Perang adalah sebuah hal yang mengerikan bagi kedua belah pihak. Korban berjatuhan dan kehidupan hancur berantakan. Tujuan redaksi Boombastis menghadirkan kisah ini adalah untuk membuat kita semua sadar bahwa perang atas dasar apapun adalah hal yang merugikan kita semua.
Banyak orang bilang perang di Bosnia pada dekade 90an itu adalah perang perebutan wilayah. Ada juga yang bilang bahwa ini adalah perang antar agama Islam dan Kristen, dengan Islam sebagai korbannya. Pembaca berhak menentukan untuk memilih mempercayai pendapat mana saja, tetapi satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa semua agama selalu mengajarkan perdamaian, tenggang rasa dan saling mengerti. Hanya manusia-manusianya lah yang menggunakan agama untuk kepentingan-kepentingannya sendiri.
Latar Belakang
Bosnia Herzegovina dulunya bersama Serbia, Montenegro, Croatia, Slovenia dan Macedonia adalah bagian dari sebuah negara bernama Yugoslavia. Setelah negara ini runtuh di dekade 90an, masing-masing daerah ini kemudian mendirikan negara sendiri-sendiri. Bosnia Herzegovina yang saat itu penduduk aslinya adalah muslim juga ingin mendirikan negaranya sendiri.
Hal ini berlawanan dengan tokoh-tokoh Serbia yang menginginkan Bosnia masuk ke dalam wilayahnya, dan menghilangkan seluruh muslim Bosnia yang disebut kaum Bosniak. Saat itu komposisi penduduk Bosnia Herzegovina adalah 71% Bosniak muslim, dan sisanya merupakan orang Serbia dan Croatia yang mayoritasnya beragama Kristen.
Ketika pemimpin Bosnia mendeklarasikan negara Bosnia yang merdeka, para pemimpin Serbia yang ingin mencaplok wilayah Bosnia pun marah. Tokoh Serbia yang bernama Slobodan Milosevic menyerukan agar tentara Serbia mulai menyerang Bosnia.
Tokoh Serbia yang tinggal di Bosnia bernama Radovan Karadzic kemudian membentuk pasukannya sendiri dan mulai menghancurkan Bosnia dari dalam.
Perang
Orang Serbia yang tinggal di Bosnia tidak menginginkan sebuah negara Bosnia yang merdeka. Yang mereka inginkan adalah menjadikan Bosnia sebagai bagian dari negara Serbia yang besar. Pada awal Mei 1992, dua hari setelah Amerika Serikat dan Masyarakat Eropa mengakui kemerdekaan Bosnia, pasukan Serbia Bosnia dengan dukungan Milosevic dan tentara bekas negara Yugoslavia yang didominasi etnik Serbia meluncurkan serangan mereka dengan memborbardir ibukota Bosnia , Sarajevo. Mereka kemudian menyerang kota kota lain yang didominasi etnis Bosniak muslim.
Tentara Serbia ini secara paksa mengusir warga sipil Bosniak dari daerah-daerah mereka sendiri dalam sebuah proses brutal yang kemudian diidentifikasi sebagai “pembersihan etnis.” Proses brutal ini termasuk membunuh, memperkosa, dan menghancurkan rumah-rumah orang Bosniak. Selama beberapa tahun kota Sarajevo dikepung dan diembargo sehingga ekonomi lumpuh dan orang mati kelaparan. Diperkirakan sekitar 100.000 muslim Bosniak meninggal karena perbuatan ini.
Saat melakukan pembersihan etnis ini, Radovan Karadzic mengatakan, “Hanya dalam beberapa hari, Sarajevo akan hilang dan akan ada lima ratus ribu orang mati, Muslim akan dimusnahkan dari Bosnia Herzegovina dalam waktu satu bulan”.
Akhir Peperangan
Ketika perbuatan Serbia semakin menjadi-jadi dengan begitu banyak kota yang dihancurkan, pembunuhan, dan perkosaan, dunia internasional mulai turun tangan. PBB mulai menjalankan sanksi embargo sehingga ekonomi Serbia menjadi lumpuh. Negara-negara NATO pun bersatu dengan pasukan perlawanan Bosnia dan Croatia untuk melawan Serbia.
Pemimpin Serbia seperti Slobodan Milosevic dan Radovan Karadzic pun menyerah dan ditangkap dalam pelarian mereka. Pengadilan internasional pun dilaksanakan kepada mereka. Slobodan mati di penjara, sedangkan Radovan masih dipenjara hingga kini. Mereka terbukti melakukan genosida dan pembersihan etnis dalam peperangan ini. Bosnia kemudian berangsur-angsur aman setelah dibombardir dan dihancurkan selama 3 tahun.
Pesan
Hal terbaik yang bisa kita pelajari dari peperangan ini adalah selalu ada alasan bagi manusia untuk berperang. Selalu ada pembenaran, dan selalu ada korban.
Jalan terbaik untuk menghindari hal ini adalah dengan mencoba untuk hidup berdampingan satu sama lain. Saling mengerti dan saling memahami. Semoga Indonesia terhindar dari peperangan semacam ini. Amin.