Semenjak eksekusi mati Bali 9, Indonesia dipandang dunia sebagai negara yang menyatakan perang besar terhadap narkoba. Di satu sisi, hukuman mati tersebut memberi efek jera kepada pengedar lain, namun di sisi lainnya warga negara lain menjadi curiga terhadap negara kita. Mereka mempertanyakan, jika hukuman terhadap pengedar narkoba sangat tinggi, mengapa peredaran narkoba di Indonesia makin marak?
Pertanyaan itulah yang mungkin terbesit di benak David Allegretti. Pria ini datang ke Bali untuk membuktikan sendiri peredaran narkoba di Pulau Dewata tersebut. Hasil investigasi David kemudian dituliskan dalam situs ternama ‘Vice’ dengan judul We Asked Some Balinese Shroom Dealers How They Stay Out of Jail. Berikut Boombastis ulas kembali artikel tersebut untuk Anda.
1. Menjual Narkoba Jenis Mushroom
David agak kaget karena begitu dia berjalan-jalan di Kuta pada malam hari, seorang pria berumur 28 tahun segera menawarinya narkoba. Narkoba yang dijual adalah jenis mushroom. Mushroom sendiri adalah jenis narkoba berbentuk jamur yang jika dikonsumsi akan menimbulkan efek yang hampir sama dengan ganja. David kemudian mengajak pria bernama Nyoman tersebut untuk wawancara.
David sempat bertanya, “bukankah menjual mushroom itu ilegal?”. Namun, menurut Nyoman, mushroom memang ilegal namun aparat setempat maklum-maklum saja karena mereka hanya bereaksi jika yang dijual adalah ganja. Namun beberapa waktu lalu Kapolres Bali sempat mengatakan di media bahwa dia akan bertindak tegas untuk penjualan mushroom.
2. Polisi Juga Dapat Jatah
Tidak hanya mewawancarai Nyoman, David pergi menemui pengedar narkoba lainnya. Kali ini pengedar tersebut mengaku bernama Jordi (24). Dari Jordi, David mendapat informasi bahwa para polisi sebenarnya tahu ada peredaran mushroom di daerah tersebut. Namun, semuanya akan aman setelah para polisi tersebut diberi ‘jatah’.
Para pengedar biasanya menyetor uang keamanan kepada polisi sebesar Rp.500.000,-. Uang tersebut sudah cukup bagi polisi, dan Jordipun bebas memasarkan dagangan haramnya di kawasan tersebut. Jordi juga mengaku bahwa dia sudah kenal oknum polisi mana saja yang berpatroli di daerah tersebut, sehingga dia tidak takut terjaring razia narkoba.
3. Selama Tidak Lewat Bandara, Tidak Masalah
Menurut para narasumber yang ditemui David, polisi hanya berjaga-jaga di Bandara. Penyelundup narkoba di bandara adalah target besar mereka. Sementara Nyoman, Jordi dan kawan-kawan hanyalah pengedar kelas teri. Mereka juga menjual mushroom dalam jumlah yang tidak terlalu besar, sehingga polisi tidak terlalu peduli pada mereka.
Selain itu, Nyoman dan Jordi juga selektif dalam menjual narkoba. Mereka hanya menjual mushroom yang mereka bawa-bawa di saku mereka. Sementara jika pelanggan ingin membeli narkoba jenis ganja, mereka akan membawa ke lokasi transaksi yang lebih terpencil. Nyoman bahkan bisa membelikan heroin jika pelanggan menginginkannya.
4. Jaringan yang Rapi
Ternyata, peredaran narkoba di Bali memang memiliki jaringan yang sangat rapi. Nyoman dan Jordi tidak bersedia membawa pelanggan mereka ke tempat ‘bos besar’ mereka. Mereka menjaga penuh identitas sang bos. Mereka juga jeli dalam melihat orang yang benar-benar ingin membeli barang mereka atau hanya berpura-pura dengan tujuan menginvestigasi.
Selain itu, mereka juga saling mengenal antara pengedar di satu kawasan dengan kawasan lain. Nyoman dan Jordi tidak banyak bergerak dari tempat nongkrong mereka, karena mereka menghargai rekan mereka yang menjual narkoba di kawasan lain. Mereka juga sudah tahu beberapa hal penting seperti razia, bule yang tidak pelit dalam hal uang dan lokasi mana yang tepat untuk memakai narkoba tersebut.
5. Pembelinya adalah Orang Lokal dan Para Turis
Pangsa pasar para pengedar ini memang para wisatawan. Menurut pengakuan mereka, banyak wisatawan dari Jakarta yang datang ke Bali untuk bersenang-senang. Para wisatawan itu biasanya mencari mushroom untuk membuat suasana party mereka di Bali lebih menyenangkan lagi.
Mereka juga menjual kebanyakan mushroom ini kepada turis Australia. Menurut mereka, para aussie boys ini datang hanya untuk dua hal: berselancar dan mushroom. Sesekali ada turis Eropa yang memesan mushroom, namun tidak sebanyak pemesanan orang Australia. Sementara turis Asia bisa dikatakan sangat jarang memesan mushroom.
Meski pengakuan para pengedar di atas sedikit tidak mengenakkan, namun harus diterima itulah fakta yang ada. Banyak turis datang ke Bali, selain untuk menikmati keindahan alam, juga untuk menikmati narkoba yang bisa didapatkan dengan sangat gampang. Harus kita akui Indonesia belum begitu serius berperang dengan narkoba.
Siapa yang patut bertanggung jawab atas fakta memalukan ini? Para pengedar atau aparat yang kurang tegas? Atau justru para bule yang memang mencari kesenangan lewat barang terlarang? (HLH)