Untuk menghargai jasa para pejuang yang pernah bertempur melawan Belanda di era penjajahan, pemerintah menobatkan mereka sebagai pahlawan nasional. Tapi, di antara mereka ada saja yang namanya tak pernah kita dengar sama sekali alias terlupakan.
Kamu juga mungkin jarang sekali mendengar nama satu ini, namun bagi masyarakat Padang dia tetaplah seorang pejuang yang jasanya sangat susah untuk dibalas dengan hanya mendirikan monumen dan sejenisnya.
Ia adalah wanita pejuang yang berasal dari Manggopoh, kecamatan Lubuk Basung, Kab. Agam. Ia biasanya dipanggil dengan Mande Siti. Kapan ia lahir, tidak ada yang tahu. Namun diperkirakan ia lahir pada tahun 1885. ia dijuluki ‘Singa Betina Dari Manggopoh’. Ia sangat dihormati di Sumatra Barat karena keberanian pantang mundur dalam melawan para Belanda dalam perang Manggopoh. Perang ini meletus karena kebijakan belasting yang diterapkan oleh pemerintah Belanda terhadap rakyat Minangkabau. Siti adalah salah satu orang yang sangat tidak setuju akan hal itu.
Puncaknya, adalah ketika Siti dan suaminya dengan berani masuk dan menyerang markas serdadu Belanda pada 16 Juni 1908. Dengan bantuan rakyat, ia berhasil membunuh para Belanda. Sayang, Belanda yang selamat sempat melihatnya dan membuat ia tertangkap. Siti dan suaminya ditahan dan diasingkan. Setelah menjalani sidang, mereka akhirnya dibuang ke tempat berbeda, hingga akhirnya suaminya Rasyid meninggal di pengasingan di Tondano.
Perjuangan Siti ini juga sempat diapresiasi oleh Jenderal Nasution. Pada tahun 1960 ia pergi menemui wanita tua ini dan memberikan penghargaan berupa selendang atas kegigihan dan keberaniannya ketika masih muda dulu. Siti Manggopoh meninggal di usia 80 tahun di rumah cucunya. Ia dimakamkan dengan upacara militer di Taman Makam Pahlawan Lolong, Padang.
Selamat jalan Singa Betina Manggopoh, semoga tenang di sana, kami selalu menghargai jasa-jasamu.