Seringkali kondisi ini digambarkan dalam adegan film atau sinetron. Di mana perempuan dinasihati agar tidak kebanyakan belajar atau kelamaan sekolah hingga usia menikah hampir terlewati, karena nanti susah dapat pasangan. Faktanya, kondisi ini memang ada beneran sih di lapangan.
Namun layaknya ungkapan ‘kalau nyapu tidak bersih nanti suaminya brewokan‘, fenomena perempuan belum menikah karena terlalu pintar juga masih menjadi mitos yang tidak ada jawaban pastinya. Buktinya, masih banyak perempuan cerdas yang bisa mengakhiri masa lajang di usia umum orang Indonesia menikah atau telat sedikit, tapi ya tetap menemukan jodohnya.
Lantas, apa yang membuat perempuan yang terlalu pintar sering dibilang akan susah dapat pasangan?
Kepandaian perempuan dianggap mengintimidasi laki-laki
Faktor terjadinya fenomena ini bukan hanya dari perempuan. Laki-laki memang memiliki nature untuk memimpin dan mendominasi. Sementara sejak perempuan dan laki-laki yang bisa sama-sama sekolah dan bekerja semakin tinggi jumlahnya, hal ini menggeser pandangan tentang perempuan dari jaman nenek kita di abad 20an.
Titel dan penghasilan perempuan yang lebih tinggi misalnya, tak semua laki-laki bisa berkompromi dengan itu sehingga beberapa di antara mereka memilih mundur teratur. Ketika perempuan lebih berani menyampaikan pendapatnya atau bisa mengoreksi keputusan laki-laki, jika tak dilihat secara objektif, maka kemampuan ini akan dianggap mengintimidasi.
Tapi ini tak jadi hal yang membuat berkecil hati bagi kaum hawa. Karena sejatinya pasangan kita itu nantinya ya tidak jauh dari pemikiran dan kondisi kita. Kepandaian selain menjadi kekuatan, juga merupakan daya tarik. Dalam bahasa Inggris disebut, smart is the new sexy.
Perempuan masa kini punya pilihan yang lebih luas
Tahun demi tahun, makin banyak perempuan sukses di jalurnya masing-masing. Misalnya ekonomi, pendidikan, politik. Makin marak juga gambaran masalah rumah tangga atau isu sosial yang membuat nasib pilu bagi kaum hawa. Hal-hal seperti ini mempengaruhi pola tujuan hidup perempuan masa kini, bahwa menikah dan memiliki anak bukan sebuah keharusan. Jangan salah, laki-laki juga sedikit banyak mulai menyadari hal yang sama seperti yang sempat terjadi di Jepang.
Perempuan masa kini memiliki pilihan yang lebih luas. Kondisi yang berubah ini memang tak selalu bisa diterima oleh norma masyarakat. Apalagi di Asia, khususnya Indonesia yang punya penggaris standar usia menikah dan masih memegang erat pandangan konservatif tentang bagaimana kaum hawa seharusnya menjalani hidup. Dalam hal ini, lingkungan dan pergaulan yang tepat juga berpengaruh.
Kecerdasan membuat perempuan hati-hati memilih pasangan
Dilansir dari laman diskusi Quora, kesimpulan paling umum mengapa perempuan pintar dianggap susah untuk mendapatkan pasangan adalah karena selektif dalam memilih pasangan. Nah, kadar selektif ini berbeda sesuai dengan hemat masing-masing individu. Misalnya ada yang berpikir dari plafon ekonomi, ada yang mempertimbangkan dari segi agama, bahkan ada pula yang mempertimbangkan dari trauma masa lalu.
Perempuan dalam kondisi seperti ini bukan hanya ada di dekat kita, namun juga di berbagai daerah dan negara. Belum menikah juga faktornya bukan sekedar karena kecerdasan, bisa juga sedang melalui kendala yang lainnya.
Sebagai warga, teman atau keluarga yang peduli, alangkah baiknya bila energi menggunjing atau menasehati dengan pernyataan ‘jangan terlalu pintar nanti laki-laki takut mendekat’ ini diubah menjadi doa pribadi saja. Selain mencegah kesalahpahaman, juga menjaga dan menghormati nilai seorang perempuan dalam fungsi sosialnya.