Kerja, kerja dan kerja begitulah tagline kabinet di era Jokowi dan Jusuf Kalla. Ya, kabinet yang bekerja yang diinginkan presiden. Atau dalam kata lain, bukan yang banyak omong, suka beretorika atau doyan berwacana. Bukan kabinet yang hanya berkutat dalam konsep. Tapi yang banyak bergerak, bahkan menggebrak. Kabinet yang mampu memberi bukti, bukan janji.
Tidak sekedar itu, para pembantu presiden juga diharapkan punya sikap dan berani memutuskan. Bukan pembantu yang sumuhun dawuh yang sekedar asal bapak senang. Dan sudah 2 tahun lebih kabinet bekerja. Pergantian menteri pun telah dilakukan beberapa kali. Presiden Jokowi sendiri dengan tegas telah menggariskan, tak mampu bekerja, ya silahkan minggir alias siap diganti.
Nah, dari sekian banyak menteri ada beberapa pembantu presiden yang menurut penulis punya ‘keberanian’ berbeda. Menteri-menteri ini berani bersikap meski harus menghadapi resiko politik yang tak sedikit. Siapa sajakah mereka?
1. Susi Pudjiastuti
Salah satu bintang di kabinet kerja Jokowi adalah Susi Pudjiastuti. Sejak mulai menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi sudah langsung menggebrak. Salah satu gebrakannya adalah menabuh genderang perang terhadap para pencuri ikan di laut Indonesia. Kebijakannya yang paling berani adalah menenggelamkan kapal para pencuri ikan.
Dan, itu tak sekadar gertak sambal. Susi benar-benar melakukan itu. Padahal, sejak kebijakan itu dilansir hujan protes turun dengan deras. Tapi Susi bergeming. Ibarat pepatah, anjing menggonggong, perempuan asal Pangandaran itu tetap berlalu. Kapal demi kapal pelaku ilegal fishing ditenggelamkan. Di bom, dikaramkan ke dasar lautan.
2. Tjahjo Kumolo
Publik tentu tahu salah satu polemik yang terjadi di Pilkada DKI Jakarta adalah soal diaktifkannya kembali Basuki Tjahaja Purnama atau biasa disapa Ahok sebagai gubernur Jakarta setelah menjalani cuti kampanye pemilihan gubernur di ibukota. Diaktifkannya Ahok menuai protes. Yang protes berpendapat Ahok harusnya diberhentikan, bukannya diaktifkan kembali. Alasannya Ahok sudah berstatus terdakwa.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sendiri menegaskan Ahok tak diberhentikan sementara karena pihaknya, dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri masih menunggu bunyi tuntutan atau dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum dalam kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Ahok. Mendagri berpegang pada ketentuan salah satu pasal di UU Pemda. Dengan tegas pula Tjahjo mengatakan dirinya bukan sedang mengistimewakan Ahok hanya karena petahana itu didukung PDIP, salah satu partai pendukung utama pemerintah yang juga partainya.
Ia semata mengacu kepada ketentuan UU, bukan kepentingan politik. Kepada aturan ia berkiblat. Tjahjo juga tahu, keputusan akan banyak diprotes. Tapi ia berkata bahwa dirinya mesti adil dalam memutuskan. Sebab sebelum Ahok, ia juga pernah mengalami situasi yang sama. Kata Tjahjo, ada juga gubernur yang sudah terdakwa tapi ia tak berhentikan, karena memang tuntutan jaksa dibawah empat tahun. Bahkan gubernur tersebut maju lagi di Pilkada dan menang.
Tentu ia harus adil dalam memutuskan. Jangan hanya karena didesak-desak terus dirinya tak berlaku adil. Aturan yang ia pegang. Karena itu ia tak mempermasalahkan niat sebagian anggota DPR yang hendak menggulirkan hak angket. Ia persilahkan itu. Karena menurut Tjahjo angket adalah hak DPR. Tapi ia mengingatkan jangan sekali-kali- kali kemudian menyeret-nyeret Presiden Jokowi. Apa yang sudah diputuskan adalah tanggung jawabnya sebagai Mendagri. Bila ingin membidik kata Tjahjo, bidiklah dirinya. Dan ia akan mempertanggungjawabkan langkah yang sudah diambilnya. Jika salah, ia siap mundur sebagai Mendagri. Tjahjo melontarkan itu saat hadir dalam rapat dengan anggota DPR. Suaranya lugas dan tegas, ketika mengucapkan itu.
Tjahjo juga berani melakukan terobosan. Salah satu terobosannya adalah langsung memberhentikan kepala daerah yang kena jaring operasi tangkap tangan, entah oleh KPK atau BNN. Pokoknya, siapa pun kepala daerah yang kena OTT baik itu dalam kasus korupsi atau narkoba, darimana pun asal partainya, tak peduli, ia langsung berhentikan. Langkah ini memang cukup berani, sebab ‘menabrak’ aturan. Tapi meski begitu, langkah berani Tjahjo diapresiasi para aktivis anti korupsi. Langkah Tjahjo dinilai sebagai langkah yang bisa memberi efek jera. Bahkan efeknya langsung terasa.
3. Ignasius Jonan
Menteri lain yang berani adalah Ignasius Jonan. Ia sekarang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Jonan memang menteri yang tak kenal kompromi. Saat jadi Menteri Perhubungan, sikap Jonan juga keras ketika dihadapkan kepada persoalan yang menurutnya menabrak aturan.
Sikap keras itu juga Jonan perlihatkan, saat ia harus berhadapan dengan Freeport, raksasa tambang dari Paman Sam. Seperti diketahui Freeport saat ini coba menggertak pemerintah Indonesia untuk tak memaksa perusahaan tersebut merubah kontrak karya dan divestasi saham. Freeport pun mengancam pemerintah akan membawa silang pendapat itu ke pengadilan arbitrase. Jonan yang kemudian bersuara keras. Kata Jonan, Freeport tak perlu main ancam ke arbitrase. Pemerintah pun bisa melakukan itu. Jonan juga memperingatkan agar Freeport tak perlu mengancam pemerintah dengan isu PHK. Ia minta,Freeport mentaati aturan yang berlaku di Indonesia. Dan tak perlu main gertak.
Ya menteri-menteri seperti itulah yang dibutuhkan negeri ini. Negeri ini butuh pemimpin yang berani menggebrak. Negeri ini juga butuh pembantu-pembantu presiden yang tak kalah ‘gahar’ dengan kepala pemerintahannya. Menteri yang berani bersikap, juga tak takut bertindak. Menteri yang berani menghadapi resiko, itulah yang kita butuhkan.
Siip saya salut buat tiga mentri.
Semoga lebih banyak lagi kepala pemerintahan di Indonesia hebat seperti beliau2 jayalah NKRI di masa depan..