in

Inilah 4 Alasan Kenapa Owi dan Butet Pantas Disebut Sebagai Pahlawan Olahraga Indonesia

Tontowi Ahmad Liliana Natsir

Semalam (17/8) Indonesia kembali merdeka di gelanggang badminton Olimpiade Rio. Gempita rakyat yang ikut menyaksikan terpancar dari banjir postingan dan ucapan selamat kepada pasangan ganda campuran, Liliyana Natsir dan Tontowi Ahmad. Ini menjadi kabar hangat yang meredakan ketegangan pasca beberapa isu jelang peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia.

(Seperti biasa) Bangsa ini sempat dirundung permasalahan pelik yang dimulai dari kisruh kewarganegaraan ganda dari Menteri ESD, hingga sempat digugurkannya seorang gadis dari Paskibraka karena masalah yang sama. Akibat hal ini, publik mulai berceloteh banyak hal mulai dari mendukung keputusan itu hingga menyayangkan karena dua orang itu sangat berprestasi.

Tepat nyaris tengah malam tanggal 17 Agustus 2016, dua pebulutangkis Indonesia yang berjuang di Olimpiade Rio berhasil menggondol emas. Tontowi Ahmad (Owi) dan Liliyana Natsir (Butet) berjuang habis-habisan sejak penyisihan hingga akhirnya mampu naik podium dan menyanyikan Indonesia Raya dengan sangat bangga. Kemenangan dari Owi dan Butet ini terasa istimewa bukan hanya karena bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia ke-71 saja. Tapi juga dari perjuangan tiada henti dan dukungan rakyat Indonesia yang mengalir di mana-mana. Dari alasan-alasan di bawah ini, tidak berlebihan bila kita dengan bangga menyebut duet maut mereka sebagai perjuangan Pahlawan Olahraga Indonesia.

Generasi Penerus yang Melanjutkan Perjuangan

Bagi mereka yang kurang mengikuti dunia perbulutangkisan di Indonesia, kemenangan Owi dan Butet mungkin hal yang biasa saja. Senang? Sudah pasti, semua rakyat Indonesia pasti senang. Namun, bagi penggila bulutangkis yang selalu mengikuti perjalanan dari Owi dan Butet, perjuangan ini benar-benar luar biasa. Selama bertahun-tahun menunggu, akhirnya emas olimpiade itu bisa mereka kenakan dan gigit sambil tersenyum bangga di depan jutaan pasang mata.

Owi Butet Rio 2016 [image source]
Owi Butet Rio 2016 [image source]
Liliyana Natsir atau Butet menunggu hingga 8 tahun sebelum akhirnya mengondol emas olimpiade yang dia impikan. Pertama kali terjun di ranah olimpiade, dia berpasangan dengan Nova Widianto di Olimpiade 2008, Beijing, Tiongkok. Kala itu, Butet dan Nova Widianto hanya mampu menyerahkan medali perak. Empat tahun berselang, Butet kembali membulatkan asa ke ajang olimpiade dengan pasangan barunya, Tontowi Ahmad. Sayangnya, pada olimpiade ini mereka justru gagal menembus final dan hanya rela dengan posisi empat.

Merah Putih [image source]
Merah Putih [image source]
Kekecewaan yang bertubi-tubi sempat membuat keduanya kehilangan arah. Dalam event Super Series mereka kerap kalah. Namun, dukungan dari banyak pihak terutama suporter bulutangkis Indonesia yang tak kalah gemuruh dengan suporter bola negeri ini, semangat kedua atlet kita tumbuh dan akhirnya sukses di final Olimpiade Rio 2016.

Jadi Simbol Kekuatan Indonesia yang Penuh Keragaman

Tidak bisa dimungkiri lagi kalau Indonesia terbentuk dari berbagai ras suku dan agama. Bahkan kita memiliki semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Sayangnya, keberagaman ini kerap menjadi polemik dan pemicu timbulnya gesekan sehingga saling meradang tak tentu arah, lalu mulai dikait-kaitkan ras atau agama yang mereka anut. Yah, resiko tinggal di Ibu Pertiwi kita yang bhinneka ini.

