yang memulai usahanya dari nol. Setiap usaha sepertinya memang punya potensi, sekecil apa pun itu, asal dilakoni dengan sungguh-sungguh dan penuh kesabaran, pasti akan membuahkan hasil. Semoga kisah Harsono bisa memotivasi kita untuk bisa sukses.