Sudah bukan menjadi rahasia lagi, selain udara, air dan makanan, listrik menjadi sebuah hal yang penting dewasa ini. Bahkan kehadirannya seperti terus digalakan oleh pemerintahan saat ini. Hal tersebut dibuktikan dengan hadirnya lebih beberapa pembangkit listrik di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Apakah hanya itu? Tentu saja tidak. Pria 57 tahun ini juga mempunyai megaproyek terkait hal tersebut.
Dalam kampayenya, ia menargetkan akan hadirkan listrik sampai 35.000 MW. Jumlah besar, yang bisa membuat negara ini terang tanpa rasakan biar-pet, biar pet seperti pidato Jokowi di Bangka Belitung. Namun, terlepas dari hal tersebut ternyata masalah listrik tidaklah sependek itu. Diam-diam, enaknya tenaga yang kalian kini rasakan itu, menyimpan tabir yang tidak main-main. Ada banyak cerita pilu di baliknya. Seperti apakah itu? Temukan jawabannya di ulasan berikut ini.
Bahan pembangkit listrik picu kerusakan lingkungan
Seperti telah banyak diketahui ada empat jenis bahan untuk memunculkan energy ini dalam sekla besar, yakni pertama lewat air (PLTA), dua matahari (PLTS), tiga angin (PLTB) dan terakhir batu bara (PLTU). Dari ke empatnya yang terlihat sering digunakan adalah nomor empat tersebut. Sebab, menurut film Sexy Killer produksi Watchdoc biaya murah dari pada bahan lainnya.
Meski mampu memangkas masalah cuan, namun dampak yang ditimbulkan dari pemenuhan bahan baku pembangkit listrik, dengan batu bara bisa dikatakan jauh dari kata indah. Pasalnya, dalam mengeksploitasi bahan baku dari alam itu wajib mengorbankan alam. Teknik bom yang kerap digunakan untuk mengambil batu bara menjadi salah satu alasannya.
Kenapa bisa seperti itu? Dalam mekanismenya batu bara bukanlah bahan yang ada di permukaan bumi. Tempatnya, tergolong ada di dalam perut bumi, ya jaraknya bisa sampai 100 meter. Alhasil, diperlukan penggalian dan pengaruhnya harus rela menggulung hutan untuk mendapatkannya. Contohnya bisa kalian lihat pertambangan-pertambangan batu baru di Kalimantan Timur.
Masyarakat juga menjadi tumbal akan hal ini.
Layaknya paket lengkap dari sebuah kerusakan lingkungan, masyarakat juga merasakan imbas dari hal tersebut. Dilansir Boombastis dari laman Kaltim.Prokal.co, menurut riset dari pemerhati lingkungan Niel Makinudin bersama The Nature Conservancy (TNC) Kaltim ditemukan fakta setidaknya ada 224 desa dari total 841 desa di Kaltim yang masuk kategori beresiko tinggi.
Selain itu, hal kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara juga berdampak pada petani. Khusus mereka yang secara langsung wilayahnya dicaplok oleh kegiatan mengeruk isi perut bumi tersebut. Contohnya nasib beberapa petani yang ada di Kalimantan, menurut data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), sebanyak 15 dari total 17 sampel air di situs-situs tambang batu bara Kalimantan Timur menunjukkan konsentrasi logam berat yang tingkat keasamannya melebihi ambang batas aman untuk pertanian dan air tanah.
Hasilnya Petani dan peternak ikan yang diwawancarai mereka untuk riset laporan ini mengatakan terjadi penurunan hingga 50 persen pada lahan pertanian dan 80 persen pada produksi ikan mereka. Tidak berhenti disitu saja, menurut film ekspedisi Indonesia biru, beberapa warga transmigran di Borneo juga kesusahan air bersih dan lubang-lubang bekas tambang juga memakan tumbal para anak kecil di sana. dikutip dari film dokumenter Sexy Killer.
Tempat pemasok listrik banyak timbulkan penyakit
Selain beberapa hal tadi, tabir pilu dibalik hadirnya listrik ke rumah-rumah kalian juga hadir berupa penyakit. Yaa, seperti kita ketahui pembakaran batu bara untuk hasilkan tenaga listrik, juga hasilkan limbah-limbah tidak bisa dibilang enteng. Salah satunya terkait pencemaran udara, konon cerobong asap PLTU mampu melepaskan jutaan ton polusi.
Sedangkan menurut Profesor Shannon Koplitz seorang peneliti dari Universitas Harvard yang dikutip dari laman Suara.com, “Emisi dari PLTU batu bara itu membentuk partikel dan ozon yang merugikan kesehatan manusia,” Ungkapnya lagi PLTU batubara di Indonesia menyebabkan sekitar 6,500 jiwa kematian dini setiap tahun. Jumlah yang jadi gambaran bagaimana sebuah kenikmatan, ternyata menyimpan sebuah angka besar harus di bayar.
BACA JUGA: Digelar 10 Hari, Pernikahan Anak Pengusaha Tambang Ini Bikin Banyak Orang Menganga
Berkaca dari hal tersebut, pastinya kita diwajibkan untuk menggunakan sebuah energy dengan arif dan bijak. Pasalnya, di balik kemudahan ini ada angka besar yang harus dibayarkan. Namun, lebih baik lagi, kalau bisa menyeimbangkan antara mengambil dari alam dan melakukan perbaikan. Jangan sampai generasi selanjutnya tidak pernah melihat apa itu hutan, sawah, dan lain sebagainya.
Artikel ini mengalami sejumlah revisi pada 15 April 2019, pada bagian pembuka, dan beberapa sub isi 1 dan 2.