Hari bumi atau earth hour yang diperingati setiap tanggal 22 April, sering dikaitkan dengan beragam acara yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan. Seperti menanam pohon, gerakan bersih-bersih sampah hingga mengurangi penggunaan bahan berbahaya seperti plastik. Masyarakat seakan diingatkan kembali tentang pentingnya menjaga lingkungan sekitar.
Yang miris, perayaan semacam itu seakan hanya menjadi simbolisasi semata. Tanpa ada efek berkelanjutan yang diterapkan secara nyata oleh masyarakat. Sesuai fakta yang ada, masih banyak sampah yang terus menumpuk setiap tahunnya. Pemerintah pun terlihat kerepotan mengurusi limbah yang jumlahnya berton-ton tersebut. Meski hari bumi sering diperingati, justru masalah sepele di bawah inilah yang bakal membuat Indonesia tenggelam di masa depan.
Kebiasaan warga Indonesia yang kurang sadar diri dengan kebersihan
Bila membandingkan tingkat kebersihan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura, Indonesia tampaknya masih harus belajar banyak. Minimnya kepedulian masyarakat tanah air pada kebersihan lingkungannya sendiri, membuat kondisi sekitarnya penuh dengan sampah. Tingginya volume sampah yang belum dikelola secara maksimal, membuat keadaan bumi Indonesia kian bertambah parah dari hari ke hari. Sekedar informasi, volume sampah yang ada di Jakarta mencapai 7.000 ton perhari. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kota besar di Eropa yang sebesar 1.500 – 2000 ton sehari. Perayaan hari bumi yang semakin sia-sia ya Saboom.
Penanganan masalah sampah di Indonesia yang belum maksimal
Selain menjadi musuh masyarakat, keberadaan sampah yang semakin menggunung juga bisa menjadi pintu masuk bagi penyakit menular. Mungkin kaum elite kaya raya yang sok sibuk merayakan hari bumi, bisa tertawa ceria tanpa harus terpapar sampah secara masif. Namun, kondisi sebaliknya bakal diterima oleh saudara mereka yang hidup di antara belantara tumpukan limbah. Hal ini disebabkan kurangnya pengelolaan sampah secara maksimal di kawasan-kawasan kumuh maupun mereka yang tinggal di sekitar TPA. Untuk menanggulangi masalah itu, pemerintah Jakarta akan menerapkan sistem Intermediate Treatment Facilities (ITF) yang akan dibangun di empat tempat di Jakarta: Duri Kosambi,Cilincing, Sunter, dan Marunda.
Merebaknya kampung-kampung kumuh di seluruh negeri
Keberadaan kampung-kampung kumuh di pinggiran kota-kota besar, ikut menyumbang peningkatan sampah dari hari ke hari. Entah karena pengetahuan kebersihan yang minim atau memang tidak sadar diri, para penghuninya pun biasa membuang sampah di sembarang tempat. Tak salah jika bencana banjir sering menghantui kota-kota besar seperti Jakarta. Tak hanya mereka yang menjadi korban, masyarakat perkotaan pun bakal mengalami hal yang serupa. Menurut data yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi (pemprov) DKI, ada sekitar 174 RW kumuh yang masih ada di lima kotamadya administratif.
Perayaan hari bumi yang tidak lagi berlanjut menjadi kebiasaan hidup
Seperti peringatan hari bumi. Semua masyarakat seolah disibukan dengan rangkaian acara dalam menyambut momen tersebut. Menanam pohon, penyuluhan lingkungan, menjadi sebuah acara inti saat itu. Namun apa yang terjadi setelah peringatan hari bumi usai. Tak ada lagi kegiatan bersih-bersih lingkungan. Mereka seolah lupa akan hal yang barusan dilakukannya. Masyarakat seolah hanya sadar pada lingkungannya jika ada momen hari bumi tiba. Setelah itu, siapa yang bisa jamin? Tanyakan pada dirimu sendiri Saboom.
Peringatan hari bumu sebenarnya sah-sah saja diperngati. Hanya saja, prakteknya hanya sebatas simbolisasi semata tanpa ada aksi nyata untuk jangka panjang kedepannya. Terbukti, Indonesia saat ini masih belum merdeka dari yang namanya sampah. Gimana menurutmu Sahabat Boombastis?