Semangat juang Owi Butet [image source]
Semangat juang Owi Butet [image source]
Jika melihat dari latar belakang Owi dan Butet, mungkin banyak yang salut dengan bonding keduanya. Pasangan tim ini berasal dari latar belakang yang beda. Owi asli Indonesia dan beragama Islam. Sementara itu Butet merupakan warga keturunan Tionghoa yang beragama Katolik. Dari perbedaan ini, tak terhindarkan yang namanya selisih, sampai ada cerita tentang Butet ‘memarahi’ Owi. Tapi marah ini bukan arogansi kok, melainkan agar pasangan mainnya itu tetap fokus dan on track. Kengototan ini berbuah manis hingga mereka mampu menjadi satu kekuatan dan menggaungkan Indonesia Raya di Rio, Brasil.

Keduanya menunjukkan kepada kita semua bahwa berbeda tidak membuat kita terpecah belah, apalagi mereka dituntut untuk menyabet kemenangan yang sama untuk Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika ditunjukkan dengan sangat kuat dari perjuangan Owi dan Butet.

Menebus Kerinduan Akan Kemenangan yang Tertunda

Disadari atau pun tidak, olahraga juga merupakan tolok ukur kehebatan suatu bangsa selain masalah pembangunan, pendidikan, dan sebagainya. Masih ingat bagaimana nama Indonesia begitu harum ketika Susi Susanti dan Alan Budikusuma, si pengantin Olimpiade yang merebut emas untuk negeri ini. Dalam kasus Owi dan Butet juga sama. Selama ini prestasi dari cabor bulutangkis memang sempat redup dan merindukan prestasi itu hadir kembali. Hingga akhirnya bertepatan dengan ulang tahun RI ke 71, medali emas mereka menjadi kado termanis yang Liliyana dan Tontowi sendiri tak sanggup mengungkapkan dengan kata-kata.

Indonesia masih kuat [image source]
Indonesia masih kuat [image source]
Permainan hebat yang dilakukan oleh Owi dan Butet adalah hiburan yang selalu ditunggu banyak orang. Tak pelak, julukan sarang jawara bulutangkis dunia sudah sepantasnya dikembalikan di Indonesia meski harus bersanding dengan Tiongkok dan Korea Selatan.

Menyalakan Lagi Api Kebanggaan pada Negeri Ini

Melajunya ganda campuran Indonesia ke Final membuat seluruh rakyat Indonesia berbondong-bondong ingin melihat pertandingan itu. Sejak semalam, media sosial dipenuhi doa-doa yang menginginkan dua orang ini memenangkan pertandingan dan mempersembahkan emas untuk Indonesia.

Bangga Indonesia [image source]
Bangga Indonesia [image source]
Saat doa-doa dari masyarakat Indonesia dan perjuangan dari Owi dan Butet akhirnya terkabul, semua orang jadi bersorak gembira. Mereka tidak hanya merasa senang dengan kemenangan itu tapi juga bangga karena menjadi warga negara Indonesia. Kemeriahan ulang tahun negeri ini seolah belum habis meski sudah lewat tengah malam. Ya, secara tidak langsung prestasi heroik ini membuat kebanggaan kita kembali bersemi, setelah melalui isu sosial dan pemerintahan yang seolah ‘kita belum merdeka dari penjajahan’.

Ya, memang perjuangan belum berakhir sekalipun negeri ini sudah memasuki usia 71 tahun. Nasib Indonesia dititipkan di bahu anak-anak bangsa seperti kita, dengan cara-cara yang tak lagi berdarah-darah atau menyabung nyawa, melainkan kontribusi maksimal terhadap bidang-bidang yang kita geluti. Bolehlah kita sebut duo ganda campuran ini sebagai pahlawan olahraga. Dan semoga harkat hidup pejuang-pejuang kita di lapangan ini makin berjaya. Jangan ada lagi kisah atlet yang meredup di masa tua, seperti veteran pejuang yang jasanya terlupakan di usia senjanya

Akhir kata, selamat ulang tahun Indonesia. Selamat memperingati kemerdekaan bagi kita semua. Lewat 17-an bukan cuma tentang ikut lomba-lombaan, tapi juga kembali diingatkan bahwa perjuangan masih terus akan dilanjutkan dari generasi ke generasi.

Written by Adi Nugroho

Leave a Reply

Mengunjungi Pasar Perawan di Bulgaria Tempat Para Pria Bisa Dapatkan Istri Macam Apa pun

Karena Menjadi Pahlawan Tidak Melulu Harus Terjun ke Medan Perang