Perang antara Israel dan Palestina sepertinya tak akan menemui ujungnya. Selama berpuluh tahun, ada banyak sekali perubahan drastis yang dialami oleh kedua negara tersebut, terutama dari luas wilayah dan bangunannya, dulu kokoh berdiri sekarang hampir rata dengan tanah.
Palestina nyaris hancur karena terus dihujani oleh rudal dan bom yang melenyapkan tempat tinggal dan juga nyawa orang-orang yang ada di dalamnya. Namun, seperti kata pepatah ‘tempat yang paling nyaman adalah tempat kelahiran (rumah)’. Hal tersebut dibuktikan sendiri oleh orang-orang Palestina yang tak mau pergi dari negeri mereka tersebut.
Tolak jual rumah walaupun ditawar Triliunan
Kisah pertama datang dari seorang pria yang bernama Abdul Raouf Al-Mohtaseb yang tinggal di Kota Hebron, Palestina. Dirinya mendapat tawaran dari pendatang Israel untuk menjual rumahnya yang menghadap Masjid Ibrahim di tengah kota di kawasan Al-Sahla, Hebron. Namun, Al-Mohtaseb bersikeras tidak mau menjual bangunan tersebut berapapun tawaran yang diberikan. Melansir kompas.com, Al-Mohtaseb mengatakan bahwa ia pernah diwawancarai olah salah satu stasiun televisi perihal jual-beli rumah itu.
Ia mengatakan bahwa pertama kali dirinya didatangi oleh orang Israel, ia dijanjikan uang 6 juta dollar (sekitar Rp 85 miliar). Penawaran terus bertambah hingga menyentuh angka 1 triliun. Bahkan diiming-imingi fasilitas pindah ke Australia dan dijamin hidupnya. Namun, ia mengaku bahwa ia tak akan berkhianat pada rakyat Palestin serta tanah kelahirannya. Semakin tinggi tawaran, semakin kakek dari 20 cucu ini mencintai negaranya.
Tinggal di bangunan yang sudah runtuh
Bom, roket, serta rudal adalah makanan sehari-hari mereka yang tinggal di Palestina. Setiap hari pasti ada bangunan yang runtuh, nyawa yang melayang, pasti meletus perang di antara keduanya. Tak heran jika banyak penduduk yang kehilangan tempat tinggal mereka.
Kondisi tersebut memaksa mereka bertahan hidup di bawah reruntuhan bangunan. Aktivitas seperti mencuci, memasak, tidur pun dilakukan di tempat yang sama. Meskipun nyatanya sudah mengungsi, tenda pengungsian tak lebih bagus dan layak dari tempat tinggal mereka semula.
Mengaji dan beribadah di bawah dentuman rudal
Namun, hancur dan luluhlantahnya negeri tersebut tak membuat para penduduknya berhenti beribadah. Beberapa kegiatan seperti mengaji, salat jumat bahkan salat idul fitri dilakukan di bawah puing bangunan yang runtuh. Hati mereka seolah tak goyah dan takut jika sewaktu-waktu akan ada bom atau rudal yang datang tiba-tiba.
Bahkan saat bulan Ramadan, di mana semua muslim dari berbagai penjuru dunia bersuka cita, muslim di Palestina hanya bisa menggelar tikar di ruang terbuka dan berbuka dengan menu seadanya. Terharu enggak sih kalian lihat potret seperti di atas?
BCA JUGA: Bukan Dekat Palestina, Inilah 5 Daerah yang Seharusnya Jadi Tempat Berdirinya Israel
Pertumpahan darah yang terus terjadi membuat mereka tak pernah merasa aman. Setiap akan bepergian, belajar, bahkan di saat tidur sekalipun, bayang-bayang kematian seolah membuntuti. Kejamnya Israel yang tak kenal ampun bisa menembak rudal dan bom kapan saja untuk memusnahkan negara ini. Bersyukurlah karena kita masih tinggal di negara aman seperti Indonesia, Sahabat.