in

Nasib Tragis Thaqih, Santri yang Disiksa di Pesantren Hingga Diamputasi dan Tewas

Thaqif semasa hidup [image source]

Setiap orangtua memang menginginkan jika anaknya kelak menjadi pribadi yang shaleh. Untuk itu, tak jarang pula para orangtua mengirimkan putra-putrinya ke pondok pesantren untuk memperdalam ilmu agama mereka.

Meski menjadikan anak shaleh adalah impian semua orangtua, namun tetap saja kenyamanan dan keamanan mereka harus tetap diutamakan. Kisah malang bocah yang tewas akibat penganiayaan di pondok pesantren berikut ini mungkin bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, bahwa pengaduan anak yang tidak betah tinggal di pondok juga perlu di dengar.

Dipukul dengan pipa air tanpa kesalahan

Muhammad Thaqif diduga menerima penyiksaan tak manusiawi selama berada di pondok pesantren. Bocah 11 tahun tersebut diduga dipukul menggunakan pipa air oleh seorang asisten pengasuh di madrasah swasta di Kota Tinggi, Negara Bagian Johor, Malaysia. Menurut keterangan Thaqif, ia dan beberapa orang temannya menjadi relawan untuk dipukul agar bisa tidur lebih dulu, hal itu karena mereka harus bangun pukul 03.00 pagi untuk shalat shubuh.

Thaqif semasa hidup [image source]
Sebelumnya, Thaqif memang mengadukan kekerasan yang ia terima selama di pondok pada sang ibu. Thaqif juga menceritakan bagaimana ia dan beberapa temannya harus menerima hukuman berupa pukulan tanpa ada kesalahan. Ia juga menyampaikan keinginannya untuk segera dipindah ke sekolah lain.

Permintaan pindah sekolah tidak dikabulkan

Belum sampai permintaan kepindahan sekolah tersebut dikabulkan oleh sang ibu, ternyata kondisi luka Thaqif yang parah mengharuskan bocah tersebut dipindahkan ke rumah sakit. Bocah 11 tahun tersebut mengalami koma akibat penyiksaan yang kerap dia terima. Pihak rumah sakit juga terpaksa mengamputasi kedua kaki Thaqif.

Kondisi Thaqif yang parah selama di rumah sakit [image source]
Bocah tersebut juga dijadwalkan akan melakukan amputasi tangan. Namun sebelum dokter melakukan amputasi, Thaqif lebih dulu mengembuskan napas terakhir pada hari Rabu, 26 April 2017 lalu. Thaqif meninggal saat keluarganya menggelar doa bersama agar ia diberikan kesembuhan, namun sayangnya Tuhan berencana lain.

Menulis semua yang dialami dalam buku diary

Dua bulan setelah sang ibu mengirim Thaqif ke pondok pesantren, saat itu ia mulai menulis apa yang ia alami dalam buku harian. Dengan bahasa yang polos, bocah tersebut menulis segala kekerasan yang ia terima selama di pesantren. Ia menulis bahwa ia sudah tidak tahan lagi menerima segala siksaan dari asisten pengasuh.

catatan-harian-Thaqif [image source]
Thaqif juga menulis doa dalam bukunya, agar hati kedua orangtuanya bisa dibuka, dan ia pun diizinkan untuk pindah sekolah. Buku harian tersebut pun menjadi salah satu bukti penting saat polisi melakukan penyelidikan. Bukti lain berupa rekaman CCTV juga memperkuat tuduhan yang ditujukan pada asisten pengasuh.

Kasusnya membuat khawatir para orangtua santri lain

Menanggapi kasus tersebut, polisi menjelaskan bahwa korban bersama 14 orang teman lainnya memang menerima penyiksaan berupa pukulan dengan pipa air pada tanggal 24 April 2017 lalu karena berbuat gaduh di aula sekolah.

ilustrasi kekerasan pada siswa [image source]
Namun, pihak kepala sekolah tidak bersedia memberikan keterangan terkait kekerasan itu dengan alasan polisi sedang melakukan penyelidikan. Kasus yang menggemparkan Malaysia tersebut pun membuat para orangtua meminta agar pengawasan sekolah-sekolah swasta makin diperketat.

Memang, tak semua asisten pengasuh seperti di madrasah tempat Thaqif menuntut ilmu adalah orang jahat. Namun, dengan adanya kasus yang menimpa Thaqif, baiknya para orangtua bisa lebih mendengar keluhan sang anak ketika ada rasa tidak nyaman saat tinggal di asrama pondok. Semoga yang seperti ini tidak terjadi pula di Indonesia.

Written by Nikmatus Solikha

Leave a Reply

Grandidierite, Batu Mahal yang Harganya Setara Rumah Mewah dan Seisinya

Inilah yang Terjadi Kalau Harga Internet di Indonesia Hanya Seribu Rupiah Per-Giga