Setelah teralihkan oleh pandemi, akhirnya muncul lagi kabar tentang progress Ibu Kota Negara yang baru. Kali ini mengenai nama yang terpilih, yakni Nusantara.
Masyarakat merespon nama baru ini masih dengan keragu-raguan dan beberapa kritikan. Seperti kita ketahui kalau Nusantara adalah nama Indonesia di masa lalu, sehingga bukan hal yang baru.
Tapi menurut sejarawan, nama ini bisa terkesan rancu dan Jawa sentris. Sementara posisi Ibu Kota baru ini akan terletak di Kalimantan. Lantas apa yang mendasari pemilihan nama Nusantara ini?
Memahami konsep di balik nama Nusantara
Nusantara memiliki makna sebagai negara kepulauan. Konsep ini sudah ada sejak zaman Majapahit sebagai bentuk cara pandang tentang sebuah peradaban, bukan sekedar wilayah. Hal inilah yang membuat masyarakat menanggapi nama ini sebagai Ibu Kota terasa tidak tepat.
Nusantara sudah terlanjur merepresentasikan Indonesia secara keseluruhan. Namun, itu pun istilah Nusantara akhirnya mengalami pergeseran, seperti kata sejarawan JJ Rizal, dilansir dari Detik.
Alasan memilih Nusantara sebagai nama Ibu Kota
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional yang sekaligus Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, menjelaskan makna di balik pemilihan Nusantara di antara 80 kandidiat nama yang ada. 80 nama tadi merupakan hasil perumusan setelah berdiskusi dengan para pakar sejarah dan budaya.
Nama yang masuk di antaranya adalah Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Nusa Jaya, Pertiwipura, Wanapura, Cakrawalapura, Kertanegara. Kemudian Presiden Jokowi memilih nama Nusantara tanpa kata Jaya. Alasan dipilihnya Nusantara adalah karena nama tersebut sudah ikonik di dunia internasional dan dikenal sejak dulu.
Selain itu, ada harapan bahwa ke depannya nama ibukota negara ini makin menggambarkan kenusantaraan Indonesia.
Nama yang Jawa-sentris dan bias
Ada beberapa hal yang digarisbawahi terkait dengan penggunaan nama Nusantara ini nantinya. Pertama, nama Nusantara merupakan warisan zaman Majapahit, yakni dari Kitab Negarakertagama. Sejak masa pergerakan nasional sendiri, istilah ini mulai ditinggalkan karena terkesan Jawa-sentris, alias cara pandang yang ke-Jawa-an. Sedangkan kini, Ibu Kota akan berada di Kalimantan.
Kedua, pemilihan nama Nusantara akan terkesan bias, karena konsep dan maknanya yang lebih luas dari sebuah Ibu Kota. Hal ini disampaikan oleh Prof. Susanto Zuhdi yang merupakan Guru Besar UI Jurusan Sejarah. Meski demikian, dirinya masih sepakat dengan spirit yang jadi bawaan nama tersebut. Di mana laut yang memisahkan antar pulau, berperan sebagai penyekat yang mempersatukan.
BACA JUGA: 5 Alasan Penajam-Kutai Kartanegara Dipilih Presiden Joko Widodo Sebagai Ibu Kota Baru RI
Hanya saja, masih tetap perlu dipertimbangkan karena bisa terjadi unsur bias ke depannya. Well, kalau belajar dari kebijakan warna seragam satpam yang mirip dengan polisi beberapa waktu lalu, sepertinya memang masih ada waktu untuk proses diskusi dan pertimbangan lebih lanjut mengenai nama Ibu Kota ini. Karena, nama ini akan dipakai untuk seterusnya. Bagaimana menurut kalian?